XeXeAvatar border
TS
XeXe
Memilihlah dengan akal SEHAT
DI tengah berita media –media partisan yang
memihak, memlintir pernyataan, ditambah
saling serang antar pendukung masing-masing
pasangan capres-cawapres di sosmed,
bagaimanakah kita, rakyat biasa, mendapat
informasi dan pemahaman yang memadai
tentang keadaan politik sekarang? Khususnya
dalam menentukan pilihan politik?
Bagi kita rakyat biasa, masih ada alat ampuh:
Akal sehat.
Ya, akal sehat.
Akal sehat tidak bisa dikelabui rekayasa
informasi, sepanjang akal sehat kita terjaga
baik. Karena itu, bersama saya, mari kita jaga
dan gunakan akal sehat masing-masing melaui
tulisan ini.
Dengan akal sehat, kita bangun logika sehat –
tidak usah yang rumit-rumit seperti pakar
politik atau tim sukses. Kita berusaha pintar.
Biarlah para politisi dan pengamat yang
terpaksa harus bodoh karena tugas – ups,
maaf.
Pertanyaan adalah alat untuk mengetahui. Nah,
kita rakyat bikin pertanyaan yang dasar-dasar
saja, lalu kita bersama-sama berusaha mencari
jawaban. Mari kita coba berpikir dan bertanya
polos, seperti anak baru akil baligh. Singkirkan
dulu informasi-informasi negatif, rasa suka-
tidak suka. Pokoknya polos. Bila perlu ambil
nafas dulu dan lepaskan pelan-pelan.
Pertanyaan pertama paling dasar adalah: Siapa
yang sekarang bersaing dalam pemilihan
presiden? Jawabanya, Tuan Prabowo dan Tuan
Jokowi.
Betulkah?
Melihat komitmen masing-masing calon yang
pernah dikemukakan sebelum pilpres, dengan
asumsi bahwa kedua calon sungguh-sungguh
dan jujur dengan pernyataannya masing-
masing, sedikit di balik tirai panggung kita akan
melihat bahwa yang sedang bersaing sekarang
sebenarnya bukan Prabowo dengan Jokowi, tapi
Prabowo dengan para mantan atasannya di
TNI.
Prabowo sejak lama berminat jadi Presiden. Ini
ia tunjukkan secara jelas dengan membangun
partai, memasang iklan, ikut bursa percalonan
di pilpres sebelumnya, dan sekarang.
Jokowi, berdasarkan pernyataan-pernyatannya
– tolong jangan diperumit – tak berminat jadi
Presiden. Ia berkali-kali menegaskan akan
menyelesaikan mandatnya sebagai gubernur
DKI selama 5 tahun.
Yang mendorongnya jadi adalah PDIP, yang
melihat populeritas Jokowi ketika itu sebagai
asset partai. Lalu sejumlah purnawirawan
berhimpun di belakangnya untuk menghadang
Prabowo. Kenapa? Nanti kita coba jari
jawabannya bersama-sama.
Jadi , yang terlihat di balik tirai panggung
adalah persaingan Prabowo dengan Tuan
Wiranto, Hendro Priyono, Luhut Panjaitan. Ada
35 jenderal di perahu Jokowi, tapi kita sebut
tiga itu saja.
Kenapa mereka memilih bediri di belakang
Jokowi? Karena Mas Joko ini orang baik, tipe
pekerja, disenangi rakyat, disayangi media.
Masuk akal toh? Wiranto memang sempat maju
sendiri, tapi sudah terbukti kurang laku.
Para pendukung Jokowi, karena itu, sebenarnya
sedang mendukung para purnawirawan ini,
kecuali pendukung Jokowi untuk gubernur DKI.
Mereka harus dikecualikan.
Jokowi sudah banyak jadi bahan berita, tak
susah mendapatkan informasi tentang dia.
Sangat banyak. Tapi kita pilih yang pokok-
pokoknya saja. Dan yang bersifat langsung
pernyataan dan tindakan dia, bukan narasi
media. Klip-klip video tentang pernyataan-
pernyatannya bisa jadi bahan, kemudian kita
rangkai untuk mendapat gambaran umum.
Dari rangkaian itu, yang terlihat adalah, Jokowi
kerjanya sungguh-sungguh, hidupnya merakyat,
omonganya pun sederhana. Pantaskah ia jadi
presiden? Kenapa tidak? Banyak yang ingin
punya presiden merakyat. Tapi apakah ia
benar-benar berminat? Kalau kita menganggap
Jokowi jujur, ia tidak berminat. Ingat lho, ini
bukan kata kita, tapi kata dia sendiri.
Menurut logika sedernana, ia adalah
‘perwakilan’ PDIP dan para mantan
purnawirawan itu. Sekali lagi, pilpres ini adalah
persaingan antara Prabowo dengan para
jenderal seniornya.
Untuk mengetahui Prabowo pun, kita buat
pertanyaan-pertanyaan mendasar. Layakkah ia
jadi Presiden? Bukankah menurut berbagai
informasi ia dipecat?
Kita cari jawabannya dengan logika dasar pula,
dengan melihat kenyataan sekarang. Kita ini
rakyat, tak usah cari-cari dokumen otentik
seperti pengacara atau detektif, atau tim
penyelidik. Pakai akal biasa saja. Maka ini yang
kita lihat:
Pengertian dipecat itu dikeluarkan dari instansi
tempat dia bekerja. Statusnya dicabut. Setelah
dipecat, seseorang tidak memiliki lagi hubungan
resmi dengan instansi yang memecatnya.
Prabowo tetap menyandang pangkat letnan
jenderal sampai sekarang. Dan pada setiap
HUT Kopassus, Prabowo diundang dan hadir
dengan pakaian resmi militer. Prabowo pun
masih menerima uang pensiun. Jadi kata
dipecat tidak cocok di sini, tak peduli satu juta
media dan tujuh gerobak pengamat berulang-
ulang menyebutnya demikian.
Pun, menurut informasi yang tersebar luas,
Prabowo melanggar HAM, penanggung jawab
tragedi Semanggi. Lagi-lagi kita, rakyat biasa,
memeriksa ini dengan logika sederhana saja.
Tak usah cari-cari dokumen dan alat-alat bukti.
Dokumen dan alat bukti bisa dibuat dan
dipalsukan, akal sehat tak bisa dikelabui.
Prabowo tidak diadili untuk kasus itu. Ada
dalih: karena para penyeretnya takut Soeharto.
Tapi bukankan waktu itu justru sedang
berlangsung gerakan reformasi menggulingkan
Soeharto? Dan berhasil? Kok takut? Soeharto
saja beberapa kali dipanggil Kejaksaan dan
datang. Kenapa Prabowo, yang ‘hanya’ mantan
menentu, tidak dipanggil dan dituntut?
Zaman Gus Dur, Wiranto Pangab. Kenapa masih
tak berani menyeret Prabowo ke pengadilan?
Sipil atau militer? Masih takut karena mantan
menantu Soeharto? Anaknya saja, Tommy
Soeharto, ditangkap, diadili dan dipenjara,
kenapa tak mau menangkap dan mengadili
Prabowo? Karena ‘lari ke Jordania’. Ah, apa
susahnya menangkap Prabowo di luar negeri,
apalagi ia dimusuhi polisi dunia, Amrik.
Jadi, menurut logika sederhana, Prabowo
pelanggar HAM dan penanggung jawab tragedi
Semanggi itu tidak bisa dimengerti. Silahkan
bantah pakai logika dan bukti.
Malah, ia sempat jadi cawapres Megawati.
Sampailah kita di pertanyaan paling utama:
Kalau begitu, kenapa dulu Prabowo
diberhentikan dari tugasnya sebagai
Pangkostrad? Dan kenapa sekarang para
purnawirawan itu merasa perlu menghambat
Mas Bowo jadi Presiden?
Untuk menjawab ini, kita perlu jelas dulu bahwa
pemberhentian Prabowo dari jabatan
Pangkostrad terkait dengan kerusuhan Mei
1998. Prabowo adalah salah seorang yang
bertanggungjawab mengamankan keadaan dari
para perusuh.
Siapakah para perusuh itu? Mahasiswa
demonstran? Warga Jakarta? Anggaplah ini
benar. Tindakan anarkis paling keras yang bisa
mereka lakukan paling membakar ban,
memblokir jalan, seperti yang biasa kita lihat.
Kita perlu berpikir keras untuk memahami
bagaiamana mereka bisa membakar mall,
sejumlah bangunan, menghancurkan puluhan
kendaraan. Sejak tahun 66, gerakan mahasiswa
tak menghasilkan capaian besar tanpa didukung
militer.
Kebetulan sebagai warga masyarakat biasa
ketika itu saya kos di sebuah rumah milik
warga keturunan di daerah Salemba.
Kebanyakan warga di sana adalah orang
keturunan. Menjelang siang, huru-hara meletus
di sana. Sejumlah orang berkepala cepak,
bertubuh kekar, menggedor-gedor kaca ruang
pamer [showroom ] kendaraan, kantor-kantor.
“Keluar kalian, Cina! Keluar!” teriak para
penyerang berkepala cepak itu. Warga
keturunan berlarian. Kaca-kaca pecah.
Sejumlah kendaraan dibakar.
Tampilan orang-orang seperti itu ada di
berbagai tempat kerusuhan di Jakarta. Itu
tampilan orang-orang militer. Beberapa di
antaranya tampilan preman. Mereka seperti
satu kesatuan, dengan gerak yang terorganisir.
Mereka trampil membakar gedung,
menghancurkan bangunan, membakar
kendaraan.
Nah, kesatuan yang dipimpin Prabowo
menghadapi orang-orang seperti ini, yang
dikirim entah dari mana dan oleh siapa.
Tak terhindarkan korban berjatuhan. Tapi
Jakarta selamat dari bumi hangus total. Dan
proses transisi kekuasaan berjalan sesuai
konsitusi – tidak melalui pengambilalihan
secara paksa oleh militer.
Tapi lagi: Prabowo tahu siapa di belakang para
perusuh itu. Karena beberapa di antara mereka
berhasil di tangkap oleh anak buah Prabowo.
Dan karena Prabowo tahu, dia harus dipecat.
Disingkirkan.
Mari tetap pelihara akal sehat .

oleh: Kafil Yamin
0
2.2K
3
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan