- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
(PANASTAK NGAKU!) Cerita Berita Bertarif Rp 10 Juta Untuk Jurnalis Amoral Binaan PDIP


TS
Dankomar
(PANASTAK NGAKU!) Cerita Berita Bertarif Rp 10 Juta Untuk Jurnalis Amoral Binaan PDIP
Wartawan Peliharaan! Cerita Berita Bertarif Rp 10 Juta Untuk Jurnalis Amoral Binaan PDIP

Seorang petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat menelepon seorang wartawan peliharaannya. Dia menitip pesan untuk menggarap sebuah berita.
Jika beritanya tayang, imbalan bakal diterima pramuria berita itu tidak tanggung-tanggung. Fulus Rp 10 juta bakal ditransfer. "Ada yang dibayar oleh petinggi PDIP untuk satu berita. Kamu tahu berapa bayarannya? Rp 10 juta," kata seorang wartawan media online meminta identitasnya tidak disebutkan.
Bagi kalangan wartawan, isyarat uang amplop ditentukan sesuai takaran bensin. Untuk duit Rp 10 juta masuk dalam kategori satuan berat, yaitu ton. Sedangkan fulus ratusan ribu termasuk kategori literan. Uang amplop ini disebut Jale.
Sumber di kalangan petinggi Partai Banteng membenarkan partainya membina wartawan dari berbagai media nasional di Jakarta. Ada dua kategori wartawan peliharaan PDIP. Pertama ada grup wartawan di BlackBerry Mesengasr. Kedua ada wartawan dibina langsung oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai. "Sistemnya habis putus," ujarnya Selasa pekan lalu.
Seorang wartawan di media nasional mengaku jurnalis itu memang dikenal merah. Penyebutan itu bukan lantaran baju dia kenakan, melainkan isi beritanya lebih berwarna merah seperti bendera PDIP. Bahkan reporter dibawa hanya juga dongkol jika dia sudah mengedit berita berisi informasi menyudutkan PDIP. "Dihalusin," ucapnya.
Wartawan lain juga memiliki pengalaman serupa. Dia kerap kesal oleh atasannya.Tugasnya mengikuti Joko Widodo di kantor Balai Kota Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sudah menjadi keharusan meski dibilang beritanya biasa saja. "Cuma Jokowi boker (buang hajat) saja belum ada beritanya," kata wartawan itu Sabtu pekan kemarin.
Dia mengaku sudah bosan mengikuti Jokowi blusukan lantaran dianggap sebagai pencitraan. Namun karena sudah tugas dari kantor dia tidak bisa berbuat banyak.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Eko Maryadi mengatakan sejauh ini belum menemukan wartawan profesional bermain isu di pemilihan presiden. Namun demikian, AJI menemukan media saat ini terpolarisasi ikut mendukung salah satu pasangan calon presiden. "Kita melihat pemilihan presiden ini ada polarisasi," ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan polarisasi itu terbentuk lantaran masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan lembaga survei. Menurut Eko, Pemilu 2014 memang berbeda dengan pemilu sebelumnya pada 2004 dan 2009 di mana lembaga survei begitu berjaya. Untuk itu, kata dia, politisi menggunakan pendekatan untuk menguasai media.
"Sayangnya pas menjelang pemilihan presiden, media lebih hitam putih, lebih saling berhadapan. Ini disebabkan karena kandidat cuma dua," ujar Eko. "Sebelumnya media tidak berkubu. Pemilu sebelumnya lebih santai."
Meski begitu, Eko tidak menampik ada wartawan memang terlibat langsung mendukung salah satu pasangan calon lantaran dia memang kader atau dibayar. pramuria berita itu, kata dia, lebih bermain secara diam-diam dan membawa isu pesanan.
"Kalau itu pasti ada, indikasinya cukup jelas."
sumber: http://www.suaranews.com/2014/06/war...ta-berita.html
Wartawan Peliharaan! Beginilah Kelakuan Jurnalis Binaan PDIP

Beginilah kelakuan wartawan-wartawan binaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Mereka saban pekan berkumpul dengan majikan mereka membahas agenda dan isu-isu mesti dipublikasikan demi mengerek popularitas partai dan calon presiden Joko Widodo alias Jokowi.
"Biasanya kumpul di kafe-kafe daerah Cilandak dan Kemang," kata seorang sumber merdeka.com dalam tubuh partai Rabu pekan lalu. Dia mengungkapkan wartawan-wartawan itu sudah dibina sejak lima tahun lalu.
Sumber ini membenarkan wartawan-wartawan itu memperoleh banyak fasilitas menggiurkan, seperti gaji bulanan dan beasiswa sekolah hingga ke luar negeri. Dia mencontohkan untuk tingkatan reporter, jurnalis-jurnalis bayaran ini bisa mengantongi Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta saban bulan. "Kalau untuk editor ke atas lebih dari itu," ujarnya.
Banyak pula wartawan binaan PDIP telah disekolahkan. Dia menyebut tahun lalu ada 15 pewarta berita mendapat sokongan dana untuk menuntut ilmu ke China.
Sumber lainnya membenarkan selain berlimpah fulus, wartawan binaan PDIP juga memperoleh beasiswa. Dua negara tujuan utama adalah China dan Jerman. "Sudah banyak wartawan disekolahkan pentolan partai ke China dan dua orang ke Jerman," tuturnya.
Sumber lain dalam tubuh PDIP menyatakan wartawan-wartawan bayaran itu dipelihara secara personal. "Tiap tokoh partai biasanya membina antara 5-10 wartawan," katanya.
Dia menyebutkan jurnalis-jurnalis peliharaan PDIP ini juga banyak terdapat di Jawa Tengah merupakan basis pendukung mereka.
Juru bicara PDIP Eva Kusuma Sundari membantah partainya membina wartawan. Menurut dia, dalam pemilihan legislatif lalu PDIP justru ditenggelamkan lewat pemberitaan. Namun untuk pemilihan presiden bulan depan PDIP sedikit tenang lantaran memiliki Metro TV gencar memberitakan hal-hal positif seputar calon presiden Jokowi.
"Nggak bener. Kita di pemilihan legislatif dilenyapkan di pemberitaan. Pemilihan presiden lumayan karena ada Metro TV saat pemilihan legislatif juga tidak pro-PDIP," ujarnya melalui pesan singkat semalam.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Eko Maryadi mengatakan wartawan tipe demikian memang ada. Menurut dia, polanya ada jurnalis ikut sebagai kader dan menjadi calon legislatif dan ada juga secara diam-diam. Biasanya wartawan seperti ini akan mengkoordinir teman-temannya untuk membuat isu pesanan partai.
"AJI berpesan untuk mempertahankan independensi, asas netralitas, tetap memberitakan secara berimbang dan tidak mencampuradukkan dengan fakta jurnalistik," kata Eko saat dihubungi melalui telepon seluler kemarin sore.
AJI menuntut media tidak mendukung salah satu pasangan calon presiden. Sebab, kata Eko, media independen sejatinya akan tetap mempertahankan kredibilitas dengan karya jurnalistik berimbang. "Kalau Anda tidak memiliki kredibilitas, begitu pemilu media itu saya jamin akan tergerus," ujarnya.
sumber: hhttp://www.suaranews.com/2014/06/war...-kelakuan.html
Makin keliatan bahwa panastak kurawa jasmev melacurkan diri dengan menipu publik ttg berita2 Jokoplo..
Makin jelas kubu mana yg selalu melakukan black campaign
#SelamatkanIndonesia #PrabowoHatta
Quote:

Seorang petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan duduk di Dewan Perwakilan Rakyat menelepon seorang wartawan peliharaannya. Dia menitip pesan untuk menggarap sebuah berita.
Jika beritanya tayang, imbalan bakal diterima pramuria berita itu tidak tanggung-tanggung. Fulus Rp 10 juta bakal ditransfer. "Ada yang dibayar oleh petinggi PDIP untuk satu berita. Kamu tahu berapa bayarannya? Rp 10 juta," kata seorang wartawan media online meminta identitasnya tidak disebutkan.
Bagi kalangan wartawan, isyarat uang amplop ditentukan sesuai takaran bensin. Untuk duit Rp 10 juta masuk dalam kategori satuan berat, yaitu ton. Sedangkan fulus ratusan ribu termasuk kategori literan. Uang amplop ini disebut Jale.
Sumber di kalangan petinggi Partai Banteng membenarkan partainya membina wartawan dari berbagai media nasional di Jakarta. Ada dua kategori wartawan peliharaan PDIP. Pertama ada grup wartawan di BlackBerry Mesengasr. Kedua ada wartawan dibina langsung oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai. "Sistemnya habis putus," ujarnya Selasa pekan lalu.
Seorang wartawan di media nasional mengaku jurnalis itu memang dikenal merah. Penyebutan itu bukan lantaran baju dia kenakan, melainkan isi beritanya lebih berwarna merah seperti bendera PDIP. Bahkan reporter dibawa hanya juga dongkol jika dia sudah mengedit berita berisi informasi menyudutkan PDIP. "Dihalusin," ucapnya.
Wartawan lain juga memiliki pengalaman serupa. Dia kerap kesal oleh atasannya.Tugasnya mengikuti Joko Widodo di kantor Balai Kota Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sudah menjadi keharusan meski dibilang beritanya biasa saja. "Cuma Jokowi boker (buang hajat) saja belum ada beritanya," kata wartawan itu Sabtu pekan kemarin.
Dia mengaku sudah bosan mengikuti Jokowi blusukan lantaran dianggap sebagai pencitraan. Namun karena sudah tugas dari kantor dia tidak bisa berbuat banyak.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Eko Maryadi mengatakan sejauh ini belum menemukan wartawan profesional bermain isu di pemilihan presiden. Namun demikian, AJI menemukan media saat ini terpolarisasi ikut mendukung salah satu pasangan calon presiden. "Kita melihat pemilihan presiden ini ada polarisasi," ujarnya kemarin.
Dia menjelaskan polarisasi itu terbentuk lantaran masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan lembaga survei. Menurut Eko, Pemilu 2014 memang berbeda dengan pemilu sebelumnya pada 2004 dan 2009 di mana lembaga survei begitu berjaya. Untuk itu, kata dia, politisi menggunakan pendekatan untuk menguasai media.
"Sayangnya pas menjelang pemilihan presiden, media lebih hitam putih, lebih saling berhadapan. Ini disebabkan karena kandidat cuma dua," ujar Eko. "Sebelumnya media tidak berkubu. Pemilu sebelumnya lebih santai."
Meski begitu, Eko tidak menampik ada wartawan memang terlibat langsung mendukung salah satu pasangan calon lantaran dia memang kader atau dibayar. pramuria berita itu, kata dia, lebih bermain secara diam-diam dan membawa isu pesanan.
"Kalau itu pasti ada, indikasinya cukup jelas."
sumber: http://www.suaranews.com/2014/06/war...ta-berita.html
Quote:
Wartawan Peliharaan! Beginilah Kelakuan Jurnalis Binaan PDIP

Beginilah kelakuan wartawan-wartawan binaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Mereka saban pekan berkumpul dengan majikan mereka membahas agenda dan isu-isu mesti dipublikasikan demi mengerek popularitas partai dan calon presiden Joko Widodo alias Jokowi.
"Biasanya kumpul di kafe-kafe daerah Cilandak dan Kemang," kata seorang sumber merdeka.com dalam tubuh partai Rabu pekan lalu. Dia mengungkapkan wartawan-wartawan itu sudah dibina sejak lima tahun lalu.
Sumber ini membenarkan wartawan-wartawan itu memperoleh banyak fasilitas menggiurkan, seperti gaji bulanan dan beasiswa sekolah hingga ke luar negeri. Dia mencontohkan untuk tingkatan reporter, jurnalis-jurnalis bayaran ini bisa mengantongi Rp 1,5 juta sampai Rp 3 juta saban bulan. "Kalau untuk editor ke atas lebih dari itu," ujarnya.
Banyak pula wartawan binaan PDIP telah disekolahkan. Dia menyebut tahun lalu ada 15 pewarta berita mendapat sokongan dana untuk menuntut ilmu ke China.
Sumber lainnya membenarkan selain berlimpah fulus, wartawan binaan PDIP juga memperoleh beasiswa. Dua negara tujuan utama adalah China dan Jerman. "Sudah banyak wartawan disekolahkan pentolan partai ke China dan dua orang ke Jerman," tuturnya.
Sumber lain dalam tubuh PDIP menyatakan wartawan-wartawan bayaran itu dipelihara secara personal. "Tiap tokoh partai biasanya membina antara 5-10 wartawan," katanya.
Dia menyebutkan jurnalis-jurnalis peliharaan PDIP ini juga banyak terdapat di Jawa Tengah merupakan basis pendukung mereka.
Juru bicara PDIP Eva Kusuma Sundari membantah partainya membina wartawan. Menurut dia, dalam pemilihan legislatif lalu PDIP justru ditenggelamkan lewat pemberitaan. Namun untuk pemilihan presiden bulan depan PDIP sedikit tenang lantaran memiliki Metro TV gencar memberitakan hal-hal positif seputar calon presiden Jokowi.
"Nggak bener. Kita di pemilihan legislatif dilenyapkan di pemberitaan. Pemilihan presiden lumayan karena ada Metro TV saat pemilihan legislatif juga tidak pro-PDIP," ujarnya melalui pesan singkat semalam.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Eko Maryadi mengatakan wartawan tipe demikian memang ada. Menurut dia, polanya ada jurnalis ikut sebagai kader dan menjadi calon legislatif dan ada juga secara diam-diam. Biasanya wartawan seperti ini akan mengkoordinir teman-temannya untuk membuat isu pesanan partai.
"AJI berpesan untuk mempertahankan independensi, asas netralitas, tetap memberitakan secara berimbang dan tidak mencampuradukkan dengan fakta jurnalistik," kata Eko saat dihubungi melalui telepon seluler kemarin sore.
AJI menuntut media tidak mendukung salah satu pasangan calon presiden. Sebab, kata Eko, media independen sejatinya akan tetap mempertahankan kredibilitas dengan karya jurnalistik berimbang. "Kalau Anda tidak memiliki kredibilitas, begitu pemilu media itu saya jamin akan tergerus," ujarnya.
sumber: hhttp://www.suaranews.com/2014/06/war...-kelakuan.html
Makin keliatan bahwa panastak kurawa jasmev melacurkan diri dengan menipu publik ttg berita2 Jokoplo..
Makin jelas kubu mana yg selalu melakukan black campaign
#SelamatkanIndonesia #PrabowoHatta
Diubah oleh Dankomar 16-06-2014 05:38
0
5.1K
Kutip
56
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan