- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Surat dari Najaf: Dari Layar Kaca Menuju Lapangan
TS
Zahin
Surat dari Najaf: Dari Layar Kaca Menuju Lapangan
Ayatullah al-'Uzhma 'Ali al-Husayni al-Sistani
Quote:
Islam Times— Apa yang sebenarnya terjadi di Mosul? Inilah pertanyaan besar yang kini mengganggu benak publik Irak, dan juga dunia. Sebelum dunia terperangah dan bertanya-tanya, mereka lebih dulu terkejut dengan segala tingkah pola dan ‘prestasi’ gerombolan bersenjata Ad-Daulah Al-Islamiyyah fi Al-Iraq wa Al-Sham (Daish). Bagaimana bisa gerombolan ini menjadikan tiga resimen tentara di Mosul buyar dan melarikan diri dalam sekejap? Bagaimana bisa sejumlah perwira tinggi militer meninggalkan gelanggang secara memalukan? Bagaimana ini bisa terjadi saat Daish — tidak pernah punya reputasi dalam pertempuran terbuka bahkan tidak punya prestasi berarti di Irak dan Suriah — bisa meraih kemenangan ‘mudah’ seperti ini?
Serangkaian pertanyaan itu memaksa kita mencari jawaban yang lebih objektif. Salah satu jawaban yang tersedia sejauh ini ialah bahwa gerakan Daish sepertinya meniru pola gerakan-gerakan militer serupa di Suriah sebelumnya, mengandalkan kilatan blitzkerig, memunculkan ketakutan populasi dengan teror brutal tapi pendek dalam akar sosial. Seperti aksi-aksi protes serupa di Suriah, yang kemudian berkembang menjadi pertarungan militer, gerakan Daish di Irak juga tidak didukung oleh masyarakat luas. Akibatnya, meski kerap menduduki kota dan bahkan provinsi, tapi aksi-aksi seperti ini akan segera reda dan ditelan waktu. Suriah adalah contoh yang terang.
Di era banjir informasi seperti sekarang ini, di era kemujaraban media mencuci otak dan menciptakan realitas semu, bukan rahasia lagi kalau banyak ‘realitas’ statusnya tak lebih dari ‘realitas’ di layar kaca, dan satu-satunya yang dapat memisahkan kedua realitas itu tak lain adalah waktu.
Di awal krisis Suriah, publik domestik dan internasional juga terkejut, galau, tak tahu harus bagaimana, dan banyak yang mengambil kesimpulan yang salah. Tetapi sekarang, segalanya di Suriah telah kembali di jalur yang benar, dan bergerak dalam tren yang menguntungkan semua pihak. Perlawanan rakyat atas rekayasa, teror takfiri dan intervensi asing pun kian menguat.
Proses yang sama juga nampaknya bakal tersaji di Irak, bahkan mungkin dengan dosis, volume dan gema yang lebih besar. Para perancang, penyokong dan unsur Daish mungkin berpikir seperti Hitler yang ingin mengejutkan seluruh Eropa dengan sebuah blitzkrieg. Namun seperti Hitler pula mereka bakal menelan arus balik yang takkan mereka antisipasi.
Marja' terbesar Syiah di Irak, Sayyid Ali Sistani, yang selama ini dikenal pasif dan berhati-hati dalam menyerukan suatu mobilisasi, kini justru terdepan dalam memfatwakan kewajiban (kifai) setiap orang yang mampu untuk mengangkat senjata melawan Daish.
Fatwa sukarelawan perang itu disampaikan oleh perwakilannya, Ayatullah Qazwini, di hadapan jutaan peziarah Pusara Imam Husein di Karbala. Boleh jadi ini awal titik balik transisi di Irak. Jika semula transisi itu ditandai dengan kehati-hatian otoritas keagamaan Syiah di bawah kepemimpinan Sayyid Sistani, maka boleh jadi Daish telah membangunkan macan tidur dalam arti yang sebenarnya. Wallahu a'lam.
Serangkaian pertanyaan itu memaksa kita mencari jawaban yang lebih objektif. Salah satu jawaban yang tersedia sejauh ini ialah bahwa gerakan Daish sepertinya meniru pola gerakan-gerakan militer serupa di Suriah sebelumnya, mengandalkan kilatan blitzkerig, memunculkan ketakutan populasi dengan teror brutal tapi pendek dalam akar sosial. Seperti aksi-aksi protes serupa di Suriah, yang kemudian berkembang menjadi pertarungan militer, gerakan Daish di Irak juga tidak didukung oleh masyarakat luas. Akibatnya, meski kerap menduduki kota dan bahkan provinsi, tapi aksi-aksi seperti ini akan segera reda dan ditelan waktu. Suriah adalah contoh yang terang.
Di era banjir informasi seperti sekarang ini, di era kemujaraban media mencuci otak dan menciptakan realitas semu, bukan rahasia lagi kalau banyak ‘realitas’ statusnya tak lebih dari ‘realitas’ di layar kaca, dan satu-satunya yang dapat memisahkan kedua realitas itu tak lain adalah waktu.
Di awal krisis Suriah, publik domestik dan internasional juga terkejut, galau, tak tahu harus bagaimana, dan banyak yang mengambil kesimpulan yang salah. Tetapi sekarang, segalanya di Suriah telah kembali di jalur yang benar, dan bergerak dalam tren yang menguntungkan semua pihak. Perlawanan rakyat atas rekayasa, teror takfiri dan intervensi asing pun kian menguat.
Proses yang sama juga nampaknya bakal tersaji di Irak, bahkan mungkin dengan dosis, volume dan gema yang lebih besar. Para perancang, penyokong dan unsur Daish mungkin berpikir seperti Hitler yang ingin mengejutkan seluruh Eropa dengan sebuah blitzkrieg. Namun seperti Hitler pula mereka bakal menelan arus balik yang takkan mereka antisipasi.
Marja' terbesar Syiah di Irak, Sayyid Ali Sistani, yang selama ini dikenal pasif dan berhati-hati dalam menyerukan suatu mobilisasi, kini justru terdepan dalam memfatwakan kewajiban (kifai) setiap orang yang mampu untuk mengangkat senjata melawan Daish.
Fatwa sukarelawan perang itu disampaikan oleh perwakilannya, Ayatullah Qazwini, di hadapan jutaan peziarah Pusara Imam Husein di Karbala. Boleh jadi ini awal titik balik transisi di Irak. Jika semula transisi itu ditandai dengan kehati-hatian otoritas keagamaan Syiah di bawah kepemimpinan Sayyid Sistani, maka boleh jadi Daish telah membangunkan macan tidur dalam arti yang sebenarnya. Wallahu a'lam.
ISIL di ambang keruntuhan.
0
1.2K
Kutip
3
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan