Kaskus

News

hobi_linuxAvatar border
TS
hobi_linux
(Kab. Tanah Datar - Sumbar) Hidup Primitif, kimpoi-Cerai dan Magis Sudah Tradisi
(Kab. Tanah Datar - Sumbar) Hidup Primitif, Kawin-Cerai dan Magis Sudah Tradisi
Seorang murid SD ketika berjalan kaki usai pulang sekolah menuju rumahnya tanpa menggunakan sepatu. -- FOTO: Sy Ridwan/Padang Ekspres

Putus sekolah, kimpoi muda, dan magis, identik dengan Jorong Mawar II. Setelah terkungkung hampir seabad lamanya, para keturunan pekerja rodi di zaman Hindia Belanda, itu nyaris belum menikmati lezatnya kemerdekaan dari bangsa sendiri.

Gusti Ayu Gayatri — Tanahdatar

"ORANG-orang terbuang" di zaman kerja rodi ini, terus berlanjut di era layar sentuh di Jorong Mawar II. Penduduk Dusun Bunian dan Dusun Puangan, tercerabut dari silsilah keluarga dan akar budaya, sejak dicampakkan penjajah di belantara Lubukjantan.

Tradisi kimpoi muda dan kimpoi cerai sesama pekerja rodi selama di daerah pembuangan, hingga kini masih diwariskanpada anak cucu. Jangan membayangkan anak-anak Dusun Bunian dan Dusun Puangan bercita-cita menjadi dokter, pilot, ilmuwan dan profesi lainnya, bila melihat dokter, pilot saja mereka tidak pernah.

Sejak jalan rabat beton dibuka di Jorong Mawar I pada 2009 lalu, kondisi Jorong Mawar I dan Mawar II bak bumi dan langit. Bila anak-anak Jorong Mawar I melepas lajang setamat SMP sejak sekolah lanjutan pertama itu dibangun, anak-anak Jorong Mawar II hanya tamat SD. Itu pun sejak SDN 55 dibangun di kampungnya pada 19 Juni 2012 lalu.

Di SDN 55, anak-anak tidak setiap hari sekolah. Maklum, guru-guru sering tidak masuk karena tinggal di ibu kota nagari atau kecamatan. Setamat SD, para orangtua harus berpikir tujuh kali menyekolahkan anaknya ke SMP di Jorong Mawar I. Harus berjalan kaki puluhan kilometer, naik turun bukit dan ke luar masuk hutan.

Tak heran, sebagian besar remaja putri Jorong Mawar II menikah muda. Belum genap 17 tahun, wanita-wanita Dusun Bunian dan Puangan sudah punya dua dan tiga anak, dari suami pertama, kedua dan ketiga. Tradisi primitif itu berlanjut hingga usia senja antara sesama mereka.

Gonta-ganti pasangan hidup itu bergulir antara satu warga dengan warga yang lain. Bukanlah hal tabu bila seorang teman mengawini mantan istri teman, anak teman, cucu teman dan seterusnya. "Di sini nikah bawah tangan. Ndak ada pakai surat-surat nikah," kata Agus, Dubalang Mudo Dusun Puangan.

Jumlah penduduk Jorong Mawar I dan Jorong Mawar II sebanyak 1.872 jiwa. Hampir seluruhnya putus sekolah. Hanya sedikit yang bisa menamatkan SMP. Karena itu pula, anak-anak Jorong Mawar II ingin betul tidak ingin bernasib sama dengan orangtua mereka.

Di sekolah satu atap (SD-SMP) di Jorong Mawar I, ada 115 murid. Sedangkan SD 55 Mawar ada 142 murid. Di SDN 55 Mawar, hanya ada 6 guru: tiga orang PNS dan tiga tenaga honor.

Meski telah ada SDN 55 di Jorong Mawar II, bukan berarti anak-anak Dusun Puangan bisa santai bersekolah. Mereka tetap saja harus berjalan kaki hingga dua jam. Berangkat subuh buta, sampai di rumah sore.

Gestari misalnya. Murid SD 55 Mawar tidak ingin nikah muda. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, besar harapannya bisa tamat SMP. "Saya kelas VI. Saya ingin sekolah di SMP negeri Tanjungbonai. Saya ndak mau di SMP satu atap di Jorong Mawar II, gurunya jarang datang," ucapnya lugu.

Pipi Febrianti, murid SD 55 lainnya, juga ogah menikah muda. Agar bisa melanjutkan sekolah, ia berjualan es lilin di sekolah.

"Kalau mau SMP di luar jorong, tentu harus kos, makanya sejak sekarang saya nabung," ujarnya.

Begitu pula Mira Safitri, bertekad ingin sekolah setinggi- tingginya. "Saya ndak mau seperti amak, apak, kakak, etek teman-teman yang lain menikah muda. Saya ingin jadi orang pintar," tuturnya.

Gestari, Pipi dan Mira, berharap suatu saat nanti dibangun SMP dan SMA di Jorong Mawar II. "Pokoknya, kami tidak mau dipaksa menikah muda," ucap tiga sekawan ini kompak.

Ketiga gadis cilik ini berparas cantik. Kulit putih, postur tubuh ideal, dan berambut pirang. Pagi itu, ketiganya tidak belajar karena guru tidak datang.

Lain lagi cerita Rahma, warga Jorong Mawar II. Dia menikah muda karena sekolah jauh. Rahma menikah pada usia 14 tahun.

"Habis sudah banyak yang menikah juga. Ya, jadi pingin juga seperti yang lain," ucap ibu dua anak ini.

Meski terisolir, murid SDN 55 Mawar pernah menjadi wakil Sumbar di tingkat nasional dalam perlombaan catur. "Dengan semangat itu, saya yakin, perlahan tak ada lagi anak-anak di Jorong Mawar menikah muda dan berhenti sekolah," kata Wali Nagari Tanjungbonai Kecamatan Lintaubuo Utara, Imran Rusli.

Tradisi kimpoi muda dan kimpoi cerai itu pernah terjadi antara guru dan murid. Seorang guru memperistri muridnya meski telah beristri. "Saya pecat guru itu," kata Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadigoe.

***

SEPANJANG perjalanan di Jorong Mawar, gadis-gadis remaja telah menggendong anak. Begitu tamat SD, anak-anak perempuan telah menikah. Paras penduduk Jorong Mawar tampan-tampan dan cantik-cantik.

Seorang wanita berkulit putih bermata sipit terlihat sedang menyusui bayinya yang berusia 3 bulan. Ibu muda itu bernama Dasrina. Dia melahirkan anaknya dibantu suami di rumah. Sebab, bidan desa jarang di kampung.

Begitu pula Rahma, persalinan kedua anaknya dibantu dukun. "Bidan susah mencarinya," ucapnya.

Sedangkan Rani, punya pengalaman menarik saat melahirkan bayi pertama dengan dukun. "Kata dukun, anak awak lah mati dalam perut. Sudah itu dukun meniupkan saluang ke tali pusar anak awak, anak awak hidup lagi, " ucapnya polos.

Penduduk Dusun Bunian dan Puangan sangat percaya dengan hal gaib. Warga Dusun Bunian, Rosniati, misalnya, menyebut putranya Fiki sakit karena diguna-guna. "Fiki sering menjerit pada waktu-waktu tertentu. Dia sedang diinang-inang. Makanya begitu. Saya bawa Fiki berobat ke dukun di Sumpurkudus," ujarnya.

Wali Jorong Mawar I, Wilman tak menampik bidan desa jarang berada di tempat. Mengantisipasi itu, Wali Nagari Tanjungbonai, Imran Rusli menyinergikan bidan desa dan dukun memberikan pelayanan kesehatan. "Itu sudah ada kesepakatan kerja samanya. Untuk melahirkan, tetap bidan desa. Di Jorong Mawar sudah ada dua polindes," ungkap Imran Rusli. (cr3/bersambung)
-
sumber: http://www.padangekspres.co.id/berit...h-tradisi.html
-

(Kab. Tanah Datar - Sumbar) Hidup Primitif, Kawin-Cerai dan Magis Sudah Tradisi
Warga Dusun Puangan Jorong Mawar II menjemur padi di halamannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. -- FOTO: Sy Ridwan/Padang Ekspres

Penduduk Jorong Mawar II terbiasa hidup dalam kubang kemiskinan. Keturunan pekerja rodi ini tidak pernah bermimpi memiliki televisi, sepeda, perabot rumah tangga, apalagi smartphone mutakhir yang gemar dikoleksi pejabat publik. Perut kenyang saja, mereka telah bahagia.

Jika dulu hasil pertanian orang-orang buangan pekerja rodi ini dirampas VOC, kini justru dijajah oleh tengkulak. Peluh masyarakat di Dusun Bunian dan Dusun Puangan, dinikmati toke-toke di luar Jorong Mawar.

Hasil pertanian mereka dibeli jauh di bawah harga standar. Masyarakat Jorong Mawar menggantungkan hidupnya dari karet, kayu manis dan kakao. Hampir seluruh halaman rumah ditemui jemuran kakao dan kulit manis. Satu dua rumah, tampak tumpukan karet kering di depan rumah.

Menu kegemaran mereka keong sawah dan landak hasil buruan. Lahan sawah hanya cukup untuk kebutuhan orang sekampung. Kalau bukan barter, panen hasil kebun hanya cukup untuk membeli padi atau beras. Karena itu pula, masyarakat Jorong Mawar II jarang sekali ke ibu kota nagari dan kecamatan, apalagi ke Batusangkar.

Ketidaktahuan informasi harga produk perkebunan di pasaran, membuat masyarakat setempat pasrah dengan harga yang ditetapkan para toke. Kondisi itu dimanfaatkan pedagang-pedagang pengumpul dari luar Jorong Mawar, menentukan harga seenaknya.

Sekali seminggu, bahkan sebulan, cukong-cukong mengambil hasil perkebunan masyarakat yang menumpuk di depan rumah.

Masyarakat tak punya pilihan, selain harus menjualnya pada rentenir tersebut. "Daripada membusuk di depan rumah, terpaksa dijual murah ke cukong," kata Wali Jorong Mawar I, Wirman.

Harga getah dijual Rp 5.500/kg. Padahal, harga karet di pasaran sekitar Rp 14.000/kg. Setali tiga uang dengan tanaman cokelat, dibeli para cukong Rp 21.000/kg. Di pasaran, harga cokelat bisa mencapai Rp 29.000/kg.
-
sumber: http://www.padangekspres.co.id/berit...ekik-toke.html
-
Spoiler for gambar lainnya:

sumber: http://lubukjantan.lintau.info/
-
semoga pendidikan dan penyuluhan di Sumbar ini lebih ditingkatkan lagi emoticon-I Love Indonesia (S)
0
3.6K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan