- Beranda
- Komunitas
- Hobby
- Supranatural
WISATA MISTIS SITUS WATU GILANG


TS
anargyafauzan
WISATA MISTIS SITUS WATU GILANG
Assalamualaikum Wr. Wb
Ijinkan nubietol ini belajar buat thread puh.
Salam-salim
Langsung aja puh.
Link poto lokasi Watu gilang:

WATU GILANG
Petilasan Watu Gilang secara
administratif berada di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Lokasi peninggalan situs sejarah ini berada di kawasan hutan Perhutani di perbatasan
antara Kecamatan Pujon dan
Ngantang. Untuk menuju ke Watu
Gilang masih cukup sulit sehingga
tempat wisata ini belum banyak
diketahui oleh masyarakat umum.
Tetapi jalur paling dekat untuk ke
Watu Gilang dapat ditempuh
melalui Pujon menuju Pasar
Mantung. Setelah melewati
jembatan Mantung, Anda berbelok
ke kanan jalan kemudian naik
menuju Desa Ngabab. Dari Ngabab,
Anda bisa bertanya pada penduduk
setempat arah menuju Watu Gilang
atau minta untuk diantar tukang
ojek. Untuk sampai ke petilasan
memang hanya dapat dicapai
dengan kendaraan sepeda motor
dengan menembus hutan. Jaraknya
dari Desa Ngabab sekitar 6
kilometer dan dibutuhkan waktu
sekitar setengah jam perjalanan
kendaraan bermotor untuk sampai
di areal petilasan Watu Gilang.
Tetapi bila menggunakan ojek, Anda harus membayar cukup mahal yaitu sekitar Rp 50-60 ribu per orang dari Desa Ngabab ke Watu Gilang pulang pergi. Alangkah baiknya Pemerintah Kabupaten Malang membangun jalan menuju ke situs Watu Gilang ini. Tentunya bila ada akses jalan yang memadai, akan makin memudahkan wisatawan untuk mengunjungi situs Watu Gilang ini.
Untuk tiba ke area situs Watu
Gilang, Anda harus ekstra hati-hati karena harus melewati jalan
setapak yang hanya dapat dilintasi
untuk satu sepeda motor saja. Jalur
akan makin naik ke arah puncak
bukit yang biasanya diselimuti
kabut tipis. Saat telah berada di
pintu masuk Watu Gilang, akan
langsung terlihat sebuah kuburan
dan kolam kuno sudah menyambut
para pendatang. Di depan situs itu
sudah tersebar beberapa makam
kuno dan sebuah tangga batu
persegi. Situs Watu Gilang jelas
terlihat dengan bentuknya yang
besar bagai tembok raksasa untuk
benteng sebuah kerajaan. Terdapat
sebuah jalan setapak yang menuju
ke makam utama Mbah Semuo serta makam para tokoh lainnya. Dari makam-makam yang ada, hanya makam Mbah Semuo yang diberi semacam rumah-rumahan. Di
samping komplek makam tersebut
terdapat jalan setapak menuju Goa
Dworowati yang berada di atas
puncak gunung lainnya. Di sisi
depan makam terdapat jalan kecil
menuju puncak lainnya berjarak
sekitar 50 meter dengan halaman
sebuah jurang yang sangat dalam.
Banyak sekali makam di atas
maupun di bawah area Watu
Gilang. Keseluruhan makam itu
memiliki nisan batu besar
berbentuk persegi panjang. Dari
mana batu-batu itu berasal, hal itu
juga masih menjadi misteri
tersendiri. Akan tetapi berdasarkan
temuan di sekitar hutan tersebut,
masih terlihat ada batu besar
seperti sisa letusan gunung berapi
jaman kuno.
Sedangkan situs Watu Gilang
sendiri merupakan sebuah tembok
berupa tumpukan bebatuan setinggi empat meter dengan panjang sekitar 27 meter. Posisinya berada di atas puncak gunung dan berbatasan dengan Gunung Dworowati di sisi selatan. Jika digunakan sebagai benteng pertahanan, posisi prajurit
Singhasari memang menguntungkan karena berada di
puncak pegunungan di kawasan
Gunung Dworowati. Di situs Watu
Gilang ini terdapat beberapa tulisan kuno berukuran besar yang terpampang di salah satu batu Watu Gilang. Para arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya
(BPCB) Trowulan pernah
didatangkan ke situs Watu Gilang
ini untuk memecahkan misteri
aksara kuno tersebut. Diharapkan
dari aksara kuno ini mampu
menguak pendiri dan maksud
pembuatan situs Watu Gilang.
Bentuk tulisan di Watu Gilang itu
berbeda dengan temuan pada
seluruh situs di wilayah Jawa
Timur. Di komplek situs Watu
Gilang ini juga terdapat arca
berukuran sangat besar.
Konon situs Watu Gilang
merupakan bekas areal
pertempuran antara pasukan
Singhasari dan Kerajaan Kediri.
Penguasa Gelang-Gelang,
Jayakatwang, menyerang ibukota
Singhasari yang diperintah oleh
Kertanegara dari arah utara dan
selatan. Pasukan pertama
menyerang dari arah utara untuk
memancing pasukan Singhasari
meninggalkan ibu kota. Sedangkan
pasukan utama bergerak dari arah
selatan ibukota Singhasari. Situs ini merupakan benteng terakhir
Kerajaan Singhasari saat melawan
Kerajaan Kediri. Selain itu menurut
sesepuh di sana, juga terdapat
sebuah kawasan sumur beracun
yang dipercaya bahwa semua
makhluk hidup yang melintas di
atas sumur racun ini akan mati.
Bahkan, konon termasuk burung
yang terbang di atasnya pun akan
mati. Karena itu tidak ada burung
yang terbang di atas sumur itu.
Tak jauh dari Watu Gilang,
tepatnya di Desa Pujon Kidul, juga
pernah ditemukan ribuan keping
uang koin kuno di sebuah tebing di
pekarangan belakang rumah
penduduk. Kepingan koin
diperkirakan berusia ratusan tahun dan diperkirakan peninggalan Dinasti Ching dan Dinasti Ming yang berkuasa pada abad ke-13 hingga abad ke-16. Uang koin kuno berbahan tembaga dan kuningan itu berbentuk bulat dan pada bagian tengahnya berlubang segi empat. Di salah satu sisinya tertera huruf China. Ribuan keping uang koin kuno itu secara keseluruhan diperkirakan seberat 50 kilogram karena begitu banyaknya jumlah koin. Konon, uang koin itu merupakan sisa-sisa dari peninggalan pasukan Kubilai Khan yang pernah menyerang Kerajaan Kediri pada tahun 1293.
Menurut juru kunci situs Watu
Gilang, di tempat ini dimakamkan
beberapa orang yang pernah disebut dalam sejarah. Makam paling utama adalah Mbah Semuo, yang menurut cerita penduduk desa setempat merupakan ayah dari Anglingdharma. Ada juga makam Singo Wareng, Ronggowuni, Kyai Ageng Gringsing, Ronggojati, Sutejo Anom, Rojo Mulyo, dan Mbah Melati yang merupakan murid Mbah Semuo. Bahkan konon terdapat makam Syeh Abdul Khodir Jaelani, Syeh Subakir dan Syeh Maulana Malik Ibrahim serta Ki Ageng Serang berada di kompleks makam Watu Gilang ini. Meskipun berada di areal perhutanan, komplek pemakaman ramai dikunjungi peziarah dari berbagai kota di Jawa, bahkan dari luar Jawa seperti Bengkulu dan Kalimantan. Kunjungan paling ramai terutama pada hari Kamis Kliwon. Saat itu dipastikan sejumlah orang akan
datang ke makam Mbah Semuo.
Saat ini situs tersebut diurus oleh
seorang juru kunci bernama Cukup
Sudarsono, sekaligus merupakan
tokoh spiritual setempat. Dia
menjaga situs itu sejak tahun 1976
secara turun temurun dari
kakeknya, Nitiseno. Pada tahun
1990-an, Cukup kemudian diangkat
oleh BP3 Trowulan sebagai penjaga
situs. Menurut juru kuncinya,
kebanyakan yang berziarah ke
situs Watu Gilang ini untuk
keberhasilan pekerjaan. Biasanya
para pengunjung yang berziarah
wajib membawa 10 bungkus bunga
telon, minyak fanbo, dupa dan
kemenyan madu merah per satu
orang.
(Sumber:
lombafotoeksplorasi.blogspot.com dll)
Bagaimana menurut sesepuh dalam sisi supranatural.
Maaf kalo acak2an, soalnya buatnya lewat hp puh.
Ijinkan nubietol ini belajar buat thread puh.
Salam-salim

Langsung aja puh.
Link poto lokasi Watu gilang:

WATU GILANG
Petilasan Watu Gilang secara
administratif berada di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Lokasi peninggalan situs sejarah ini berada di kawasan hutan Perhutani di perbatasan
antara Kecamatan Pujon dan
Ngantang. Untuk menuju ke Watu
Gilang masih cukup sulit sehingga
tempat wisata ini belum banyak
diketahui oleh masyarakat umum.
Tetapi jalur paling dekat untuk ke
Watu Gilang dapat ditempuh
melalui Pujon menuju Pasar
Mantung. Setelah melewati
jembatan Mantung, Anda berbelok
ke kanan jalan kemudian naik
menuju Desa Ngabab. Dari Ngabab,
Anda bisa bertanya pada penduduk
setempat arah menuju Watu Gilang
atau minta untuk diantar tukang
ojek. Untuk sampai ke petilasan
memang hanya dapat dicapai
dengan kendaraan sepeda motor
dengan menembus hutan. Jaraknya
dari Desa Ngabab sekitar 6
kilometer dan dibutuhkan waktu
sekitar setengah jam perjalanan
kendaraan bermotor untuk sampai
di areal petilasan Watu Gilang.
Tetapi bila menggunakan ojek, Anda harus membayar cukup mahal yaitu sekitar Rp 50-60 ribu per orang dari Desa Ngabab ke Watu Gilang pulang pergi. Alangkah baiknya Pemerintah Kabupaten Malang membangun jalan menuju ke situs Watu Gilang ini. Tentunya bila ada akses jalan yang memadai, akan makin memudahkan wisatawan untuk mengunjungi situs Watu Gilang ini.
Untuk tiba ke area situs Watu
Gilang, Anda harus ekstra hati-hati karena harus melewati jalan
setapak yang hanya dapat dilintasi
untuk satu sepeda motor saja. Jalur
akan makin naik ke arah puncak
bukit yang biasanya diselimuti
kabut tipis. Saat telah berada di
pintu masuk Watu Gilang, akan
langsung terlihat sebuah kuburan
dan kolam kuno sudah menyambut
para pendatang. Di depan situs itu
sudah tersebar beberapa makam
kuno dan sebuah tangga batu
persegi. Situs Watu Gilang jelas
terlihat dengan bentuknya yang
besar bagai tembok raksasa untuk
benteng sebuah kerajaan. Terdapat
sebuah jalan setapak yang menuju
ke makam utama Mbah Semuo serta makam para tokoh lainnya. Dari makam-makam yang ada, hanya makam Mbah Semuo yang diberi semacam rumah-rumahan. Di
samping komplek makam tersebut
terdapat jalan setapak menuju Goa
Dworowati yang berada di atas
puncak gunung lainnya. Di sisi
depan makam terdapat jalan kecil
menuju puncak lainnya berjarak
sekitar 50 meter dengan halaman
sebuah jurang yang sangat dalam.
Banyak sekali makam di atas
maupun di bawah area Watu
Gilang. Keseluruhan makam itu
memiliki nisan batu besar
berbentuk persegi panjang. Dari
mana batu-batu itu berasal, hal itu
juga masih menjadi misteri
tersendiri. Akan tetapi berdasarkan
temuan di sekitar hutan tersebut,
masih terlihat ada batu besar
seperti sisa letusan gunung berapi
jaman kuno.
Sedangkan situs Watu Gilang
sendiri merupakan sebuah tembok
berupa tumpukan bebatuan setinggi empat meter dengan panjang sekitar 27 meter. Posisinya berada di atas puncak gunung dan berbatasan dengan Gunung Dworowati di sisi selatan. Jika digunakan sebagai benteng pertahanan, posisi prajurit
Singhasari memang menguntungkan karena berada di
puncak pegunungan di kawasan
Gunung Dworowati. Di situs Watu
Gilang ini terdapat beberapa tulisan kuno berukuran besar yang terpampang di salah satu batu Watu Gilang. Para arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya
(BPCB) Trowulan pernah
didatangkan ke situs Watu Gilang
ini untuk memecahkan misteri
aksara kuno tersebut. Diharapkan
dari aksara kuno ini mampu
menguak pendiri dan maksud
pembuatan situs Watu Gilang.
Bentuk tulisan di Watu Gilang itu
berbeda dengan temuan pada
seluruh situs di wilayah Jawa
Timur. Di komplek situs Watu
Gilang ini juga terdapat arca
berukuran sangat besar.
Konon situs Watu Gilang
merupakan bekas areal
pertempuran antara pasukan
Singhasari dan Kerajaan Kediri.
Penguasa Gelang-Gelang,
Jayakatwang, menyerang ibukota
Singhasari yang diperintah oleh
Kertanegara dari arah utara dan
selatan. Pasukan pertama
menyerang dari arah utara untuk
memancing pasukan Singhasari
meninggalkan ibu kota. Sedangkan
pasukan utama bergerak dari arah
selatan ibukota Singhasari. Situs ini merupakan benteng terakhir
Kerajaan Singhasari saat melawan
Kerajaan Kediri. Selain itu menurut
sesepuh di sana, juga terdapat
sebuah kawasan sumur beracun
yang dipercaya bahwa semua
makhluk hidup yang melintas di
atas sumur racun ini akan mati.
Bahkan, konon termasuk burung
yang terbang di atasnya pun akan
mati. Karena itu tidak ada burung
yang terbang di atas sumur itu.
Tak jauh dari Watu Gilang,
tepatnya di Desa Pujon Kidul, juga
pernah ditemukan ribuan keping
uang koin kuno di sebuah tebing di
pekarangan belakang rumah
penduduk. Kepingan koin
diperkirakan berusia ratusan tahun dan diperkirakan peninggalan Dinasti Ching dan Dinasti Ming yang berkuasa pada abad ke-13 hingga abad ke-16. Uang koin kuno berbahan tembaga dan kuningan itu berbentuk bulat dan pada bagian tengahnya berlubang segi empat. Di salah satu sisinya tertera huruf China. Ribuan keping uang koin kuno itu secara keseluruhan diperkirakan seberat 50 kilogram karena begitu banyaknya jumlah koin. Konon, uang koin itu merupakan sisa-sisa dari peninggalan pasukan Kubilai Khan yang pernah menyerang Kerajaan Kediri pada tahun 1293.
Menurut juru kunci situs Watu
Gilang, di tempat ini dimakamkan
beberapa orang yang pernah disebut dalam sejarah. Makam paling utama adalah Mbah Semuo, yang menurut cerita penduduk desa setempat merupakan ayah dari Anglingdharma. Ada juga makam Singo Wareng, Ronggowuni, Kyai Ageng Gringsing, Ronggojati, Sutejo Anom, Rojo Mulyo, dan Mbah Melati yang merupakan murid Mbah Semuo. Bahkan konon terdapat makam Syeh Abdul Khodir Jaelani, Syeh Subakir dan Syeh Maulana Malik Ibrahim serta Ki Ageng Serang berada di kompleks makam Watu Gilang ini. Meskipun berada di areal perhutanan, komplek pemakaman ramai dikunjungi peziarah dari berbagai kota di Jawa, bahkan dari luar Jawa seperti Bengkulu dan Kalimantan. Kunjungan paling ramai terutama pada hari Kamis Kliwon. Saat itu dipastikan sejumlah orang akan
datang ke makam Mbah Semuo.
Saat ini situs tersebut diurus oleh
seorang juru kunci bernama Cukup
Sudarsono, sekaligus merupakan
tokoh spiritual setempat. Dia
menjaga situs itu sejak tahun 1976
secara turun temurun dari
kakeknya, Nitiseno. Pada tahun
1990-an, Cukup kemudian diangkat
oleh BP3 Trowulan sebagai penjaga
situs. Menurut juru kuncinya,
kebanyakan yang berziarah ke
situs Watu Gilang ini untuk
keberhasilan pekerjaan. Biasanya
para pengunjung yang berziarah
wajib membawa 10 bungkus bunga
telon, minyak fanbo, dupa dan
kemenyan madu merah per satu
orang.
(Sumber:
lombafotoeksplorasi.blogspot.com dll)
Bagaimana menurut sesepuh dalam sisi supranatural.

Maaf kalo acak2an, soalnya buatnya lewat hp puh.
Diubah oleh anargyafauzan 02-06-2014 18:31


eja2112 memberi reputasi
1
5.7K
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan