Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

hijackerAvatar border
TS
hijacker
Pilih Mana, Hutang sama rakyat apa sama cukong-cukong
Menarik tulisan kompasiana ini. Ternyata kalau dipikir-pikir apa yang Dimulai salah satu capres "think out of the box" yang tidak mau tersandera oleh kepentingan-kepentingan "cukong"..

emoticon-I Love Indonesia (S) emoticon-I Love Indonesia (S)

Dana Kampanye dari Rakyat adalah Hutang Capres Kepada Rakyat



Sepulang dari kampus, saya buka berita di Kompas.com langsung tertuju pada salah satu judul yang menarik perhatian saya. Ya, berita bertajuk “Ingin Sumbang Jokowi-JK? Ini Nomor Rekeningnya”. Tentu saja ini menarik perhatian saya karena ini tidak lazim dilakukan oleh calon pemimpin selama pemilu.

Masih segar di dalam ingatan saya waktu Pilkada DKI dua tahun lalu, beberapa aksi kampanye yang unik dilakukan oleh tim Jokowi-Basuki dan relawannya. Seperti halnya baju kotak-kotak yang ternyata menginspirasi calon-calon pemimpin di daerah lain untuk melakukan hal yang sama.

Pada umumnya setiap kampanye pilkada atau pilpres dan pileg masyarakat diberi kaos cuma-cuma oleh tim. Tim mengeluarkan uang banyak untuk mempromosikan diri. Sehingga wajar jika mereka menghabiskan uang banyak dalam kampanyenya. Tapi di pilkada DKI, Jokowi-Basuki menggunakan cara yang unik. Tidak hanya karena memilih baju yang motifnya kotak-kotak, tapi cara menggalang masyarakat supaya mau menggunakan baju kotak-kotak juga berbeda. Masyarakat tidak dikasih baju secara cuma-cuma oleh tim Jokowi-Ahok. Tetapi masyarakat membeli baju kotak-kotak yang banyak dijual di pasaran. Masyarakat yang berminat dipersilahkan membelinya, sedangkan yang tidak suka ya tidak harus menggunakannya. Siapa yang menjualnya? Siapa saja yang berminat menjual baju itu. Tentu saja ini menjungkir balikkan pandangan umum masyarakat yang memandang bahwa maju menjadi pemimpin itu harus menyiapkan dana sendiri yang besarannya belum tentu dapat dijangkau kantong pribadi.

Cara kampanye ini juga memberi dampak psitif terhadap perputaran roda ekonomi rakyat. Menambah pundi-pundi banyak UKM. Jadi jelas, kampanye dengan cara ini memberi keuntungan kepada tiga kelompok: Jokowi sendiri yang terbantu dipromosikan namanya tanpa banyak mengeluarkan uang, UKM yang memproduksi atau menjual baju kotak-kotak, dan simpatisan yang membeli baju adalah yang suka rela mendukung Jokowi. Baju kotak-kotak sendiri jelas dapat digunakan kapanpun. Meski tidak dalam masa kampanye, orang bisa menggunakan bajunya. Jadi baju itu tidak dibuang cuma-cuma.

Sementara di ajang pilpres sekarang, Jokowi-JK membuka rekening untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberi sumbangan dana. Ini mengingatkan saya pada kampanye Faisal Basri yang pada waktu itu maju di Pilkada dengan jalur independen (lihat di sini). Meminta dana dari masyarakat apakah berarti Faisal Basri dan Jokowi-JK pengemis?

Tunggu dulu, ada beberapa hal menarik yang pantas dicatat dari penggalangan dana dari masyarakat untuk kampanye ini.

Pertama, calon pemimpin berarti berhutang ke rakyat. Bisa jadi pak JK sebagai wakil Jokowi punya banyak uang. Karenanya, tidak layak kita beri uang. Tetapi apakah mungkin Pak JK mengeluarkan uangnya hanya untuk kampanye. Pastinya membutuhkan dana tambahan. Biasanya, dalam pilkada atau pilpres ada istilahnya ‘cukong’ yang ini dicurigai memberikan sokongan dana dengan maksud meminta balas jasa. Alias sumbangannya tidak gratis. Jika calonnya jadi, seringnya para cukong ini dikabarkan minta jatah proyek sebagai balas jasa telah mendukung. Inilah yang sebenarnya tidak kita inginkan kan? Bagaimana jika sumbangan itu dari rakyat. Jika dana dari rakyat, calon pemimpin ini berarti punya hutang ke rakyat. Rakyat yang menyumbang berhak menuntut ke pemimpin jika dia terpilih dengan melakukan pembangunan yang bisa dirasakannya bersama rakyat lainnya. Jadi, pilih mana? Calon pemimpin punya hutang ke cukong atau calon pemimpin yang punya hutang ke rakyat yang ikut menyumbang?

Kedua, menumbuhkan rasa memiliki bersama. Uang Rp 1.000.000,- yang dikumpulkan dari satu atau dua orang saja, akan beda rasanya dengan uang Rp 1.000.000,- yang dikumpulkan dari 200 orang. Ini sama halnya dengan membangun gapura di desa yang hasil sumbangan dari satu sponsor/perusahaan dengan gapura desa yang berasal dari uang masyarakat dan dibangun atas azas gotong royong. Tentu saja gapura yang dibangun bersama-sama atas dana masyarakat akan menumbuhkan rasa memiliki bersama. Setiap orang akan ikut bertanggungjawab atas gapura itu dan ikut menjaga agar gapura tetap tegak berdiri dan jauh dari kerusakan. Tentang ini, saya jadi teringat sosok sopir taksi yang sangat antusias menceritakan usahanya mendukung Jokowi-Ahok dengan cara menjadi relawan di Jakarta (saya tulis di buku Jokowi (bukan) untuk Presiden). Dia mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri. Begitu Jokowi jadi Gubernur DKI, dia ikut bangga telah mengantarkan seorang cagub menjadi Gubernur di ibukota meski dia adalah penduduk Solo.

Ketiga, mengembalikan lagi makna pemimpin adalah utusan dari rakyat. Sudah sejak lama kita jauh dari pemimpin. Bahkan, siapa yang mau menjadi pemimpin saja kita tidak tahu. Ya, karena selama ini partai memunculkan nama pemimpin bukan atas usulan masyarakat, tetapi atas kemauan mereka sendiri yang berminat menjadi pemimpin. Bisa jadi mereka ini bukan harapan masyarakat. Mereka bisa saja mampu, tapi seringkali tidak bisa mewakili apa yang dimaui rakyat. Kemampuannya hanya untuk dirinya sendiri tetapi lupa akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin yang seharusnya memberi banyak manfaat bagi seluruh masyarakat. Dengan adanya kemauan rakyat memberi sumbangan dana, ini berarti ada dukungan kuat dari rakyat dan rakyat rela mengeluarkan uang demi kampanyenya, meski dalam pemilu di Indonesia seseorang baru bisa dicalonkan menjadi presiden jika diusulkan oleh suatu partai.

–ooOoo–

Ini mungkin sekian dari pelajaran baik yang telah diberikan oleh calon presiden kita. Pelajaran dari seorang calon pemimpin bahwa membesarkan negara itu membutuhkan campur tangan kita semua sebagai rakyat. Kami sebagai rakyat, butuh presiden yang bisa menjadi contoh baik bagi seluruh masyarakat dan bisa menyadarkan kita bahwa kita sebagai rakyat sangat berperan penting ikut serta menjadikan bangsa ini menjadi bangsa besar. Tindakan-tindakan baik ini bisa berawal dari segala tindakan saat kampanye pemilihan presiden.

Semoga pemilu kali ini berjalan aman, damai tanpa ada kekerasan fisik maupun psikis dan bisa memberi pelajaran politik yang baik kepada kita semua. Semoga.


sumber
http://lifestyle.kompasiana.com/cata...ampaign=Kanawp
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.1K
1
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan