Kaskus

News

way4xAvatar border
TS
way4x
Inilah Capres Pilihan Para Santri di Ponpes NU
Inilah Capres Pilihan Para Santri di Ponpes NU

[SURABAYA] Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Soleh Hayat mempersilakan bila para kiai sepuh NU punya afiliasi politik sendiri pada pemilu presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang. Soleh tidak memungkiri bahwa saat ini para ulama kultural NU telah terpolarisasi ke kubu calon presiden tertentu.

Misalnya pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, KH Nawawi Abdul Djalil, yang condong ke Prabowo Subianto setelah dikunjungi Capres Gerindra yang diantar puteri Gus Dur, Yenny Wahid. Demikian pula dengan sejumlah ulama di Kota dan Kabupaten Kediri, sepertipengasuh Pesantren Lirboyo KH Idris Marzuki, pengasuh Pesantren Al-Amien KH Anwar Iskandar, pengasuh Pesantren Al-Falah KH Zainudin Jazuli, dan lain-lain.

Adapun KH Salahuddin Wahid dari Pesantren Tebuireng serta KH Aziz Mansyur dari Pesantren Tarbiyatun Nasiin, Jombang, serta mantan Ketua Umum PBNU dua periode KH Hasyim Muzadi yang juga Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Hikam I Malang dan Al Hikam II Depok, menyatakan mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

Menurut Sholeh, NU Jatim tidak dapat membatasi sikap para ulama kultural yang telah kenyang pengalaman. Namun ia mengimbau bagi warga NU (nahdliyin) yang mendukung calon presiden, baik Prabowo maupun Jokowi, hendaknya tidak mengatasnamakan NU. “Dukungan politik itu hak masing-masing individu, tapi jangan membawa-bawa organisasi,” ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu (24/5)

Secara lembaga, kata Soleh, sikap NU sudah jelas, netral dan mengayomi semua pihak. “Kalau Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj mendukung pasangan Prabowo-Hatta Radjasa, itu dukungan pribadi, bukan kelembagaan. NU juga tidak mengeluarkan sikap politik bernada dukung-mendukung calon tertentu. Sebab ranah politik NU bukan politik praktis, tapi politik kebangsaan,” ujarnya sambil menambahkan, politik kebangsaan itu adalah politik yang mempersatukan rakyat dan mensejahterakan rakyat banyak, katanya.

Dengan jumlah pengikut mayoritas terbesar di Jawa Timur, nahdliyin menurut Soleh menjadikan semua pihak paham, NU merupakan organisasi kemasyarakatan yang selalu diperebutkan capres dari pemilu ke pemilu. Ulama pengasuh pondok yang memiliki santri ribuan juga selalu diperhitungkan untuk mendulang suara. Namun dalam urusan politik, kata Soleh, tidak semua santri mau menuruti perintah kiainya.

“Santri itu ya macam-macam. Ada santri yang mau nurut kiainya ketika disuruh nyoblos capres ini-itu. Tetapi tidak sedikit pula yang menolak dan diam-diam mencoblos sosok yang berbeda dengan anjuran kliainya. Santri sekarang susah maju dan mereka pada umumnya cenderung memilih bersadarkan rasionalitas,” kata Soleh menanggapi diterbitkan lembar tausyiah Pengasuh Ponpes Lirboyo yang mendukung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa, semalam.

Masyarakat, terutama kaum santri sudah paham, kemana dan apa latar belakang seorang ulama dalam dukung-mendukung pasangan tertentu itu. “Makanya, NU Jatim tetap netral,” tandas Ketua Tanfizdiyah PWNU Jatim, KH Hasan Mutawakkil Alallah menyikapi merapatnya mantan Ketua MK, Prof Mahfud MD sebagai tim sukses Prabowo Subianto-Hatta Radjasa yang diusung Gerindra, PAN, PPP, PKS, PBB dan Golkar.

“Itu hak politik pribadi Mahfud MD, yang bebas menentukan pilihan,” ujar Mutawakkil yang juga Pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong, Kabupaten Probolinggo itu. Menurut dia, apa pun yang tidak bertentangan dengan syariat agama, tidak ada masalah. Apalagi ini cuma memilih satu dari dua pasangan capres. Jadi tidak terlalu sulit ‘membaca’-nya, tambahnya.

Menurut dia, coblosan Pilpres itu hak orang perorang. Yang penting tetap berjuang demi kepentingan umat, ujarnya sambil menambahkan, Mahfud MD memang memiliki hubungan yang akrab dengan para kiai dan ulama NU di Jatim.

“Hubungan persaudaraan antara saya dengan Pak Mahfud, sesama anak bangsa, sesama umat Islam, dan sesama aktivis di kegiatan keumatan, juga dekat,” katanya lagi. Meski begitu, secara formal baik dia maupun Mahfud tidak pernah berbicara tentang politik praktis. “Kalau bicara politik kebangsaan, iya. Artinya bukan politik partisan tapi politik kebangsaan,” katanya.


Mustahil
Politik kebangsaan yang dia maksud antara lain strategi untuk menghadapi liberalisasi dan neoliberalisme.

Sementara itu pengamat politik dari Universitas Airlangga Surabaya Haryadi menilai, kiai NU pengasuh pesantren besar yang setara akan terfragmentasi orientasi politiknya dalam pilpres 2014, merupakan hal yang nyaris niscaya. Fragmentasi kiai-kiai dan pesantren NU dalam pilpres dikatakan niscaya, sebab telah berkembang sebagai mekanisme survival ekonomi NU dalam konteks pilpres.

“Mustahil membayangkan kiai dan pesantren NU solid hanya dukung satu capres, karena dari waktu ke waktu mereka berbeda-beda kepentingan. Padahal seharusnya sebagai panutan mesti mendahulukan kemaslahatan umat, kesejahteraan umat, bukan untuk kepentingan kelompok apalagi diri sendiri,” tandas Haryadi.

Ia sepakat dengan pendapat banyak pakar dan pengamat serta sejumlah ulama lainnya yang menyayangkan sejumlah tokoh NU yang justru tidak mendukung sosok dari komunitasnya sendiri, namun justru memilih komunitas lain yang telanjur membujuknya dengan imbalan janji jabatan dan material yang bersifat sementara. Meminjam istilah KH Muhammad Yusuf Chudlori dari Jateng, masak bapaknya nyalon, anaknya dan kakeknya tak mendukung. [ARS/N-6]

http://www.suarapembaruan.com/home/i...onpes-nu/56094


emoticon-Kiss tidak di pungkiri pemilih NU ada sekitar 40 juta .. semoga NU bisa memilih dengan Hati nurani dan tidak di pungkiri NU adalah sebagian dari GARDA TERDEPAN BANGSA INI emoticon-Kiss
0
1.4K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan