- Beranda
- Komunitas
- Pilih Capres & Caleg
Capres 2014 ? Mana yang lebih baik ?


TS
sigondar
Capres 2014 ? Mana yang lebih baik ?
[kalau agan menganggap bahwa salah satu masalah terpenting yang harus dihadapi bangsa Indonesia sekarang adalah korupsi dan birokrasi yang koruptif, maka langkah preventif sebelum kedua hal tersebut terjadi dimulai ketika partai-partai politik mulai menyusun koalisi sebelum government itu sendiri terbentuk.
Apa yang ane khawatirkan apabila Prabowo terpilih menjadi presiden itu sebenarnya bukan figur beliau, gaya kepemimpinan beliau, atau hal lainnya, tetapi koalisi partai-partai politik yang beliau bentuk berdasarkan politik transaksional. Dukungan dalam bentuk suara dalam pemilihan umum tidaklah diberikan secara sukarela, melainkan karena adanya syarat-syarat tertentu, salah satunya jabatan (baca: kursi menteri), Agan bisa lihat sendiri wawancara Fadel Muhammad di M*trotv yang menganalogikan Prabowo HR, dan ARB seperti Soekarno, Bung Hatta, dan Sjahrir apabila Prabowo terpilih sebagai presiden. Bagaimana dengan partai-partai lainnya ? saya yakin jika tidak ada 'mahar' yang diberikan oleh Prabowo maka tidak akan ada kesepakatan untuk berkoalisi. Jika mereka bersedia untuk memberikan dukungan tanpa syarat, kenapa tidak pilih koalisi Jokowi-JK yang notabene tidak menjanjikan apapun kepada parpol-parpol koalisinya ?
Kalau sebelum struktur pemerintahan itu sendiri terbentuk sudah terjadi kongkalikong, sekongkol, koalisi dengan membagi-bagikan jatah menteri, apa yang akan terjadi ketika pemerintahan sudah terbentuk berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya (baca: politik transaksional) ? Belum lagi parpol-parpol yang menyatakan dukungan unutk berkoalisi dengan Prabowo; PKS (kasus korupsi impor sapi, eks Presiden PKS) dan baru-baru ini kasus korupsi penyelenggaraan haji dgn tersangka Suryadharma Ali (ketua PPP)
kursi menteri jadi urusan parpol, bukan urusan individu yang memang kompeten di bidangnya; birokrasi yang terbentuk secara tidak sehat, akan menghasilkan public service yang juga di luar harapan; korupsi dilakukan bersama oleh mereka yang berada dalam struktur pemerintahan, dan lain sebagainya.
Kebijakan yang dibuat oleh Jokowi untuk tidak memberikan janji apapun kepada parpol-parpol yang ingin bergabung sebagai koalisi, rasa-rasanya, merupakan langkah awal terciptanya birokrasi yang bersih, transparan, dan bebas korupsi, dan public oriented. Reformasi birokrasi yang selama ini digadang-gadang berbagai instansi pemerintah, tidak akan menemukan jalan keluar, kalau pucuk pimpinan instansi tersebut pun bahkan menjadi incumbent karena hal-hal yang bersifat koruptif.
Kalau dilihat dari sudut pandang Jokowi, mencalonkan diri sebagai presiden tahun 2014 atau 2019, keduanya harga mati, keduanya memiliki risiko sama besarnya. Jokowi mencalonkan diri sbg presiden 2014, maka asumsi yang akan muncul adalah bahwa Jokowi tidak amanah, Jokowi pemimpin boneka, dsb, Jika Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden pada 2019, siapa yang bisa menjamin bahwa elektabilitasnya masih tetapi tinggi ? siapa yang bisa menjamin bahwa pemerintahan pusat yang terpilih pada tahun 2014 ini tidak akan menyudutkan kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta ? ini politik, apapun bisa terjadi, meski saudara memiliki niat baik untuk kemaslahatan bersama pun, saudara harus berpolitik.
Jokowi itu bukan siapa-siapa, dia tidak akan menjadi apapun kalau dia tidak punya 'kendaraan' untuk menghantarkannya sebagai pemimpin di negeri ini. Kalau dia tidak cerdik dalam politik, dia tidak akan bisa melakukan apapun meski, seperti yang ane bilang tadi, memiliki niat baik untuk bangsa Indonesia.
hal lain yang ingin ane soroti disini adalah muncul gerakan-gerakan kampanye (atau bentuk dukungan secara individual) yang mengaitkan Jokowi dengan isu-isu keagamaan dan kesukubangsaan. Kalau memang benar mereka yang mengumbar isu tersebut adalah bangsa Indonesia, putra Indonesia, dan memiliki rasa nasionalisme, berarti mereka sendiri yang tidak bangga dengan kebaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Di sisi lain bangga dengan kebhinnekaan yang dimiliki oleh bangsa ini, tapi di sisi lain malu dan tidak mau jika pemimpinannya bukan orang Islam. Apakah mereka-mereka yang beragama Nasrani, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu, dan agama lainnya yang tidak tertera di KTP itu bukan orang Indonesia ? apakah mereka yang chinese, keturunan eropa, dsb itu bukan orang Indonesia ? Siapa yang bisa menjamin bahwa mereka tidak memiliki rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia ? silahkan agan jawab sendiri.
setuju atau tidak semua terserah agan, saya tidak berhak untuk mendikte pendapat agana-agan sekalian disini. tapi ketika kebebasan berpendapat dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan bahkan memicu reaksi-reaksi destruktif, gak usah belagu, gak usah bangga sebagai WNI yang katanya demokratis, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, silahkan pahami kembali nilai-nilai Pancasila, yang katanya the way of life-nya bangsa Indonesia.
Hehehehe, cukup segitu, silahkan berkomentar
Apa yang ane khawatirkan apabila Prabowo terpilih menjadi presiden itu sebenarnya bukan figur beliau, gaya kepemimpinan beliau, atau hal lainnya, tetapi koalisi partai-partai politik yang beliau bentuk berdasarkan politik transaksional. Dukungan dalam bentuk suara dalam pemilihan umum tidaklah diberikan secara sukarela, melainkan karena adanya syarat-syarat tertentu, salah satunya jabatan (baca: kursi menteri), Agan bisa lihat sendiri wawancara Fadel Muhammad di M*trotv yang menganalogikan Prabowo HR, dan ARB seperti Soekarno, Bung Hatta, dan Sjahrir apabila Prabowo terpilih sebagai presiden. Bagaimana dengan partai-partai lainnya ? saya yakin jika tidak ada 'mahar' yang diberikan oleh Prabowo maka tidak akan ada kesepakatan untuk berkoalisi. Jika mereka bersedia untuk memberikan dukungan tanpa syarat, kenapa tidak pilih koalisi Jokowi-JK yang notabene tidak menjanjikan apapun kepada parpol-parpol koalisinya ?
Kalau sebelum struktur pemerintahan itu sendiri terbentuk sudah terjadi kongkalikong, sekongkol, koalisi dengan membagi-bagikan jatah menteri, apa yang akan terjadi ketika pemerintahan sudah terbentuk berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya (baca: politik transaksional) ? Belum lagi parpol-parpol yang menyatakan dukungan unutk berkoalisi dengan Prabowo; PKS (kasus korupsi impor sapi, eks Presiden PKS) dan baru-baru ini kasus korupsi penyelenggaraan haji dgn tersangka Suryadharma Ali (ketua PPP)

kursi menteri jadi urusan parpol, bukan urusan individu yang memang kompeten di bidangnya; birokrasi yang terbentuk secara tidak sehat, akan menghasilkan public service yang juga di luar harapan; korupsi dilakukan bersama oleh mereka yang berada dalam struktur pemerintahan, dan lain sebagainya.
Kebijakan yang dibuat oleh Jokowi untuk tidak memberikan janji apapun kepada parpol-parpol yang ingin bergabung sebagai koalisi, rasa-rasanya, merupakan langkah awal terciptanya birokrasi yang bersih, transparan, dan bebas korupsi, dan public oriented. Reformasi birokrasi yang selama ini digadang-gadang berbagai instansi pemerintah, tidak akan menemukan jalan keluar, kalau pucuk pimpinan instansi tersebut pun bahkan menjadi incumbent karena hal-hal yang bersifat koruptif.
Kalau dilihat dari sudut pandang Jokowi, mencalonkan diri sebagai presiden tahun 2014 atau 2019, keduanya harga mati, keduanya memiliki risiko sama besarnya. Jokowi mencalonkan diri sbg presiden 2014, maka asumsi yang akan muncul adalah bahwa Jokowi tidak amanah, Jokowi pemimpin boneka, dsb, Jika Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden pada 2019, siapa yang bisa menjamin bahwa elektabilitasnya masih tetapi tinggi ? siapa yang bisa menjamin bahwa pemerintahan pusat yang terpilih pada tahun 2014 ini tidak akan menyudutkan kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta ? ini politik, apapun bisa terjadi, meski saudara memiliki niat baik untuk kemaslahatan bersama pun, saudara harus berpolitik.
Jokowi itu bukan siapa-siapa, dia tidak akan menjadi apapun kalau dia tidak punya 'kendaraan' untuk menghantarkannya sebagai pemimpin di negeri ini. Kalau dia tidak cerdik dalam politik, dia tidak akan bisa melakukan apapun meski, seperti yang ane bilang tadi, memiliki niat baik untuk bangsa Indonesia.
hal lain yang ingin ane soroti disini adalah muncul gerakan-gerakan kampanye (atau bentuk dukungan secara individual) yang mengaitkan Jokowi dengan isu-isu keagamaan dan kesukubangsaan. Kalau memang benar mereka yang mengumbar isu tersebut adalah bangsa Indonesia, putra Indonesia, dan memiliki rasa nasionalisme, berarti mereka sendiri yang tidak bangga dengan kebaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Di sisi lain bangga dengan kebhinnekaan yang dimiliki oleh bangsa ini, tapi di sisi lain malu dan tidak mau jika pemimpinannya bukan orang Islam. Apakah mereka-mereka yang beragama Nasrani, Buddha, Hindu, Kong Hu Cu, dan agama lainnya yang tidak tertera di KTP itu bukan orang Indonesia ? apakah mereka yang chinese, keturunan eropa, dsb itu bukan orang Indonesia ? Siapa yang bisa menjamin bahwa mereka tidak memiliki rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia ? silahkan agan jawab sendiri.
setuju atau tidak semua terserah agan, saya tidak berhak untuk mendikte pendapat agana-agan sekalian disini. tapi ketika kebebasan berpendapat dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan bahkan memicu reaksi-reaksi destruktif, gak usah belagu, gak usah bangga sebagai WNI yang katanya demokratis, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, silahkan pahami kembali nilai-nilai Pancasila, yang katanya the way of life-nya bangsa Indonesia.
Hehehehe, cukup segitu, silahkan berkomentar
Diubah oleh sigondar 23-05-2014 12:01
0
3.4K
19
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan