- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mata Najwa : Hukuman Salah Alamat!


TS
boeladiegh
Mata Najwa : Hukuman Salah Alamat!

MENGAYOMI dan MELAYANI MASYARAKAT

Spoiler for 1. Andro Suprianto - Korban Salah Tangkap:
Andro Suprianto (18) dan Nurdin Prianto (23), kini telah menghirup udara bebas setelah sebelumnya sempat mendekam di tahanan sekitar 10 bulan. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, menyebut keduanya tidak terlibat kasus pembunuhan Dicky Maulana (18) pada 1 Juli 2013 lalu.
Hingga keduanya bisa menghirup udara bebas bukanlah proses sederhana. Keluarga bahkan harus "pontang-panting" berkeliling mencari dukungan, mulai dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, hingga meminta bantuan Oegroseno, mantan Wakapolri.
Ibunda Andro, Marni (51), mengatakan sejak penangkapan putranya pada 1 Juni 2013, ia selalu berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Andro dan teman-teman anaknya itu ia mintai keterangan, hingga akhirnya ia simpulkan Andro dan teman-temannya tidak bersalah.
"Tapi anak saya dan teman-temannya tetap diproses," katanya, kepada TRIBUNnews.com, di kediamannya, di Kreo, Kota Tangerang, Banten, Rabu (30/4/2014).
Seperti diketahui, Andro dan teman-temannya datang ke kolong jembatan Cipulir, Jakarta Selatan pada Minggu sekitar pukul 10.00 WIB, dan di tempat itu Dicky yang tak dikenalnya sudah terkulai lemas akibat sejumlah luka bacok di tubuhnya. Andro dan teman-temannya bukannya melaporkan hal tersebut, malahan mengajak Dicky berbicara hingga akhirnya mereka tidur di kolong jembatan itu. Tak lama kemudian Dicky pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Setelah menemukan Dicky tewas para pengamen jalanan itu lalu melaporkan penemuan tersebut ke warga sekitar, hingga akhirnya polisi datang. Namun justru Andro dan teman-temannya yang ditahan, hingga akhirnya diadili.
Sejak awal Marni beserta pengacara Andro dan teman-temannya sudah melaporkan kasus salah tangkap itu ke Propam Polda Metro Jaya. Namun laporan itu tidak ditanggapi. Di tengah-tengah kekalutan itu oleh pengacara dari LBH Jakarta, Johanes Gea ia ditawari nomor telpon Oegroseno, tang pada waktu itu masih menjabat Wakapolri.
"Saya telepon dia, saya ceritakan semuanya, anak saya dan teman-temannya tidak bersalah," katanya.
Pada 17 Januari lalu Andro dan Nurdin dijatuhi hukuman masing-masing 7 tahun penjara. Ia pun tidak terima dengan putusan tersebut, Marni bahkan sempat histeris di ruang pengadilan. Perempuan asal Sumatera Barat itu akhirnya menghubungi sang Waka Polri, dan menyampaikan vonis itu.
"Saya bilang gimana nih pak, anak saya tidak salah, tapi dihukum tujuh tahun penjara. Pak Oegroseno lalu minta saya datang ke kantornya," katanya.
Marni kemudian menyambangi Polda Metro Jaya untuk mencari Wakapolri. Sesampainya di Polda ia baru diberitahu bahwa Wakapolri berkantor di Mabes Polri.
"Saya akhirnya ke Mabes Polri, di sana saya langsung bilang saya mau ketemu pak Oegroseno, petugas di sana langsung mengantar saya ke kantor pak Oegro," tuturnya.
Marni akhirnya bisa bertemu sang Wakapolri, dan kembali menceritakan kemalangan yang menimpa putranya serta teman-teman putranya itu. Oegroseno juga yang menguatkan Marni untuk melaporkan para penyidik Polda Metro Jaya yang menurutnya lalai.
"Pak Oegroseno bilang penyidik harus dituntut, kalau bisa dimintai ganti rugi Andro sama Nurdin yang selama ini dipenjara," tuturnya. TKP
Spoiler for 2. Ket San - Korban Rekayasa Kasus:
Polisi terbukti merekayasa kasus narkoba terhadap Ket San (21) dan Rudy Santoso (41). Ket San pun menggugat Kapolri dkk karena merasa dirugikan, baik karena dipenjara, tak bisa bekerja atau penyiksaan yang dialaminya. Tapi polisi lolos dari tanggung jawab perdata atas perbuatannya. Mengapa?
Ket San sempat dipidana 4 tahun oleh Pengadilan Negeri (PN) Sambas dan Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak. Karena dipenuhi rekayasa maka pada 27 Juli 2010, MA membebaskan Ket San serta merehabilitasi nama Ket San.
Atas rekayasa itu, Ket San menggugat ketiga Kapolri, Kapolda Kalimantan Barat dan Kapolres Sambas sebesar Rp 381 juta untuk kerugian immateril dan Rp 1 miliar untuk kerugian imaterial. Namun gugatan ini kandas baik di PN Sambas mau pun di tingkat banding.
"Putusan pembebasan ini tidak bisa dijadikan dasar untuk menentukan ganti rugi terhadap perbuatan tergugat karena perbuatan tergugat bukan merupakan perbuatan melawan hukum," putus Pengadilan Tinggi Pontianak seperti dilansir websita MA, Selasa (7/1/2014).
Majelis hakim menilai perbuatan polisi tersebut merupakan hak wewenang yang diberikan UU yaitu pasal 7 dan pasal 20 KUHAP tentang penahanan dan pasal 21 ayat 4 yang semuanya dilakukan guna kepentingan pemeriksaan terhadap terdakwa.
Semua tindakan yang dilakukan dalam kasus tersebut adalah sah menurut hukum, sudah dilandasi serta menurut prosedur yang ditentukan dalam KUHAP maupun UU lain yang merupakan hak dan wewenang dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana demi tegaknya hukum dalam negara hukum.
"Alasan Ket San tidak dapat dibenarkan karena tidak mempunyai dasar hukum (rechts grondslag)." ucap majelis yang terdiri dari Dam Dam Bachtiar, TH Tampubolon dan Herry Sasongko pada 6 Desember 2011.
Tidak terima, lalu Ket San mengajukan kasasi. Namun lagi-lagi polisi lolos dari tanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada Ket San atas rekayasa yang telah diperbuatnya.
Lewat putusan kasasi bernomor 2407 K/PDT/2012, MA menolak permohonan Ket San pada 27 Agustus 2013 lalu. Duduk sebagai majelis hakim yaitu hakim agung Dr M Saleh sebagai ketua majelis dan Prof Dr Abdul Manan serta Syamsul Maarif PhD selaku hakim anggota. TKP
Spoiler for 3. Almarhum Faisal dan Budri:
Faisal dan Budri, tahanan Polsek Sijunjung, Sumatera Barat, diduga disiksa saat dalam tahanan, bukan melakukan aksi bunuh diri dengan cara menggantung diri. Hal inilah yang mendorong keluarga keduanya mengadukan hal tersebut ke Mabes Polri, Jakarta, Kamis (12/1/2012).
Samsidar, ibunda dari Faisal dan Budri serta kakak mereka, Didi Firdaus datang ke Bareskrim Polri didampingi oleh penasehat hukum yaitu Direkur Direktorat Advokasi YLBHI, Kadir Wokanubun dan Vino Oktavia, Direktur LBH Padang. Mereka mengadukan kematian Faisal dan Budri yang diduga bukan karena bunuh diri tapi karena kekerasan oleh oknum polisi di Polsek tersebut.
“Tujuan kedatangan itu lapor tentang tindak pidana ya. Laporan polisi dugaan penyiksaan terhadap anak-anak itu,” ujar Kadir yang saat itu memakai baju kemeja berwarna merah.
Mereka datang dan membawa bukti foto yang diduga hasil kekerasan terhadap keduanya. Menurut para penasehat hukum keluarga anak-anak tersebut, pihaknya punya fakta sendiri terkait adanya dugaan pembunuhan tersebut. Dimana ada dugaan kekerasan terhadap kedua anak tersebut. Hal ini didapat dari hasil temuan LBH Padang yang menanyakan langsung pada dokter forensik Faisal dan Budri.
“Ada keterangan yang sama yang disampaikan bahwa dari hasil forensik memang menunjukan ada tanda-tanda bekas luka yang diduga didapat dari penyiksaan selama keduanya berada di tahanan. Ini yang akan kami minta telusuri,” tutur Vino.
Sebelumnya diberitakan Kejadian bermula dari Faisal (14 thn) yang pada Rabu (21/12/2011) pukul 14.00 WIB ditangkap polisi dengan tuduhan mengambil uang kotak infaq masjid. Belum sempat keluarganya menyelesaikan masalah pidana tersebut, 5 hari kemudian pada hari Senin (26/12/2011) Butri M Zen (18 thn) kakak dari Faisal juga ditangkap polisi dengan tuduhan kasus pidana Curanmor.
Mereka kemudian ditemukan tewas dengan gantung diri di kamar mandi menggunakan baju tahanan. Kepolisian setempat mengambil kesimpulan ini murni gantung diri sehingga tidak perlu diadakan penyidikan. [URL="http://www.lensaindonesia..com/2012/01/12/budri-dan-faisal-bukan-gantung-diri-melainkan-disiksa-oknum-polisi-saat-di-tahanan.html"]TKP[/URL]
Inilah bukti ketidak beresan penegak hukum di Indonesia, dimana rakyat yang menjadi korban hanya untuk mencapai suatu ambisi keduniawian

Diubah oleh boeladiegh 22-05-2014 08:55
0
6K
Kutip
38
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan