Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

deshieva501Avatar border
TS
deshieva501
Menunggu Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu?
Tulisan saya kali ini sebenarnya bukan untuk membahas Pemilu 2014, karena pesta demokrasi tersebut masih hanya kemungkinan. Belum pasti bisa terjadi. Saya justru tertarik dengan pola kampanye di setiap Pilpres (Pemilihan Presiden) yang selalu sama; mencocokkan salah satu capres dengan sosok legenda Satria Piningit.

Tidak hanya pada masa kampanye Pilpres 2004 dan Pilpres 2009 lalu, pada masa kampanye Pilpres 2014 yang sebentar lagi (mungkin) terjadi pun demikian. Jujur saya kasihan pada Anda semua. Terlanjur berekspektasi tinggi, namun pada akhirnya selalu kecewa. Tulisan ini dibuat pada bulan Maret 2014, dan sejauh saya mengamati, tidak ada satupun capres peserta pemilu kali ini yang terindikasi adalah Satria Piningit.

Satria Piningit adalah sebuah istilah yang kira-kira maknanya adalah sosok ksatria yang disembunyikan. Seperti halnya pengantin, ksatria tersebut dipingit di dalam sebuah dimensi ruang dan waktu, yang di dalam dunia pewayangan sering disebut Kawah Chandradimuka.

***

Satria Piningit memang dipersiapkan oleh Allah SWT untuk menyelamatkan bangsa Indonesia dari kehancuran. Karena memiliki tugas sedemikian berat, ia akan selalu mengalami penderitaan sejak kecil. Ia memang dipersiapkan Gusti Allah dengan jalan penderitaan. Anda jangan salah, penderitaan itu membuat seseorang kuat, mulia, dan tangguh.

Coba saja kita lihat cerita-cerita klasik para nabi. Nabi Musa a.s. sejak bayi sudah dipisahkan dari kedua orangtuanya oleh Allah SWT, karena beliau ditakdirkan menyelamatkan Bani Israil. Nabi Isa a.s. sejak bayi sudah difitnah sebagai “anak haram” oleh semua tetangganya, karena beliau lahir tanpa bapak. Nabi Muhammad SAW sejak bayi sudah yatim, lalu selang beberapa tahun ibu beliau pun meninggal juga. Adakah nabi yang hidup enak?

Untuk bisa menanggung amanat penderitaan rakyat, seorang calon presiden legendaris harus menjalani kehidupan yang luar biasa menderita. Hanya orang yang pernah menderita saja yang tahu apa artinya “menderita”. Maka, sejak kecil ia harus diceburkan ke Kawah Chandradimuka, agar bisa dilantik menjadi Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu di usia dewasa.

Menjadi seorang presiden sebuah negara bukanlah hal yang mudah. Apalagi bila tugasnya adalah menyelamatkan sebuah negara dari kehancuran, apalagi bila tugasnya adalah menerangi ratusan juta rakyat dari kegelapan.

Kalau Anda mau tahu karakteristik presiden ideal, Anda harus merujuk karakteristik Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu. Orang cerdas di Indonesia itu ada sangat banyak, tapi semuanya itu tidak boleh menjadi presiden, karena seorang presiden harus berwatak satria.

Kalau asal cerdas, orang itu akan jadi pejabat yang “memintari” rakyat. Karena cerdas, orang itu akan susah ditangkap. Kalaupun bisa ditangkap, orang cerdas itu akan susah dipenjara. Kalaupun bisa terbukti bersalah dan dipenjara, pejabat korup itu akan menggunakan segala kecerdasannya untuk dihukum ringan. Jadi, cerdas saja tidak cukup, harus juga berwatak satria.

Seorang presiden yang baik haruslah ksatria; memiliki keberanian untuk membela Tanah Air. Bukan keberanian karena amarah, tapi keberanian karena cinta. Seorang presiden yang baik adalah seorang presiden yang negarawan.

Meski demikian, watak satria saja tidak cukup untuk menyelamatkan bangsa Indonesia, masih butuh watak pinandhita. Seorang presiden yang tidak pinandhita mustahil bisa memperbaiki Indonesia, apalagi sampai bisa menyelamatkan sebuah bangsa yang sedang di ambang kebinasaan.

Seorang presiden yang baik haruslah seperti pendeta (sufi); memiliki daya spiritualitas yang tinggi. Mampu hidup sederhana, meski menjabat posisi presiden. Tidak korupsi, meski memegang kendali atas ribuan triliun rupiah uang negara.

Meski sudah Satria Pinandhita, itu masih belum cukup untuk menyelamatkan Indonesia. Seorang presiden sehebat apapun, masih tetap butuh sinisihan wahyu. Untuk menyelamatkan Indonesia, mutlak butuh bimbingan Tuhan. Dalam memimpin, tiap hari dikirimi wahyu—dalam artian “ilham yang istimewa”—oleh Tuhan. Bukan wahyu dalam pengertian nabi dan rasul.

Masalah di Indonesia sangat amat kompleks, tidak mungkin ada orang bisa menanganinya sendiri. Sehebat apapun presiden itu, meski bagaikan campurannya Bung Karno (ksatria) dan Gus Dur (sufi) sekalipun, ia mustahil mengandalkan dirinya sendiri. Bangsa Indonesia sudah di ambang batas kebinasaan. Tidak ada jalan lain, kecuali minta dibimbing Allah SWT.

Banyak masalah di Indonesia saling berkaitan seperti simpul banyak tali. Mustahil ada presiden bisa mengurainya satu per satu tanpa bimbingan Allah. Misalnya, bangsa Indonesia dahulu sanggup membuat pesawat terbang, tapi kenapa sampai sekarang bangsa Indonesia tidak bisa membuat industri otomotif, sekalipun hanya motor bebek dan mobil sedan? Misalnya, bangsa Indonesia mempunyai tanah yang sangat subur dan sumber daya manusianya sangat banyak, tapi kenapa tidak pernah swasembada pangan? Dan ratusan permisalan lainnya.

***

Satria Piningit bisa menyelamatkan bangsa Indonesia, adalah karena dia itu manusia kelas satu dan bangsa Indonesia kini diisi manusia kelas dua. Dalam ilmu tasawuf, manusia kelas satu adalah orang yang tahu dan dia tahu kalau dia mengerti. Sedangkan manusia kelas dua adalah, orang yang tahu tapi dia tidak tahu kalau dia tahu.

Maksudnya begini, Satria Piningit adalah manusia nusantara yang hebat dan dia tahu kalau dirinya hebat. Sedangkan bangsa Indonesia kini diisi oleh jenis orang hebat tapi tidak tahu bahwa dirinya itu hebat. Bangsa Indonesia masa kini tidak tahu kehebatan dirinya sendiri. Bangsa Indonesia masa kini tidak tahu bahwa dirinya adalah bangsa unggul.

Berbeda dengan Satria Piningit. Dia hebat dan tahu kalau dirinya hebat. Dia tahu nenek moyangnya hebat dan tahu bangsanya memiliki gen bangsa hebat. Para leluhur kita belasan abad lalu sanggup membuat bangunan megah yang bernama Candi Borobudur, yang mana sampai sekarang tidak bisa ditiru bangsa manapun. Para leluhur kita belasan abad lalu sanggup membuat kapal pelayaran yang jauh lebih besar dari bikinan bangsa maritim manapun kala itu. Para leluhur kita belasan abad lalu sanggup membuat keris dari batu meteor, di saat semua bangsa lain hanya bisa membuat pedang biasa dari bahan logam besi/baja saja.

Dalam ilmu tasawuf, manusia jenis pertama ini wajib diikuti, karena “orang yang tahu dan dia tahu bahwa dirinya tahu” bisa mengajari manusia jenis kedua. Bangsa Indonesia yang aslinya hebat, tapi menjadi bangsa yang inferior (kalah), pada dasarnya karena tidak percaya diri. Akhirnya, bangsa yang panjangnya seperdelapan keliling Bumi dan rakyatnya ada ratusan juta orang, bisa dilecehkan negara yang luasnya tidak sebesar DKI Jakarta.

Seperti halnya Bung Karno. Meski saat itu 90% rakyat Indonesia tidak sekolah, bangsa Indonesia ditakuti Uni Soviet dan Amerika Serikat sekaligus. Karena bangsa Indonesia percaya diri, karena bangsa Indonesia berguru pada Bung Karno.

Seperti halnya Gus Dur dan NU. Meski saat itu 90% nahdliyyin adalah orang perdesaan, NU ditakuti rezim Orde Baru dan terkenal di dunia internasional sekaligus. Karena NU percaya diri, karena nahdliyyin berguru pada Gus Dur.

Saya sedikit bercerita tentang Satria Piningit bukan untuk membuat Anda sekalian pesimis pada semua capres Pilpres 2014. Saya justru ingin membesar-besarkan hati Anda sekalian. Sehingga Anda sekalian tidak terlalu kecewa pada siapapun presiden yang terpilih nanti, karena sejak awal Anda sekalian tidak terlalu berharap.

Saya pun tidak meminta Anda menunggu sosok itu. Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu memang benar-benar ada, tapi bukan untuk ditunggu. Dia adalah manusia nusantara, dia mempunyai sifat “bisa merasa”. Dia tidak mungkin mengiklan-iklankan dirinya “merasa bisa” memperbaiki Indonesia di TV atau koran.

Presiden impian itu ada di rahim rakyat dan suka menyembunyikan diri. Dia selalu “bisa merasa”, maka dari itu dia selalu rendah hati. Iso rumangsa, kalau kata orang Jawa. Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu harus dicari rakyat dan dipaksa-paksa mau memimpin Indonesia.

***

Saya beri 4 kata kunci ciri katon sosok legendaris tersebut; menguasai ilmu sains, ilmu filsafat, ilmu teatrikal, dan dan ilmu musik. Keempat elemen itu adalah indikatornya, karena memang harus ada pada sosok tersebut. Saya bisa tahu, karena saya mempelajari Pangeran Diponegoro.

Sebenarnya Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu itu ada di setiap bangsa dan seperti siklus. Sosok tersebut akan diciptakan Allah SWT di setiap era, bila sebuah bangsa sudah luar biasa menderita. Pangeran Diponegoro tidak seperti yang Anda bayangkan, karena saya tidak percaya pada sejarawan Belanda.

Pangeran Diponegoro tidak pakai jubah Arab, tapi pakai blangkon. Pangeran Diponegoro memang pangeran kerajaan Nusantara-Jawa, tapi beliau berperang atas nama bangsa nusantara. Tidak yang namanya Perang Jawa, karena semua kerajaan di nusantara berperang di bawah komando beliau.

Tapi, oleh para ahli strategi VOC, Pangeran Diponegoro pakaiannya diarab-arabkan, skala perangnya dijawa-jawakan, dan sebab perangnya dibikin sangat sepele (masalah penggusuran kuburan). Pangeran Diponegoro memang sengaja dibuat jauh dari hati rakyat. Sudah sok arab, primordial Jawa, orang lebay lagi. Begitu kira-kira sasaran asli “sejarah” Pangeran Diponegoro yang Anda nikmati selama ini. Anda masih percaya biografi pahlawan bangsa kita adalah yang seperti diceritakan musuh-musuhnya?

Anda jangan tanya pada saya, karena saya juga masih mencari Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu itu. Saya juga kesulitan mencari, sebab dia berprilaku seperti Nabi Muhammad SAW. Dia itu bangsawan, tapi menutupi keningratan. Dia selalu dipercaya banyak orang untuk menyelesaikan suatu masalah, tapi tak pernah berambisi menjadi pemimpin.

Saat dia diberitahu sudah pilih oleh Allah SWT membimbing bangsa Indonesia, dia justru lari dari kenyataan. Seperti halnya Nabi Muhammad SAW sangat ketakutan ditransfer wahyu oleh malaikat Jibril, dan lari ke rumah saat sudah proses itu selesai, bahkan menutupi tubuhnya dengan selimut sambil gemetar. Sampai-sampai Bunda Khaddijah keheranan.

Prilaku orang yang “bisa merasa” memang sangat berbeda dengan prilaku orang yang “merasa bisa” saat memandang amanah dari Gusti Allah. Itulah sebabnya saya juga kesulitan mencarinya.
0
6.1K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan