Ketua Mahkamah Agung (MA) dan jajarannya mencarter pesawat jet menggunakan uang rakyat dalam kunjungan kerja ke Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra). Selain melanggar aturan, hal ini juga dinilai menghamburkan uang negara.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113/PMK/05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap, Ketua MA maksimal diperkenankan menggunakan pesawat kelas bisnis.
"Selain menyalahi ketentuan juga soal nurani. Tega menggunakan uang negara yang juga uang rakyat dengan menghamburkan uang negara," kata komisioner KY, Imam Anshori Saleh kepada detikcom, Sabtu (17/5/2014).
Berdasarkan lampiran IV PMK itu, diatur bahwa Ketua MA maksimal menggunakan tiket pesawat kelas bisnis. Selain Ketua MA, pejabat negara yang diperbolehkan menggunakan kelas bisnis yaitu:
1. Ketua/Wakil Ketua DPR, MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK.
2. Menteri atau Pejabat setingkat Menteri
3. Gubernur/Wakil Gubernur
4. Bupati/Walikota
5. Ketua/Wakil Ketua/Anggota Komisi
6. Pejabat Eselon I, serta pejabat lainnya yang setara
Untuk kapal laut, mereka berhak mendapat fasilitas kelas VIP/Kelas 1A
Namun aturan tinggal aturan. Sebanyak 65 pejabat teras MA hadir dalam kesempatan itu. Ke 65 orang tersebut berangkat dari bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur dengan mencarter pesawat jet.
Ikut dalam rombongan itu Ketua MA Hatta Ali, Wakil Ketua MA bidang Yudisial M Saleh, Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial Suwardi, seluruh Ketua Kamar (kecuali ketua kamar pidana, hakim agung Artidjo Alkostar), Ketua Muda MA, Panitera MA Soeroso Ono dan lainnya.
"Memang ada dana operasional pimpinan lembaga negara. Tapi penggunaannya harus tetap wajar. Kalau untuk mencarter pesawat ya berlebihan," ujar Imam.
Menurut MA, untuk perjalanan dan akomodasi peserta dibebankan kepada DIPA masing-masing satker. Sedangkan untuk Tim MA dibebankan kepada DIPA Badan Urusan Administrasi dan Kepaniteraan MA.
"Khusus untuk transportasi pimpinan, karena keterbatasan jadwal pesawat reguler menuju tempat penyelenggaraan pembinaan, maka perjalanan menuju Wakatobi menggunakan pesawat di luar jadwal reguler. Pembiayaan extra flight ini dibebankan kepada biaya operasional yang dialokasikan untuk masing-masing pimpinan MA," dalih Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur.
lanjut
Spoiler for :
Dalam website MA yang dikutip detikcom, Sabtu (17/5/2014), Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur menyatakan khusus untuk transportasi pimpinan, karena keterbatasan jadwal pesawat reguler menuju tempat penyelenggaraan pembinaan, maka perjalanan menuju Wakatobi menggunakan pesawat di luar jadwal reguler.
"Pembiayaan extra flight ini dibebankan kepada biaya operasional yang dialokasikan untuk masing-masing pimpinan MA," ujar Ridwan.
Nah, berapakah biaya operasional pimpinan MA sehingga mampu carter pesawat jet? Berdasarkan Peraturan Sekretaris MA (Persekma) Nomo 5/2013, pimpinan mendapat biaya operasional per bulan sebesar:
1. Ketua MA sebesar Rp 150 juta
2. Dua Wakil Ketua masing-masing Rp 75 juta
3. Tujuh orang Ketua Kamar masing-masing Rp 25 juta
Sehingga total biaya operasional bulan Mei pimpinan MA yaitu Ketua dan Wakil Ketua sebanyak Rp 300 juta ditambah 6 Ketua Kamar (minus ketua kamar pidana Artidjo Alkostar karena tidak ikut dalam kunjungan ke Wakatobi) sebanyak Rp 150 juta. Total uang pimpinan yang dikumpulkan sebanyak Rp 450 juta.
Namun apakah uang operasional pimpinan MA hanya untuk menyewa pesawat jet? Tentu tidak. Menurut Persekma itu, alokasi anggaran itu juga digunakan untuk:
1. Jamuan makan
2. Sewa perlengkapan
3. Tiket istri/suami dalam rangka pendampingan perjalanan dinas dalam negeri
4. Biaya TV berlangganan
5. Tambahan biaya listrik
6. Biaya ucapan selamat/bela sungkawa
7. Biaya cinderamata
8. Pembelian jas, baju, batik, sepatu, dasi, kaos kaki
9. Biaya pulsa dan internet
10. Biasa laundry
11. Biaya pembelian suplemen
12. Biaya parkir
13. Biaya tol
14. Biaya pembelian buku
15. Biaya keperluan sehari-hari seperti snack, kopi, susu, teh
16. Biasa pengiriman surat-surat khusus
sambutan dari pemkab
Spoiler for :
Rombongan menginap di Patuno Resort, Hotel Aziziyah, Hotel Wakatobi, Hotel Wisata, Hotel Nur Riski, Hotel Fadel dan Wisma Maharani. "Mahkamah Agung RI menggelar Rapat Kerja di Kabupaten Wakatobi. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Aula Patuno Beach Resort di Wangi-Wangi, berlangsung dari tanggal 2 sampai 5 Mei 2014," kata Kepala Bagian Humas dan Protokoler Setda Wakatobi La Ode Usra seperti dilansir di websitenya, Senin (5/5/2014).
La Ode Usra menjelaskan dalam kegiatan ini dilakukan pembicaraan seputar pembinaan teknis dan administrasi justisial. Acara itu dihadiri 183 peserta yang terdiri dari perwakilan MA sebanyak 65 orang, perwakilan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara 59 orang dan peserta dari Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah yang juga berjumlah 59 orang. "Peserta kegiatan ini terdiri dari para Ketua Pengadilan Tinggi, Wakil Ketua, hakim serta panitera atau sekretaris pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama pada empat lingkungan peradilan di wilayah Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah," terangnya.
Sebagai tuan rumah, lanjut La Ode, Pemerintah Kabupaten Wakatobi memberikan dukungan berupa penyediaan kendaraan bagi semua peserta. Selain itu seluruh peserta dijemput dengan tarian Polawasi (ucapan selamat datang) dan disambut oleh para tokoh adat dari Sara Wanse, Mandati, Liya dan Kapota, saat tiba di Bandara Matahora. Hadir bersama Ketua MA, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial dan seluruh Ketua Kamar kecuali Kamar Pidana.
Atas penyelenggaraan raker yang sangat jauh ini, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur tidak bisa dikonfirmasi. HP nya yang biasa aktif dimatikan. Adapun telepon dan SMS yang ditujukan langsung ke Ketua MA Hatta Ali juga tidak mendapat respon. Adapun Komisi Yudisial (KY) mengkritik jauhnya lokasi raker. "MA perlu mempertimbangkan aspek efisiensi, jangan sampai malah menjadi beban PN atau Pengadilan Tinggi," ujar komisioner Imam Anshori Saleh saat dikonfirmasi secara terpisah. Lalu, mengapa harus jauh-jauh ke Wakatobi hanya untuk rapat?
dokumentasi kegiatan melalui web ma
Spoiler for :
Wakatobi – Humas : Upaya percepatan penanganan perkara baik di Mahkamah Agung maupun di pengadilan terus-menerus dilakukan. MA telah mengeluarkan regulasi untuk memastikan percepatan penanganan perkara dapat berjalan efektif. Untuk penanganan perkara di MA, telah diterbitkan SK KMA Nomor 119/SK/KMA/VII/2013, sedangkan untuk pengadilan tingkat pertama dan banding telah diatur dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2014.
Menurut peraturan tersebut, “MA harus memutus paling lama 3 bulan setelah perkara tersebut diterima oleh Ketua majelis kasasi/PK. Sedangkan untuk penyelesaian perkara tingkat banding dan tingkat pertama harus dilakukan paling lambat masing-masing 3 bulan dan 5 bulan”, Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung Dr.H.M Hatta Ali, SH., MH dalam kegiatan pembinaan teknis dan administrasi yustisial bagi pimpinan pengadilan, hakim, dan panitera/sekretaris pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama se-Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, Sabtu (3/5/2014) di Wakatobi Sulawesi Tenggara.
Hadir bersama Ketua MA, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial dan seluruh Ketua Kamar kecuali Kamar Pidana. Mereka menyampaikan pembinaan mengenai isu-isu terkini yang substansinya berkaitan dengan bidang kewenangannya masing-masing. Dalam pembinaannya Ketua Mahkamah Agung memaparkan bahwa untuk dapat merealisasikan jangka waktu memutus perkara di bawah 3 bulan, Ia telah melakukan perubahan besar dalam sistem pemeriksaan perkara.
MA telah melakukan perubahan revolusioner dalam sistem pemeriksaan berkas perkara kasasi dan peninjauan kembali. Sejak 1 Agustus 2013, sistem pemeriksaan berkas dilakukan secara serentak atau bersamaan menggantikan sistem membaca bergiliran yang telah berlangsung lama, ujar Ketua MA.
Untuk mendukung efektifitas sistem baru ini, MA pun menerbitkan SEMA 1 Tahun 2014. Melalui SEMA ini, MA mewajibkan pengadilan untuk menyertakan e-dokumen dari sebagian berkas Bundel B dalam setiap permohonan kasasi dan peninjauan kembali. E-Dokumen yang dikirim ke MA ini, kata Ketua MA, akan menjadi bahan bagi para hakim agung dalam membaca berkas.
Kita akan mengarah kepada sistem pemeriksaan beras berbasis e-dokumen, karena jika tidak, sistem membaca serentak akan berdampak pada peningkatan penggunaan alat tulis kantor (kertas) jelas Ketua MA.
Sistem baru yang diterapkan MA ini ternyata telah membawa dampak positif bagi peningkatan produktifitas dalam memutus perkara. Berdasarkan data yang disampaikan pada laporan tahunan MA 2013, MA telah memutus perkara di tahun tersebut sebanyak 16.034 perkara. Jumlah ini meningkat 45,83% dari tahun sebelumnya. Peningkatan produktifitas MA ini, antara lain dipicu oleh adanya perubahan sistem memeriksa berkas tersebut.
Sementara mengenai jangka waktu penanganan perkara di pengadilan tingkat pertama dan banding, Ketua MA optimis pengadilan tingkat banding dan tingkat pertama pun bisa melakukan percepatan penyelesaian perkara.
Saya sudah mendapat laporan dari beberapa pengadilan tinggi yang telah menyusun SOP untuk memastikan pengadilannya dapat menyelesaikan perkara sesuai SEMA 2 Tahun 2014, ungkap Ketua MA.
Sebelum mengikuti pembinaan yang disampaikan oleh Pimpinan MA, para peserta yang berjumlah 127 orang ini mengikuti sosialisasi dengan nara sumber Panitera MA, Panmud Perdata, Sekretaris Kepaniteraan, dan Koordinator Data dan Informasi Kepaniteraan, Sabtu pagi hingga siang (3/5/2014).
Materi sosialisasi yang disampaikan oleh Panitera dan Tim-nya ini difokuskan pada mekanisme pengiriman e-dokumen untuk permohonan kasasi dan peninjauan kembali. MA sangat berkepentingan dengan sosialisasi ini, karena kepatuhan terhadap SEMA 1 2014 berpengaruh pada keberhasilan sistem membaca berkas bersama.
MA telah menerapkan sistem membaca berkas bersama sejak 1 Agustus tahun lalu. Sistem ini akan efektif jika didukung kepatuhan pengadilan dalam mengirimkan e-dokumen, ujar Soeroso Ono pada saat menutup sesi sosialisasi SEMA 1 2014, Sabtu siang (03/05/2014).
Selain mengikuti materi pembinaan seputar pengiriman e-dokumen, sebelumnya para peserta juga mengikuti pembinaan yang disampaikan oleh para eselon I Mahkamah Agung. Kegiatan pembinaan oleh Ka BUA, Dirjen Badilum, Dirjen Badilmiltun dan Panitera ini dilaksanakan pada Jum’at (2/5/2014).
Pembinaan oleh Para Pimpinan MA merupakan sesi terakhir dari serangkaian acara pembinaan teknis dan administrasi yustisial. Dua sesi sebelumnya adalah pembinaan oleh para eselon I dan sosialisasi SEMA 1 Tahun 2014. Dari serangkaian kegiatan pembinaan Ketua MA yang telah dilaksanakan selama tahun 2013 dan 2014, pembinaan di Wakatobi merupakan kegiatan pembinaan dengan durasi waktu terlama. Dimulai pada pukul 20.00 (Sabtu , 03/05) dan baru berakhir pada pukul 01.30 dini hari (4/5). Berlangsung selama 5, 5 jam, pembinaan bidang teknis dan administrasi yustisial tetap berlangsung antusias.
Antusiasme peserta ini selain karena “gaya” penyampaian materi oleh Ketua MA yang tidak membosankan, juga karena materinya seputar pelaksanaan tugas sehari-hari. Sebagaimana pembinaan sebelumnya, Ketua MA menyampaikan materi pembinaan seputar persoalan teknis dan administrasi yustisial berdasarkan laporan yang diterimanya melalui surat-surat yang ditujukan kepada Ketua MA.
Pembinaan pimpinan MA ke daerah merupakan tradisi baru yang digagas oleh Ketua MA, Hatta Ali. Tradisi ini menggantikan agenda tahunan Rakernas yang dinilai kurang efektif. Menurut Ketua MA, Rakernas hanya diikuti oleh kalangan terbatas yaitu pimpinan ketua pengadilan tinggi dan tingkat pertama kelas I.A. Proses desiminasi informasi hasil Rakernas pun oleh para peserta tidak berjalan dengan baik. Sejak digulirkannya kebijakan pembinaan langsung ke daerah, Pembinaan di Wakatobi ini merupakan kali ke 17.Ketua MA berharap daerah yang belum dilakukan pembinaan langsung, dapat diselesaikan hingga akhir tahun ini, termasuk daerah-daerah yang selama ini belum tersentuh pembinaan, terutama yang banyak pembentukan pengadilan baru.
Dengan model pembinaan langsung seperti ini, peserta lebih menyeluruh dan kami pun bisa menyerap aspirasi langsung. Kesempatan tanya jawab pun lebih luas, ujar Ketua MA.