JAKARTA, BARATAMEDIA – Setelah diiming-imingi Prabowo jatah kursi menteri, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyamakan capres dari Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan khalifah Umar Bin Khotab dan Umar Bin Abdul Aziz. Padahal kata Fadli Zon Ummar mirip Jokowi....?????? Klik disini beritanya
Spoiler for berita lengkap:
JAKARTA, BARATAMEDIA – Setelah diiming-imingi Prabowo jatah kursi menteri, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyamakan capres dari Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan khalifah Umar Bin Khotab dan Umar Bin Abdul Aziz.
Din menyanjung Prabowo Subianto saat datang bersilaturahmi ke kantor PP Muhammadiyah, Menteng Jakarta Pusat.
“Pak Prabowo ini seperti Umar Bin Khotab dan Umar Bin Aziz,” ujar Din dihadapan Prabowo di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu (08/01).
Din menjelaskan, kemiripan Prabowo dengan dua tokoh Islam itu bisa dilihat dari kepribadian Prabowo dan cara kepemimpinannya.
Khalifah Umar Bin Khotab adalah khalifah yang terkenal dengan ketegasannya. Sementara, Umar Bin Abdul Azis terkenal dengan kemampuannya mensejahterakan rakyatnya. Bahkan ada dikisahkan, saking sejahteranya maka tidak ada rakyat yang pantas mendapatkan zakat.
“Umar Bin khotab itu dengan sifat kerasnya dan Umar Bin Aziz dengan kerakyatannya,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto berjanji jika terpilih sebagai Presiden 2014 akan memberikan 30 persen kursi di kabinet kepada kaum perempuan Muhammadiyah.
Menurutnya, Muhammadiyah memiliki banyak kader wanita yang mengerti soal ekonomi.
“Kalau memang nanti saya diberikan mandat, maka silakan dari Muhammadiyah memberikan masukan-masukan soal posisi menteri,” kata Prabowo ditempat yang sama. (ali).
Jokowi diserang tiada henti soal berwudhu... Meskipun yang melihat berwudhu itu belum jelas.... Padahal Ketua MUI bilang "Berwudhu cukup 1X" kok ga ada yang protes....????
Tak hanya air kemasan, Din juga soroti cara berwudu muslim
Merdeka.com - "Seharusnya, berwudu di keran itu cukup satu kali saja, tidak perlu sampai tiga kali. Kan tidak ada hukumnya wudu sampai tiga kali itu," ungkap Din saat membuka Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah ke 28 di Palembang, Jumat (28/2)
Spoiler for berita lengkap:
Merdeka.com - Selain menyatakan haram terhadap air mineral kemasan, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin juga menyoroti cara berwudhu muslim Indonesia.
Menurut dia, berwudu di keran sebanyak tiga kali, tidak boleh. Sebab, hal itu merupakan pemborosan terhadap air. Dan sesuatu yang menunjukkan pemborosan dilarang agama.
"Seharusnya, berwudu di keran itu cukup satu kali saja, tidak perlu sampai tiga kali. Kan tidak ada hukumnya wudu sampai tiga kali itu," ungkap Din saat membuka Musyawarah Nasional Majelis Tarjih Muhammadiyah ke 28 di Palembang, Jumat (28/2).
Tak sebatas itu saja, Din juga menyebut menolak ajaran agama yang mengharuskan setiap muslim berwudu di air yang tergenang meski sudah memenuhi dua kula. Sebab, kata dia, air yang tidak mengalir tersebut bisa jadi terdapat penyakit dan kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
"Kalau sudah begitu, mending saya tayamum saja. Karena air wudu di dalam tempat yang tergenang meski dua kula pasti menyimpan penyakit," tukasnya.
Merdeka.com - Meski menyebut air minum kemasan hukumnya haram, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin malah masih minum air kemasan saat menghadiri Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih Muhammadiyah ke 28 di Palembang, Jumat (28/2).
"Saya sudah menyebut air minum kemasan haram, tapi tadi saya masih meminumnya. Ya, anggap saja darurat," kata Din disambut gelak tawa tamu undangan.
Panitia memang menyediakan air minum kemasan merek terkenal bagi petinggi pengurus Muhammadiyah dan pejabat di lingkungan Pemprov Sumatera Selatan yang duduk di barisan depan dalam acara tersebut.
Dalam Munas Tarjih Muhammadiyah kali ini, akan membahas tuntas beberapa permasalahan keagamaan, diantaranya fikih air, tuntunan menuju keluarga sakinah, tuntunan manasik haji, tuntunan ibadah Ramadan dan Hari Raya, dan tuntunan ibadah qurban.
Seperti diberitakan sebelumnya, Din Syamsudin mendesak pemerintah segera mencabut izin perusahaan air kemasan. Sebab, air seharusnya dikuasai negara dan tidak boleh diprivatisasi.
Dikatakan, saat ini pihaknya tengah berjuang dalam menggugat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Menurut dia, UU tersebut membuka peluang privatisasi dan komersialisasi air. Apalagi pengelolaan air tersebut dilakukan oleh perusahaan swasta asing.
Sebagai bentuk konkrit imbas negatif komersialisasi air tersebut adalah banyaknya air kemasan berbagai merek. Sebab, air merupakan pangkal penciptaan dan sumber kehidupan.
"Air kemasan tidak boleh diserahkan ke swasta apalagi swasta asing. Air itu seharusnya dikuasai negara," ungkap Din.
Ia mengungkapkan, jika air terus dikelola swasta untuk bisnis air kemasan, maka bukan tidak mungkin akan memberi dampak buruk bagi kehidupan manusia, seperti di bidang pertanian.
"Sudah berapa jutaan kubik air yang disedot swasta dari bumi kita ini. Jika dibiarkan, bagaimana nasib pertanian kita ke depan," kata dia.
Oleh karena itu, dirinya menantang pimpinan tarjih Muhammadiyah untuk menetapkan fatwa haram terhadap air kemasan. Hal ini memperkuat landasan yudisial repiew UU sumber daya air itu.
"Saya tunggu apakah nanti difatwakan atau tidak. Kalau bagi saya, air kemasan itu haram," tukasnya.
TEMPO.CO , Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsudin, mengakui lembaganya kecolongan dalam mengawasi praktek investasi bodong PT Golden Traders Indonesia Syariah (GTIS).
Din mengatakan terbatasnya tenaga dan wewenang Dewan Syariah untuk melakukan pengawasan memperbesar peluang penipuan berkedok sertifikat halal seperti GTIS. "Dalam kasus GTIS ini, kami memang kecolongan," kata dia, saat menemui puluhan korban GTIS di kantornya, Selasa, 18 Maret 2014.
Din mengatakan salah satu kelemahan MUI adalah tidak bisa mengawasi perilaku para pemegang sertifikat halal atau syariah. Namun, Din mengatakan wewenang pengawasan lembaga yang memiliki sertifikat syariah memang tidak cuma dilakukan MUI. "Itu urusan pemerintah, kami hanya mengeluarkan fatwa." (baca: Tergiur Label MUI, Nasabah Tertipu Investasi Emas).
Din mencontohkan, pengawasan pemegang sertifikat syariah di sektor keuangan dilakukan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan pemegang sertifikat halal makanan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Wakil Ketua MUI, Ma'ruf Amin, mengatakan persoalan pengawasan praktek syariah di lembaga keuangan sulit dilakukan. MUI, kata dia, tidak punya tenaga memadai untuk mengawasi praktek syariah di lembaga-lembaga yang telah disertifikasi. "Kami hanya mengevaluasi sertifikatnya setiap dua tahun sekali karena lembaga-lembaga itu wajib memperbaharui sertifikatnya," ujar Ma'ruf.
Seperti diberitakan sebelumnya, para nasabah GTIS kehilangan uang setelah dua petinggi GTIS, Michael Ong serta Edward Soong, kabur. Dua warga Malaysia ini diduga membawa uang nasabah senilai hampir Rp 1 triliun pada awal 2013. Mereka menjalankan praktek investasi dan jual beli emas, tetapi dengan sistem transaksi tanpa barang. (baca: DPR Tagih Tanggung Jawab MUI dalam Kasus GTIS).
Puluhan nasabah yang berasal dari Jakarta, Bandung, dan Surabaya ini awalnya ingin berdemonstrasi. Mereka meminta MUI ikut bertanggung jawab karena telah mengeluarkan label syariah untuk GTIS. MUI juga dinilai bertanggung jawab karena diduga menyimpan uang dari GTIS melalui Yayasan Dana Dakwah Pembangunan.
Bagi ane rakyat kecil... Ulama adalah pengawal moral dan akhlak anak cucu ane kelak... Ane tidak masalah soal wudhu, tidak masalah soal air mineral , tapi sangat disayangkan kalo tokoh yang ane kagumi, dan bisa menyelesaikan banyak masalah ummat ternyata masih doyan KURSI MENTRI.... Silahkan agan-agan mengambil kesimpulan sendiri