kemalmahendraAvatar border
TS
kemalmahendra
Golkar tidak Pantas Jadi Partai Gurem
Nasib Partai Golongan Karya benar-benar menjadi tidak menentu. "Koalisi helikopter" yang coba dibangun Ketua Umum Aburizal Bakrie dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto ibarat tersapu baling-baling helikopter. Prabowo menolak untuk berpasangan dengan Aburizal Bakrie pada Pemilihan Presiden nanti.

Padahal kita melihat bagaimana Aburizal Bakrie mencoba merendahkan posisinya. Bertahun-tahun mengampanyekan dirinya sebagai calon presiden, Aburizal Bakrie tiba-tiba menyatakan tidak masalah kalau pun hanya menjadi calon nomor dua.

Namun sebuah tamparan keras harus diterima Golkar kemarin. Hashim Djojohadikusumo, adik dari Prabowo menyatakan bahwa mustahil Gerindra berkoalisi dengan Golkar. Gerindra dalam waktu dekat akan mengumumkan koalisinya dengan Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera.

Golkar mencoba untuk bisa berdiri tegak. Mereka kini menawarkan koalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan. Golkar menawarkan posisi wakil presiden apabila PPP mau berkoalisi untuk memajukan calon mereka berdua pada pemilihan presiden nanti.

Kita melihat Golkar seperti partai politik yang sedang frustasi. Mereka seperti tidak memiliki teman yang bisa diajak bekerja sama. Semua partai politik sepertinya enggan untuk membangun kerja sama dengan partai berlambang pohon beringin tersebut.

Padahal Golkar adalah pemenang kedua dalam Pemilihan Legislatif lalu. Dengan pengalaman panjang sejak era Orde Baru, Golkar merupakan partai yang memiliki infrastruktur paling lengkap. Mengapa tiba-tiba mereka seperti partai yang tidak memiliki harga diri?

Semua ini tidak bisa dilepaskan dari kesalahan strategi politik yang mereka jalankan. Boleh saja Golkar mengusung ketua umumnya sebagai calon presiden, tetapi mereka kemudian harus melihat hasil pemilihan legislatif yang lalu.

Golkar yang selama ini dikenal sangat fleksibel, seharusnya bisa memainkan kelebihan yang mereka miliki itu. Ketika hasil pemilihan legislatif menempatkan mereka hanya pada posisi kedua, seharusnya Golkar mau menyesuaikan posisinya.

Ketika calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Joko Widodo menemui Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie seharusnya tidak langsung menolak tawaran kerja sama yang disampaikan pemenang Pemilihan Umum 2014. Aburizal Bakrie jangan ngotot untuk tetap maju sebagai calon presiden, apalagi hasil berbagai survei menunjukkan elektabilitasnya tidak pernah meningkat.

Kalau saja Aburizal Bakrie menerima tawaran Jokowi, maka ada kontribusi besar yang diberikan Golkar untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Kebersamaan dua partai teratas Pemilu 2014 akan membuat jalannya pemerintahan apabila mereka menang, akan menjadi lebih mantap.

Dengan komunikasi yang selanjutnya dilakukan, Aburizal Bakrie berpeluang untuk bisa menjadi pendamping Jokowi. Semua itu tinggal terpulang dari kecerdikan Golkar untuk mempengaruhi elite PDI Perjuangan untuk mau menyelamatkan muka Golkar.

Setelah penolakan Aburizal Bakrie terhadap kerja sama dengan Jokowi, menjadi aneh ketika Ketua Umum Golkar itu mau menurunkan posisinya menjadi calon wakil presidennya Prabowo. Meski penjelasan yang dipakai Aburizal Bakrie untuk kepentingan bangsa dan negara, tidak masuk akal alasan yang dikemukakan Ketua Umum Golkar itu.

Kalau menjadi orang nomor dua dari partai pemenang pemilu, orang masih bisa memahami. Tetapi menjadi orang nomor dua dari partai politik yang perolehan suaranya lebih rendah dari Golkar, itu hanya sekadar mengejar kekuasaan.

Golkar kini bahkan seperti dicampakkan dengan penolakan Gerindra. Mereka benar-benar menjadi partai yang tidak harganya lagi. Golkar sampai harus mengemis-ngemis untuk mencari mitra koalisi.

Sekali lagi tidak ada alasan bagi Golkar untuk bersikap seperti partai gurem. Mereka seharusnya bisa memainkan peran sebagai partai yang bisa ikut menentukan. Caranya adalah dengan mengubah strategi politik yang terbukti sudah tidak bisa berjalan.

Untuk itu Aburizal Bakrie mau berkorban bagi partainya. Dengan besar hati ia harus mau mundur dari pencalonannya sebagai presiden. Setelah itu ada dua pilihan yang bisa dilakukan Golkar yaitu mencalonkan tokoh muda Golkar yang sudah dikenal atau bergabung dengan calon presiden yang peluang menangnya paling besar.

Dengan cara itu maka setidaknya Golkar tidak harus kehilangan muka. Golkar boleh saja gagal untuk bisa merebut kekuasaan, tetapi mereka tetap memiliki harga diri. Tidak seperti sekarang Golkar menjadi partai politik yang tidak dilihat oleh partai politik yang lain.

0
2.5K
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan