HOT NEWS! Gugatan terhadap UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara! Mengapa?
TS
6ig6os
HOT NEWS! Gugatan terhadap UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara! Mengapa?
Mengapa UU Nomor 5 2014 tentang Aparatur Sipil Negara layak digugat ke Mahkamah Konstitusi ?
Gugatan mengenai Uji Materil UU Nomor 5 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dilayangkan sejumlah PNS ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para PNS ini merasa dikebiri hak konstitusional mereka untuk menduduki jabatan negara seperti Presiden atau Wakil Presiden atau Kepala Daerah. Sesuai UU ASN, para PNS harus mundur lebih dahulu apabila ingin maju bertarung untuk posisi strategis tersebut. Hal ini yang tak diterima para PNS tersebut.
Bahwasanya Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN telah melanggar hak asasi manusia terutama bagi profesi PNS sebagai Warga Negara yang harus dilindungi, tidak sesuai dengan UUD 1945. Berikut ini adalah deskripsi Gugatan mengenai Uji Materil UU ASN yang mana Hak Asasi dari Warga Negara yang berprofesi sebagai PNS yang kemudian dilanggar oleh UU ASN tersebut :
Spoiler for "1. UU ASN Mengebiri Hak Mendapatkan Pekerjaan/Profesi Bagi PNS":
Bahwasanya PNS, adalah sebuah profesi dan sebuah pekerjaan. PNS sama halnya dengan profesi lainnya seperti pengacara, akuntan publik, notaris, pengusaha, artis, petani, buruh pabrik dan sebagainya. Sebagaimana pengertian ASN yang termaktub dalam UU ASN, bahwasanya ASN itu adalah sebuah profesi yang menyatakan bahwa : “Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansipemerintah”. Karena PNS adalah profesi maka PNS adalah hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaanyang dijamin oleh konstitusi UUD 1945 sebagaimana termuat dalam Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2). Karena PNS adalah profesi, maka segala hak dan kewajiban PNS haruslah sama, adil dansetara dengan segala macam jenis pekerjaan dan profesi yang ada di Indonesia.
Spoiler for "2. UU ASN Mendiskriminasi Profesi Warga Negara":
Profesi PNS sebagai pengejewatahan UUD 1945 yakni hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, salah satunya hak kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan negara. Namun akibat pemberlakuan UU ASN Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) menimbulkan konsekuensi diskriminasi terhadap persamaan hak didepan hukum dan pemerintahan bagi PNS. Dimana PNS jika mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan negara (Presiden dan Wakil Presiden; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPD; Gubernur dan Wakil Gubernur; Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota), mereka diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Mengapa bagi PNS jika mereka mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menduduki jabatan Negara tersebut, mereka harus mengundurkan diri sejak pencalonannya ? Disini sangat kentara terlihat perlakuan yang tidak adil dan tidak sama perlakuannya dengan profesi lainnya. Mengapa hak asasi mereka untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan diamputasi dan didiskriminasi ?
Spoiler for "3. UU ASN Inkonsistensi Dengan UU Yang Mengatur Profesi Warga Negara Lainnya":
Jika kita bandingkan dengan profesi lainnya, maka sangat terlihat dengan jelas betapa diskriminasi profesi sangat kentara dililitkanpada profesi PNS. Diantaranya dapat kita bandingkan dengan beberapa profesiyang telah memiliki kekuatan hukum dibawah ini, seperti :
1). Profesi Advokat dalam Pasal (20) ayat (3) UU 18/2003 tentang Advokat. Dalam UU ini jika Advokat mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi pejabat negara tidak ada aturan yang mewajibkan Advokat untuk berhenti dari profesi keadvokatannya. Hanya tidak boleh melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan negara, artinya jika tidak menjadi pejabat negara lagi mereka bisa otomatis kembali menjadi Advokat.
2). Profesi Notaris dalam Pasal 11 ayat (1), ayat (2), ayat (6) UU 30/2004 tentang Jabatan Notaris. Dalam UU ini disebutkan bahwa Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti. Cuti dimaksud berlaku selama Notaris memangku jabatan sebagai pejabat negara. Notaris yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara dapat menjalankan kembali jabatan Notaris dan Protokol Notaris diserahkan kembali kepadanya.
3). Profesi Akuntan Publik dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2) UU 5/2011 tentang Profesi Akuntan Publik. Profesi Akuntan Publik diatur melalui UU 5/2011. Dalam UU ini tidak ada aturan yang mengatur apabila akuntan publik mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi pejabat negara harus diwajibkan berhenti dari profesi akuntan publiknya. Malah diberi pengecualian rangkap jabatan sebagai pejabat negara apabila akuntan publik merangkap sebagai pimpinan atau pegawai pada lembaga pendidikan bidang akuntansi di lembaga yang dibentuk dengan UU untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawab untuk kepentingan profesi dibidang akuntansi.
4). Profesi Guru dan Dosen dalam UU 14 /2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU ini malah tidak ada diatur sama sekali jika profesi guru baik yang PNS maupun non PNS yang akan mencalonkan diri menjadi pejabat negara diwajibkan harus berhenti dari profesi mereka sebagai guru atau dosen. Jika guru yang dari PNS tentu berlaku UU ASN ini bagi mereka, tetapi bagaimana dengan guru dan dosen yang bukan PNS ? Tentu mereka bisa aktif kembali status profesinya jika sudah selesai mengabdi sebagai pejabat negarayang disebutkan diatas.
Beberapa contoh perbandingan profesi diatas yang ada di Indonesia, yang sudah jelas diatur dalam UU, sangat berbeda sekali perlakuan yang disematkan bagi profesi PNS yang mana jenis, materi, dan subjek hukumnya sangat sama, yakni untuk menduduki jabatan negara. Perbandingan jenis profesi ini akan sangat panjang dan akan semakin kelihatan diskriminasinya jika kita tambah perbandingannya dengan berbagai macam jenis profesi lainnya yang tidak atau belum diatur oleh UU, seperti profesi Pengusaha, profesi Buruh, profesi Petani, profesi Wartawan, profesi Artis dan sebagainya. Mereka bebas mencalonkan dirinya dalam jabatan negara apapun dan apabila tidak terpilih atau telah selesai pengabdiannya sebagai pejabat negara mereka bisa kembali menekuni profesi awalnya. Sehingga hak asasi mereka untuk kembali beraktifitas pada jenis pekerjaan/profesi mereka semula tidak kehilangan pekerjaan.
Adanya diskriminasi terhadap jenis profesi ini, maka bagi PNS menimbulkan akibat hukum yakni terjadinya pelanggaran dan pengingkaran terhadaphak asasi PNS sebagai warga negara sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945 yakni Pasal 28I ayat (2) yang berbunyi : “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindunganterhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
[spoiler="4. UU ASN Mengamputasi Hak PNS Untuk Memperoleh Kesempatan Yang Sama Dalam Hukum dan Pemerintahan"]
Bagi profesi PNS akibat pengamputasian hak mereka dibidang profesi yang mereka tekuni dan mereka jalani dengan perjalanan waktu yang panjang, tentu menjadi sebuah ironi yang memiriskan terhadap hak konstitusional mereka. Profesi PNS yang mereka bangun dan kembangkan dengan berbagai pelatihan, pendidikan, pengalaman dan terpaaan lainnya untuk mengabdi bagi negara, hanya karena mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi pejabat negara sebagai manifestasi persamaan hak dibidang pemerintahan yang dijamin oleh UUD 1945 dan keinginan untuk berkontribusi lebihjauh bagi negeri ini mereka diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Spoiler for "5. UU ASN Paradoks dan Ambigu Akan Cita-Cita Ideal Sebuah Profesi PNS":
Salah satu alasan dari aspek menimbang untuk membuat UU ASN sebagai pengganti UU 8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU 43/1999 tentang Perubahan atas UU 8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian adalah untuk pelaksanaan cita-citabangsa dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebasdari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme,serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarakan Pancasila dan UUD 1945.
Hal ini tentu kita sangat setuju sekali dan memang harus begitulah adanya keberadaan PNS di bumi pertiwi ini. Tetapi akibat hak asasi PNS sebagai warga negara untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam pemerintahan yang diamputasi haknya oleh UU ASN Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) tersebut untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menduduki jabatan negara yang diwajibkan menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon menjadi inkonsistensi, bias dan ambiguitas dengan dealisme mewujudkan PNS sebagaimana yang diharapkan diatas sebagai manifestasi cita cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan negaras ebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.
Justru karena PNS itu cakap, berintegritas, profesional, akuntabel, netral, bersih dari KKN, memiliki pengalaman dalam administrasi pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat serta sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan NKRI. Seharusnya mereka diapresiasi dan diberikan kesempatan yang sama dengan profesi dan anak bangsa lainnya untuk berkompetisi secara adil dan fair untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama.
Spoiler for "6. UU ASN Menyebabkan Tereksploitasinya Profesi PNS oleh Politisi":
Karena PNS tugas dan pekerjaan mereka sehari hari sudah sarat dengan hal yang melayani masyarakat dan mengurus negara, pemerintahan, hukum, politik, sosial kemasyarakatan dan sebagainya. Sungguh ironis jika keberadaannya harus ditekankan untuk integritas, professional, akuntabal, netral, bersih KKN, pelayanan prima, nasionalisme dan sebagainya, tetapi disatusisi mereka tidak diberikan kesempatan untuk berkontribusi lebih jauh bagi negara ini. PNS professional hanya menjadi sebuah slogan tetapi inkonsistensi dengan semangat hakikinya.
Jika PNS didiskriminasi seperti ini, hanya difokuskan untuk bekerja dibidang administrasi negara, melayani masyarakat dan sebagai kekuatan utama dalam perekat NKRI, tetapi disatu sisi tidak diberi keadilan dan kesempatan yang sama kepada mereka dibidang hak profesinya untuk dapatmenduduki jabatan negara sebagaimana profesi masyarakat sipil lainnya. Maka PNS hanya bak katak dalam tempurung, mereka hanya menjadi budak-budak dari para pengambil kebijakan dan pembuat regulasi, dan tentu sajahak-hak mereka lainnya tidak ada yang memperjuangkannya.
Spoiler for "7. UU ASN Melanggar Persamaan Hak Warga Negara":
Sebuah pertanyaan yang menyesak dada, ketika mempertanyakan mengapa ketika PNS menggunakan hak politiknya untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi pejabat negara tersebut harus dikebiri dan diskriminasikan dengan menghilangkan hak profesinya sebagai PNS yakni harus berhenti dari PNS saat akan mencalonkandiri ?
Yang mana PNS jelas jelas sebuah jenis pekerjaan yang harus dilindungi oleh negara. Sama halnya dengan profesilainnya katakanlah Pengusaha, Adovokat, Artis, ketika dia menggunakan hak politiknya untuk dipilih dalam jabatan negara, maka status profesi awalnya sebagai Pengusaha, Artis dan Advokat harus ditinggalkan sementara, tetapi mereka jika tidak lagi menjabat sebagai pejabat publik mereka bisa kembali aktif beraktifitas pada profesinya semula.
Kita harus memberikan kesempatan dan peluang yang sama bagi anak bangsa untuk memajukan bangsa ini secara bersama-sama, siapa yang terbaik dan yang dianggap bagus oleh masyarakat biarlah mereka yang memimpin. Jika kita mengebiri hak politik PNS dengan cara mengamputasi hak profesinya untuk mendapatkan perlindungan pekerjaan dengan memberhentikannya dari PNS. Disini telah terjadi diskriminasi terhadap PNS. Karena PNS akan memikir seribu kali untuk bersaing memperebutkan jabatan negara. Disatu sisi tanpa dinafikan PNS merupakan salah satu elemen yang ada di negara ini yang kontibusi pemikiran dan sumbangsihnya cukup signifikan dalam membangun negara begitupun kapasitas dankualitas sumber daya manusianya.
Jika alasannya bahwasanya PNS digaji oleh negara, tidak ada bedanya dengan profesi lainnya yang juga mendapatkan hasil pekerjaannya dari uang negara. Semuanya sama sama uang negara, cuma pengelolaannya saja yang berbeda, ada yang dikelola oleh pemerintah, swasta ataupun masyarakat, semuanya adalah uang negara. Antara profesi sebagai hak pekerjaan setiap warga negarati daklah bisa dicampur adukkan dengan hak politik setiap warga negara.
Spoiler for "8. UU ASN Menciderai Hak Politik Warga Negara Yang Berprofesi PNS":
Kita harus dapat membedakan yang mana hak politik sebagai sebuah hak asasi hakiki yang dimiliki oleh setiap manusia dan mana area dan ranah politik praktis. Hak politik warga negara dijamin oleh UUD 1945 pasal 28C ayat (2) bahwa “setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.
Saya setuju PNS diberhentikan jika mereka terlibat secara struktural masuk keranah politik praktis katakanlah mereka menjadi pengurus partai politik atau menjadi anggota partai politik. Tetapi jika mereka ikut memperjuangkan hak politiknya untuk mendapatkan jabatan negara tidak ada hubungannya dengan kegiatan politik praktis, adalah melanggar konstitusional jika sampai mengamputasi hak profesinya.
Spoiler for "9. Adanya Tendensius dan Subjektifitas Yang berlebih Terhadap Profesi PNS Dalam Pembuatan UU ASN":
Jika dicermati UU ASN ini sangat tendensius dan subjektif terhadap keberadaan PNS terutama hak kesamaan dan kesetaraan dalam menduduki jabatan negara. Terlihat dengan adanya pasal yang tumpang tindih dan pemberian pasal penekanan khusus terhadap pejabat dari PNS yang akan ikut berkompetisi memperebutkan jabatan negara (Kepala Daerah) yakni pada Pasal 119, yangberbunyi : “Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur,bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon”. Padahal substansi dan isi pasal ini sama persis maksud dan tujuannya dengan pasal 123 ayat (3) yang berbunyi “Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPD; Gubernur dan Wakil Gubernur; Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon”.
Dari sini bisa saja kita curigai bahwa secara materi dan suasana bathin penyusunan UU ini sarat dangan kepentingan, subjektifitas dan emosional yang tidak fair dan tidak rasional pandangannya terhadap pegawai negeri, terlihat jelas adanya pasal yang tumpang tindih dan berulang dicantumkan penekannya, untuk menjegal pegawai negeri berkompetisi merebut jabatan negara secara fairness dan objektif.
Juga jika dicermati proses pembuatan UU ASN ini, Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) ini masuknya di saat saat terakhir pengesahan UU ASN, dilihat dari Draft RUU ASN dan juga Naskah Akademiknya tidak ada satupun kalimat yang mengatakan PNS harus wajib mundur saat pendaftaran untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi pejabat negara sebagaimana disebutkan dipasal tersebut. Dan juga tidak ada satu kalimatpun yang menjelaskan secara argumentasi ilmiah dan juridis apa alasan kongrit yang bisa diterima kenapa staus PNS tersebut harus mundur (haknya profesi/pekerjaannya dipaksa untuk berhenti). Ini juga menjadi pertanyaan besar bagi kita bersama, ada apa dibalik pasal ini ?
Spoiler for "10. UU ASN Menutup Sebagian Peluang Anak Bangsa Untuk Mengabdi Bagi Negara Secara Adil":
Data menyebutkan lebih kurang 5 juta jumlah PNS di Indonesia, bukanlah sebuah angka yang kecil, begitupun kontribusinya bagi pengembangan Sumber Daya Manusia untuk menjaring bibit yang potensial dan berkualitas untuk membangun dan mengabdi bagi negara Indonesia. Selama ini di negara Indonesia, peluang untuk memperoleh pendidikan ke strata yang lebih tinggi baik didalam maupun ke luar negeri, kesempatan yang diperoleh oleh PNS cukup tinggi, jika dibandingkan dengan profesi lainnya. Begitupun piramida Sumber Daya Manusia di Indonesia, jikakita lihat data SDM yang memperoleh pendidikan tinggi terutama di daerah daerah di Indonesia, dominasi PNS yang melanjutkan pendidikannya ke starta yang lebihtinggi masih sangat tinggi.
Alangkah rugi dan sedihnya negara ini jika sebagian anak bangsa yang memiliki SDM yang memadai tersebut, dan saban hari profesi dan pekerjaan mereka bergelut dengan dinamika pemerintahan, pembangunan dan social kemasyarakatan harus diberikan syarat yang cukup sulit bagi mereka untuk berbuat yang terbaik bagi negara ini.
Begitupun sumbangsih PNS bagi negara tidaklah kecil, terlepas dari buruknya cermin birokrasi pemerintahan Indonesia yang masih diwarnai oleh carut marut Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, tetapi keadaan itu tidaklah sematamata akibat profesi PNS. Ini adalah fenomena negara yang telah amburadul dengan berbagai sendi kehidupan lainnya, apakah itu penegakkan hukum yang lemah, akrobat politisi, simbiosis penguasa dengan pengusaha dan sebagainya. Jadi sangat tidaklah relevan jika pengabdian, keinginan berkontribusi dan berbuat yang terbaik bagi negara yang harus dibuka dan diperjuangkan secara bersama sama, masih melihat unsur subjektifitas profesi yang tak mendasar.
Data pun menunjukkan untuk Kepala Daerah baik Propinsi, Kabupaten dan Kota yang berasal dari PNS, banyak diantara mereka yang berhasil dan berinovasi positif mengangkat keterpurukan dan keterbelakangan daerahnya. Baik sebelum reformasi maupun setelah reformasi. Dominasi kualitas SDM PNS dalam kepemimpinan pemerintahan cukup memuaskan.