- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
1000Guru Traveling & Teaching
TS
rezhaaaaa
1000Guru Traveling & Teaching
Quote:
Tentang kami
@1000_guru adalah akun twitter inspirasi bagi pendidikan pedalaman dan perbatasan negeri ini. Dibentuk pada 22 Agustus 2012 oleh Jemi Ngadiono, pada awalnya 1000_guru adalah akun inspirasi dengan memberitakan keadaan realita pendidikan di pedalaman pelosok negeri melalui media social, namun kini berkembang dengan melakukan aksi sosial nyata dengan turun langsung membantu pendidikan anak-anak pedalaman negeri.
Ada 2 aksi yang dilakukan oleh komunitas 1000_guru,
1. Beasiswa Guru Pedalaman, 1000_guru berkomitmen untuk membantu kualitas pendidikan untuk anak-anak dipedalaman melalui beasiswa untuk guru-guru lokal yang berdedikasi tinggi namun hanya lulusan SMA dan Sederajat. Mereka adalah tombak perubahan yang akan mengentaskan kebodohan dan kemiskinan masyarakat pedalaman negeri melalui pendidikan. Rata-rata guru guru ini hanya bergaji rendah, akibatnya mereka tak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan. Dengan ijazah SMA dan Sederajat, maka kesejahteraan mereka pun tidak akan berubah, tetap menjadi guru honor.
Dengan Beasiswa ini, akan menjawab kebutuhan guru tetap yang terus mengajar tanpa harus pergi meninggalkan sekolah setelah masa tugas sang guru berakhir, kenapa? karena kami memberikan beasiswa kepada guru-guru dan anak-anak lokal, yang berasal dari daerah tersebut.
2. Traveling and Teaching, mengajak semua kalangan anak muda dari berbagai latar belakang profesi untuk mengunjungi tempat-tempat yang indah dan unik tentang negeri ini, budaya dan adat istiadat leluhur disertai dengan kegiatan sosial berbai dan mengajar di tempat-tempat yang di kunjungi, berbagi ilmu pengetahuan dengan anak-anak pedalaman dan perbatasan.
Dipedalaman dan perbatasan, pendidikan adalah kebutuhan yang sangat mahal, gedung sekolah memang baik, tapi kualitas pendidikan sangatlah berbeda dengan pendidikan kota besar lainnya di bangsa ini. Semua orang bisa menjadi Pendidik dimanapun berada. Bergabunglah bersama kami, mari memulai perjalananmu, membantu dan mengajar mereka, anak-anak serta guru guru pedalaman di perbatasan bangsa ini.
Salam,
Komunitas @1000_guru
@1000_guru adalah akun twitter inspirasi bagi pendidikan pedalaman dan perbatasan negeri ini. Dibentuk pada 22 Agustus 2012 oleh Jemi Ngadiono, pada awalnya 1000_guru adalah akun inspirasi dengan memberitakan keadaan realita pendidikan di pedalaman pelosok negeri melalui media social, namun kini berkembang dengan melakukan aksi sosial nyata dengan turun langsung membantu pendidikan anak-anak pedalaman negeri.
Ada 2 aksi yang dilakukan oleh komunitas 1000_guru,
1. Beasiswa Guru Pedalaman, 1000_guru berkomitmen untuk membantu kualitas pendidikan untuk anak-anak dipedalaman melalui beasiswa untuk guru-guru lokal yang berdedikasi tinggi namun hanya lulusan SMA dan Sederajat. Mereka adalah tombak perubahan yang akan mengentaskan kebodohan dan kemiskinan masyarakat pedalaman negeri melalui pendidikan. Rata-rata guru guru ini hanya bergaji rendah, akibatnya mereka tak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan. Dengan ijazah SMA dan Sederajat, maka kesejahteraan mereka pun tidak akan berubah, tetap menjadi guru honor.
Dengan Beasiswa ini, akan menjawab kebutuhan guru tetap yang terus mengajar tanpa harus pergi meninggalkan sekolah setelah masa tugas sang guru berakhir, kenapa? karena kami memberikan beasiswa kepada guru-guru dan anak-anak lokal, yang berasal dari daerah tersebut.
2. Traveling and Teaching, mengajak semua kalangan anak muda dari berbagai latar belakang profesi untuk mengunjungi tempat-tempat yang indah dan unik tentang negeri ini, budaya dan adat istiadat leluhur disertai dengan kegiatan sosial berbai dan mengajar di tempat-tempat yang di kunjungi, berbagi ilmu pengetahuan dengan anak-anak pedalaman dan perbatasan.
Dipedalaman dan perbatasan, pendidikan adalah kebutuhan yang sangat mahal, gedung sekolah memang baik, tapi kualitas pendidikan sangatlah berbeda dengan pendidikan kota besar lainnya di bangsa ini. Semua orang bisa menjadi Pendidik dimanapun berada. Bergabunglah bersama kami, mari memulai perjalananmu, membantu dan mengajar mereka, anak-anak serta guru guru pedalaman di perbatasan bangsa ini.
Salam,
Komunitas @1000_guru
Quote:
Beasiswa guru Pedalaman
Beasiswa Guru Pedalaman, 1000_guru berkomitmen untuk membantu kualitas pendidikan untuk anak-anak dipedalaman melalui beasiswa untuk guru-guru lokal yang berdedikasi tinggi namun hanya lulusan SMA dan Sederajat. Mereka adalah tombak perubahan yang akan mengentaskan kebodohan dan kemiskinan masyarakat pedalaman negeri melalui pendidikan. Rata-rata guru guru ini hanya bergaji rendah, akibatnya mereka tak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan. Dengan ijazah SMA dan Sederajat, maka kesejahteraan mereka pun tidak akan berubah, tetap menjadi guru honor.
Dengan Beasiswa ini, akan menjawab kebutuhan guru tetap yang terus mengajar tanpa harus pergi meninggalkan sekolah setelah masa tugas sang guru berakhir, kenapa? karena kami memberikan beasiswa kepada guru-guru dan anak-anak lokal, yang berasal dari daerah tersebut.
Beasiswa Guru Pedalaman, 1000_guru berkomitmen untuk membantu kualitas pendidikan untuk anak-anak dipedalaman melalui beasiswa untuk guru-guru lokal yang berdedikasi tinggi namun hanya lulusan SMA dan Sederajat. Mereka adalah tombak perubahan yang akan mengentaskan kebodohan dan kemiskinan masyarakat pedalaman negeri melalui pendidikan. Rata-rata guru guru ini hanya bergaji rendah, akibatnya mereka tak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan. Dengan ijazah SMA dan Sederajat, maka kesejahteraan mereka pun tidak akan berubah, tetap menjadi guru honor.
Dengan Beasiswa ini, akan menjawab kebutuhan guru tetap yang terus mengajar tanpa harus pergi meninggalkan sekolah setelah masa tugas sang guru berakhir, kenapa? karena kami memberikan beasiswa kepada guru-guru dan anak-anak lokal, yang berasal dari daerah tersebut.
Spoiler for foto inspirasi:
Quote:
Traveling & Teaching
Traveling an Teaching itu apa? Jalan ke tempat-tempat menarik dipelosok nusantara sambil mengajar dan berbagi dengan anak-anak pedalaman.
Traveling and Teaching, mengajak semua kalangan anak muda dari berbagai latar belakang profesi untuk mengunjungi tempat-tempat yang indah dan unik tentang negeri ini, budaya dan adat istiadat leluhur disertai dengan kegiatan sosial berbai dan mengajar di tempat-tempat yang di kunjungi, berbagi ilmu pengetahuan dengan anak-anak pedalaman dan perbatasan.
Dipedalaman dan perbatasan, pendidikan adalah kebutuhan yang sangat mahal, gedung sekolah memang baik, tapi kualitas pendidikan sangatlah berbeda dengan pendidikan kota besar lainnya di bangsa ini. Semua orang bisa menjadi Pendidik dimanapun berada, mari memulai perjalananmu, membantu dan mengajar mereka, anak-anak serta guru guru pedalaman di perbatasan bangsa ini.
Traveling an Teaching itu apa? Jalan ke tempat-tempat menarik dipelosok nusantara sambil mengajar dan berbagi dengan anak-anak pedalaman.
Traveling and Teaching, mengajak semua kalangan anak muda dari berbagai latar belakang profesi untuk mengunjungi tempat-tempat yang indah dan unik tentang negeri ini, budaya dan adat istiadat leluhur disertai dengan kegiatan sosial berbai dan mengajar di tempat-tempat yang di kunjungi, berbagi ilmu pengetahuan dengan anak-anak pedalaman dan perbatasan.
Dipedalaman dan perbatasan, pendidikan adalah kebutuhan yang sangat mahal, gedung sekolah memang baik, tapi kualitas pendidikan sangatlah berbeda dengan pendidikan kota besar lainnya di bangsa ini. Semua orang bisa menjadi Pendidik dimanapun berada, mari memulai perjalananmu, membantu dan mengajar mereka, anak-anak serta guru guru pedalaman di perbatasan bangsa ini.
Spoiler for Foto Traveling:
"KAMI JUGA INDONESIA, KAMI BUTUH SEKOLAH NEGERI”
Kisah inspirasi
Quote:
Pagi ini terasa dingin, mendung tebal bergerak dan berkumpul membentuk gumpalan hitam, sebentar lagi turun hujan. Samar-samar terdengar suara anak-anak nyaring bernyanyi dan belajar pagi ini. “Ah pasti nanti kelas kami pasti bocor lagi” Keluh Bambang, murid kelas 4 SD ini, maklum, karena ruasng kelas mereka hanya berupa bangun gubug berdinding bamboo beratap ilalang. Tapi keceriaan tetap terpancar dari setiap anak-anak yang semangat belajar di SD 1 filial GiriJagabaya ini. Suara keceriaan anak-anak memecahkan heningnya pagi ini didesa Girijagabaya, sebuah desa dipelosok Kabupaten Lebak Banten. Letak desa yang berada jauh dari ibukota kecamatan, membuat desa ini serasa terisolir. Jalanan yang beraspal tipis berlobang sana sini, membuat semakin parah akses masuk ke desa ini. NBila hujan tiba, akan sangat susah dilalui kendaraan.
Agak Heran, pembangunan jalan beraspal yang notabene sebagai akses masyarakat untuk memutar roda ekonomi sering rusak dalam beberapa bulan saja. Kadang malah lebih tebal kue lapis daripada kualitas aspal jalan yang dibangun oleh kontraktor nakal. Lagi-lagi rakyat yang dirugikan.
Agus setiawan namanya, pemuda berusia 19 tahun ini adalah pemuda asli desa Girijagabaya, salah satu pemuda yang berhasil lulus SMA. Hanya ada 2 orang yang dapat menyelesaikan pendidikan SMA di desa ini, dua orang itu adalah Agus dan Nurman. Lalu bagaimana dengan anak-anak Lainnya? Mereka kebanyakan putus sekolah. Jarak sekolah yang jauh dari desa ini membuat banyak anak-anak putus sekolah, malas untuk belajar ditambah lagi tingkat ekonomi keluarga yang sangat rendah. Tak ada sekolah di desa ini, tak ada sarana pendidikan. Bayangkan saja, untuk bersekolah Dasar Negeri saja, anak-anak Girijagabaya harus berjalan kaki sejauh 4 Km sekali jalan, dengan pulang pergi jarak yang ditempuh adalah 8 Km. Butuh 3 jam waktu yang diperlukan. Sungguh pengorbanan yang sangat berat bagi ana-anak usia SD untuk berjalan sejauh itu. Tak ayal banyak anak-anak yang malas sekolah hanya membantu orangtua di kebun.
Keadaan seperti memaksa mereka untuk tak bersekolah. Padahal Masyarakat sangat menginginkan adanya sarana pendidikan didesa ini, mereka ingin anak-anak dapat mengenyam penddikan seperti anak-anak Indonesia lainya. Entah mengapa, sekolah yang masyarakat inginkan untuk anak-anak mereka tak kunjung ada dan di bangun didesa ini. Masyarakat pernah mengajukan untuk diadakannya kegiatan belajar mengajar didesa ini, tapi lama tak ada jawaban. Dan anak-anak mereka pun terpaksa harus berjalan kaki menuju sekolah. Tak jauh dari desa Girijaganaya ada sebuah Sekolah Madrasah yang jaraknya 1 KM dari didesa ini, tetapi yang masyarakat inginkan adalah “Sekolah Negeri”
Akhirnya masyarakat mendirikan kelas darurat sederhana, membuat sekolah cabang atau filial. Keterbatasan biaya yang mereka miliki, masyarakat Girijagabaya pun hanya sanggup membangun sebuah gubug berdinding bambu dan beratap ilalang, dengan lebar 6 x 6 M. Sesungguhnya bangunan ini tak layak disebut sebagai ruang kelas, tapi mau bagaimana lagi, anak-anak mereka harus sekolah. Karena pendidikan dapat membuat mereka keluar dari kekuarangan, bekal untuk meraih masa depan yang cerah di masa yang akan datang.
Di sekolah dan kampung inilah Agus setiawan mengabdikan dirinya, mendidik anak-anak kampungnya untuk terus bisa bersekolah. Dengan ketulusan hatinya ia mengajar anak-anak ini. Ia mengajar hamper seluruh mata pelajaran. Dalam mendidik anak-anak disekolah ini, Agus tak sendiri, ada 9 guru yang mengajar bergantian dikelas ini dan ada 31 anak-anak murid dari kelas 1 – 4.
Bagi Agus menjadi pendidik honorer lulusan SMA dan bergaji 200,000 ribu, adalah panggilan hati. Inginnya yang besar untuk membuat anak-anak Girijagabaya menjadi pandai dan bersekolah adalah motivasi utamanya menjadi guru di SD ini. Walau banyak tawaran pekerjaan diluar desa, tak membuat agus bergeming dan tetap mengabdikan diri mendidik anak-anak di kampung ini.
Ia ingin anak-anak di kampung ini dapat lulus SMA seperti dirinya. Tak hanya lulusan SD dan putus sekolah karena jauhnya jarak SMP dan SMA. Kelak anak-anak ini yang akan membangun desanya, menjadikan generasi desa Girijagabaya menjadi calon pemimpin-pemimpin Banten. Yang dapat mensejahterkan rakyat, membangun pendidikan yang berkualitas untuk anak-anak Banten.
4 bulan sudah Agus mengabdi sebagai guru honor di SD N 1 filial Giri Jaga Baya. Honornya pun tak pernah naik, bangunan kelas yang berbentuk gubug berdinding bambu pun tak pernah berubah. Tetap sama, Reot. Masyarakat, guru pun tak tau kapan pemerintah akan turun tangan untuk membangun sebuah gedung sekolah yang layak, seperti sarana pendidikan yang dienyam oleh anak-anak pejabat negeri ini. Bukan sarana pendidikan ala kadarnya, ruang kelas yang lebih mirip seperti kadang ayam.
Lihatlah senyum ceria Neng, murid kelas 4 ini. Keceriaan anak-anak seperti Inilah yang membuat Agus tetap semangat mengajar anak-anak SDN 1 Girijagabaya. Lihat betapa manisnya anak-anak meraka, dan mereka juga adalah Anak Indonesia, Anak yang berhak bersekolah di negeri, dengan fasilitas pendidikan yang layak, mereka pun mempunyai hak yang sama untuk mendapat sarana pendidikan. Mimpi masyarakat, guru dan anak-anak di Girijagabaya hanya satu, “Kami butuh sekolah Negeri di desa ini, agar anak-anak kami tak jauh berjalan kaki, mereka dapat terus bersekolah”.
Berbeda dengan Jakarta, ibukota Negara republik ini, pusat pemerintahan yang hanya 6 jam dari tempat ini, disana sekolah-sekolah mewah berdiri mentereng, dengan segala sarana pendidikan yang lengkap. Tapi disini, dipulau yang sama, didesa Girijagabya, Tak ada kemewahan untuk anak-anak ini, yang ada hanya senyum keceriaan dan semangat untuk tetap sekolah ditengah keterbatasan sarana pendidikan. Bagaimana Neng mau jadi dokter gigi, kalau bangunan sekolahan tak ada di kampungnya? Bagaimana Bambang mau jadi pilot, kalo sarana pendidikannya saja apa adanya?.
Satu jawaban Agus ketika kami tanya mengapa ia tetap bertahan menjadi guru honor untuk anak-anak ini ” Saya Ingin merubah masa depan anak-anak Girijagabaya, agar kelak mereka dapat sekolah sampai ke jenjang pendidikan tinggi”
Kalau saja anak-anak para pemimpin daerah Banten atau pemimpin Republik ini bersekolah di gedung seperti seperti SDN 1 filial Girijagabaya, apa rasanya?.
Ini adalah realita pendidikan dipelosok negeri, 6 jam dari Ibukota Negara yang kaya. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita untuk mendidik dengan hati, bukan sekedar mengejar materi. Dan semoga pula dengan kisah ini, pemerintah tanggap memperbaiki dan membangun sarana pendidikan yang layak bagi anak-anak bangsa.
“Mereka juga Anak Negeri Indonesia, yang butuh Sekolah Negeri”
Agak Heran, pembangunan jalan beraspal yang notabene sebagai akses masyarakat untuk memutar roda ekonomi sering rusak dalam beberapa bulan saja. Kadang malah lebih tebal kue lapis daripada kualitas aspal jalan yang dibangun oleh kontraktor nakal. Lagi-lagi rakyat yang dirugikan.
Agus setiawan namanya, pemuda berusia 19 tahun ini adalah pemuda asli desa Girijagabaya, salah satu pemuda yang berhasil lulus SMA. Hanya ada 2 orang yang dapat menyelesaikan pendidikan SMA di desa ini, dua orang itu adalah Agus dan Nurman. Lalu bagaimana dengan anak-anak Lainnya? Mereka kebanyakan putus sekolah. Jarak sekolah yang jauh dari desa ini membuat banyak anak-anak putus sekolah, malas untuk belajar ditambah lagi tingkat ekonomi keluarga yang sangat rendah. Tak ada sekolah di desa ini, tak ada sarana pendidikan. Bayangkan saja, untuk bersekolah Dasar Negeri saja, anak-anak Girijagabaya harus berjalan kaki sejauh 4 Km sekali jalan, dengan pulang pergi jarak yang ditempuh adalah 8 Km. Butuh 3 jam waktu yang diperlukan. Sungguh pengorbanan yang sangat berat bagi ana-anak usia SD untuk berjalan sejauh itu. Tak ayal banyak anak-anak yang malas sekolah hanya membantu orangtua di kebun.
Keadaan seperti memaksa mereka untuk tak bersekolah. Padahal Masyarakat sangat menginginkan adanya sarana pendidikan didesa ini, mereka ingin anak-anak dapat mengenyam penddikan seperti anak-anak Indonesia lainya. Entah mengapa, sekolah yang masyarakat inginkan untuk anak-anak mereka tak kunjung ada dan di bangun didesa ini. Masyarakat pernah mengajukan untuk diadakannya kegiatan belajar mengajar didesa ini, tapi lama tak ada jawaban. Dan anak-anak mereka pun terpaksa harus berjalan kaki menuju sekolah. Tak jauh dari desa Girijaganaya ada sebuah Sekolah Madrasah yang jaraknya 1 KM dari didesa ini, tetapi yang masyarakat inginkan adalah “Sekolah Negeri”
Akhirnya masyarakat mendirikan kelas darurat sederhana, membuat sekolah cabang atau filial. Keterbatasan biaya yang mereka miliki, masyarakat Girijagabaya pun hanya sanggup membangun sebuah gubug berdinding bambu dan beratap ilalang, dengan lebar 6 x 6 M. Sesungguhnya bangunan ini tak layak disebut sebagai ruang kelas, tapi mau bagaimana lagi, anak-anak mereka harus sekolah. Karena pendidikan dapat membuat mereka keluar dari kekuarangan, bekal untuk meraih masa depan yang cerah di masa yang akan datang.
Di sekolah dan kampung inilah Agus setiawan mengabdikan dirinya, mendidik anak-anak kampungnya untuk terus bisa bersekolah. Dengan ketulusan hatinya ia mengajar anak-anak ini. Ia mengajar hamper seluruh mata pelajaran. Dalam mendidik anak-anak disekolah ini, Agus tak sendiri, ada 9 guru yang mengajar bergantian dikelas ini dan ada 31 anak-anak murid dari kelas 1 – 4.
Bagi Agus menjadi pendidik honorer lulusan SMA dan bergaji 200,000 ribu, adalah panggilan hati. Inginnya yang besar untuk membuat anak-anak Girijagabaya menjadi pandai dan bersekolah adalah motivasi utamanya menjadi guru di SD ini. Walau banyak tawaran pekerjaan diluar desa, tak membuat agus bergeming dan tetap mengabdikan diri mendidik anak-anak di kampung ini.
Ia ingin anak-anak di kampung ini dapat lulus SMA seperti dirinya. Tak hanya lulusan SD dan putus sekolah karena jauhnya jarak SMP dan SMA. Kelak anak-anak ini yang akan membangun desanya, menjadikan generasi desa Girijagabaya menjadi calon pemimpin-pemimpin Banten. Yang dapat mensejahterkan rakyat, membangun pendidikan yang berkualitas untuk anak-anak Banten.
4 bulan sudah Agus mengabdi sebagai guru honor di SD N 1 filial Giri Jaga Baya. Honornya pun tak pernah naik, bangunan kelas yang berbentuk gubug berdinding bambu pun tak pernah berubah. Tetap sama, Reot. Masyarakat, guru pun tak tau kapan pemerintah akan turun tangan untuk membangun sebuah gedung sekolah yang layak, seperti sarana pendidikan yang dienyam oleh anak-anak pejabat negeri ini. Bukan sarana pendidikan ala kadarnya, ruang kelas yang lebih mirip seperti kadang ayam.
Lihatlah senyum ceria Neng, murid kelas 4 ini. Keceriaan anak-anak seperti Inilah yang membuat Agus tetap semangat mengajar anak-anak SDN 1 Girijagabaya. Lihat betapa manisnya anak-anak meraka, dan mereka juga adalah Anak Indonesia, Anak yang berhak bersekolah di negeri, dengan fasilitas pendidikan yang layak, mereka pun mempunyai hak yang sama untuk mendapat sarana pendidikan. Mimpi masyarakat, guru dan anak-anak di Girijagabaya hanya satu, “Kami butuh sekolah Negeri di desa ini, agar anak-anak kami tak jauh berjalan kaki, mereka dapat terus bersekolah”.
Berbeda dengan Jakarta, ibukota Negara republik ini, pusat pemerintahan yang hanya 6 jam dari tempat ini, disana sekolah-sekolah mewah berdiri mentereng, dengan segala sarana pendidikan yang lengkap. Tapi disini, dipulau yang sama, didesa Girijagabya, Tak ada kemewahan untuk anak-anak ini, yang ada hanya senyum keceriaan dan semangat untuk tetap sekolah ditengah keterbatasan sarana pendidikan. Bagaimana Neng mau jadi dokter gigi, kalau bangunan sekolahan tak ada di kampungnya? Bagaimana Bambang mau jadi pilot, kalo sarana pendidikannya saja apa adanya?.
Satu jawaban Agus ketika kami tanya mengapa ia tetap bertahan menjadi guru honor untuk anak-anak ini ” Saya Ingin merubah masa depan anak-anak Girijagabaya, agar kelak mereka dapat sekolah sampai ke jenjang pendidikan tinggi”
Kalau saja anak-anak para pemimpin daerah Banten atau pemimpin Republik ini bersekolah di gedung seperti seperti SDN 1 filial Girijagabaya, apa rasanya?.
Ini adalah realita pendidikan dipelosok negeri, 6 jam dari Ibukota Negara yang kaya. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita untuk mendidik dengan hati, bukan sekedar mengejar materi. Dan semoga pula dengan kisah ini, pemerintah tanggap memperbaiki dan membangun sarana pendidikan yang layak bagi anak-anak bangsa.
“Mereka juga Anak Negeri Indonesia, yang butuh Sekolah Negeri”
[YOUTUBE]http://www.youtube.com/results?search_query=talk+show+gerakan+1000+guru+[/YOUTUBE]
Quote:
ASNAT BELL, GURU HONOR NTT, 10 TAHUN MENGABDI, GAJI HANYA 50 RIBU/BULAN
mengajar selama 7 jam setiap harinya, mengajar 9 mata pelajaran di kelas 1. Sejak mengajar dari Tahun 2002 hingga sekarang, gaji yang terima pun hanya 50 ribu perbulan, gajinya turun kadang 3 - 4 bulan. Dengan 50 ribu gajinya sebagai guru honor di SD terpencil ini, Asnat bell juga harus menghidupi 3 orang anaknya dan keluarganya. Ditambah lagi dengan keadaan geografis tanah di Amanuban Timur ini yang kering, dingin, dan susah air, membuat pertanian tidak bisa tumbuh. Asnat Bell hanya lulusan SMA, bersama teman-temannya mengajar di SD GMIT mulai tahun 2002, kini hanya dia saja yang bertahan, temannya berhenti. Karena hati dan panggilannya mengajar, untuk mengentaskan kebodohan dan kemiskinan membuat dia tetap mengajar di Sekolah ini.
Selama bertahun-tahun mengabdi dan mengajar, Asnat Bell jauh dari pengangkatan menjadi seorang Guru PNS, kenapa? Karena kebijakan sekolah, seorang guru yang akan jadi PNS harus melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan, minimal D3, Asnat Bell hanya SMA. Pengorbanannya mengajar selama 10 tahun tidak berarti apa-apa, ternyata syarat menjadi PNS itu ijazah pendidikan keguruan.
Di desa Ini, banyak anak-anak yang putus sekolah, walau sekolah gratis, kemiskinan membuat anak-anak membantu ortunya bekerja daripada sekolah. Di sekolah ini ada 4 guru honor dan 3 PNS, tentu yang PNS adalah kepala sekolahnya, sejak teman-temannya mengundurkan diri, sekolah ini kosong Asnat bell tetap mengajar, walau gaji sangat tidak memadai, pengemis di Jakarta lebih besar penghasilanya dari pada gaji honor Asnat Bell. Asnat bell mengajar 7 sehari, selama 26 hari, 182 jam, gaji yang dia dapat 50 ribu sebulan, perjam Asnat Bell hanya di hargai 277 perak Pengemis di kota-kota besar sekali lampu merah bisa dapat 1000 rupiah, miris, gaji guru honor lebih sangat tidak manusiawi, kemana dana BOS? Bagaimana Bisa anak-anak NTT menjadi setara dengan anak-anak di pulau Jawa? kalau kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Bagaimana mau mengajar yang baik kalau guru harus berfikir keras untuk memenuhi kebutuhannya, tidak akan fokus mengajar, banyak yang dipikirkan.
Asnat Bell masih berharap, semoga tahun ini dia menjadi PNS, di tahun ke-11 dia mengajar, semoga pemerintah mengangkat dia menjadi PNS. Masih banyak Asnat Bell -Asnat Bell di Pedalaman NTT ini, mereka mencoba memberikan pengajaran, agar anak-anak NTT dapat membangun desanya, daerahnya. Semoga kisah ibu Asnat Bell dapat menginspirasi kita, dan pemerintah menjadi peduli dengan Indonesia Timur.
mengajar selama 7 jam setiap harinya, mengajar 9 mata pelajaran di kelas 1. Sejak mengajar dari Tahun 2002 hingga sekarang, gaji yang terima pun hanya 50 ribu perbulan, gajinya turun kadang 3 - 4 bulan. Dengan 50 ribu gajinya sebagai guru honor di SD terpencil ini, Asnat bell juga harus menghidupi 3 orang anaknya dan keluarganya. Ditambah lagi dengan keadaan geografis tanah di Amanuban Timur ini yang kering, dingin, dan susah air, membuat pertanian tidak bisa tumbuh. Asnat Bell hanya lulusan SMA, bersama teman-temannya mengajar di SD GMIT mulai tahun 2002, kini hanya dia saja yang bertahan, temannya berhenti. Karena hati dan panggilannya mengajar, untuk mengentaskan kebodohan dan kemiskinan membuat dia tetap mengajar di Sekolah ini.
Selama bertahun-tahun mengabdi dan mengajar, Asnat Bell jauh dari pengangkatan menjadi seorang Guru PNS, kenapa? Karena kebijakan sekolah, seorang guru yang akan jadi PNS harus melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan, minimal D3, Asnat Bell hanya SMA. Pengorbanannya mengajar selama 10 tahun tidak berarti apa-apa, ternyata syarat menjadi PNS itu ijazah pendidikan keguruan.
Di desa Ini, banyak anak-anak yang putus sekolah, walau sekolah gratis, kemiskinan membuat anak-anak membantu ortunya bekerja daripada sekolah. Di sekolah ini ada 4 guru honor dan 3 PNS, tentu yang PNS adalah kepala sekolahnya, sejak teman-temannya mengundurkan diri, sekolah ini kosong Asnat bell tetap mengajar, walau gaji sangat tidak memadai, pengemis di Jakarta lebih besar penghasilanya dari pada gaji honor Asnat Bell. Asnat bell mengajar 7 sehari, selama 26 hari, 182 jam, gaji yang dia dapat 50 ribu sebulan, perjam Asnat Bell hanya di hargai 277 perak Pengemis di kota-kota besar sekali lampu merah bisa dapat 1000 rupiah, miris, gaji guru honor lebih sangat tidak manusiawi, kemana dana BOS? Bagaimana Bisa anak-anak NTT menjadi setara dengan anak-anak di pulau Jawa? kalau kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Bagaimana mau mengajar yang baik kalau guru harus berfikir keras untuk memenuhi kebutuhannya, tidak akan fokus mengajar, banyak yang dipikirkan.
Asnat Bell masih berharap, semoga tahun ini dia menjadi PNS, di tahun ke-11 dia mengajar, semoga pemerintah mengangkat dia menjadi PNS. Masih banyak Asnat Bell -Asnat Bell di Pedalaman NTT ini, mereka mencoba memberikan pengajaran, agar anak-anak NTT dapat membangun desanya, daerahnya. Semoga kisah ibu Asnat Bell dapat menginspirasi kita, dan pemerintah menjadi peduli dengan Indonesia Timur.
Ia tidak mengeluh
Ia tidak pernah menyesali nasibnya
Ia tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk merubah nasibnya
Ia hanya ingin membuat anak-anak di NTT memiliki bekal ilmu yang akan mereka pakai untuk kedepannya....
Ia tidak pernah menyesali nasibnya
Ia tidak pernah meminta kepada Tuhan untuk merubah nasibnya
Ia hanya ingin membuat anak-anak di NTT memiliki bekal ilmu yang akan mereka pakai untuk kedepannya....
Spoiler for pict:
Spoiler for partners:
Quote:
Pagi ini Jakarta terasa panas, sudah hampir 2 jam saya menunggu kereta dari Bogor, menunggu seorang teman yang tertarik dengan kehidupan anak-anak penderita keterbelakangan mental dan berkebutuhan khusus. Selvitra, mahasiswi jurusan akuntasi disalah satu perguruan tinggi dibogor ini ingin bertemu dan mengunjungi Kumala, 10 tahun, bocah kecil yang lahir dengan keterbatasan dan menderita cacat fisik, hidup diperkampungan kumuh di pinggiran Jakarta serta korban kebakaran di Kampung Pulo Jakarta Utara.
Kumala lahir dari pasangan yang sederhana, ketika Kumala lahir, tak ada tanda-tanda keanehan dalam dirinya. Saat usianya 2 tahun ibunya meninggal, meninggalkan Kumala dan 1 orang kakaknya.
Sejak umur 4 tahun itulah tanda-tanda keanehan tampak dalam tubuh Kumala, jalannya tak sempurna, bicaranya gagap, dan lebih pendiam. Saat Kumala didaftarkan untuk masuk sekolah, pihak sekolah menyarankan agar Kumala disekolahkan di Sekolah Luar Biasa saja, namun Keluarga menolak, karena keterbatasan ekonomi, ayah Kumala hanya buruh lepas, tak sanggup untuk menyekolahkan Kumala di sekolah luar biasa. Ayahnya pun tetap ngotot menyekolahkan Kumala di sekolah anak-anak yang normal lainnya. Akhirnya sekolah menerima Kumala. Dan dengan keterbatasan dan kekurangannya Kumala dapat bersekolah di sekolah seperti anak-anak normal lainya. Bahkan prestasinya pun luar biasa, selalu mendapat ranking 4 besar disekolahnya.
Kini Kumala kelas 4 SD, 7 tahun sudah ibunya pergi meninggalkan dirinya, menjadi anak piatu yang tinggal dipinggiran Jakarta dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Namun semangatnya untuk belajar tak pernah luntur, ia pun tak pernah merasa disisihkan disekolahnya, teman-temannya pun menyanyanginya.
Pagi itu, Pkl. 03.00 WIB dini hari, api berkobar mulai membakar beberapa rumah-rumah kayu dibelakang rumahnya, dan dalam hitungan menit, api itu pun menghanguskan rumahnya. Membakar seluruh apa yang dia milik. Kampung Pulo Kelapa Gading ludes oleh si jago merah. Kumala dan keluarganya berhasil menyelamatkan diri, namun hartanya orang tunya tak terselamatkan, termasuk baju seragam sekolahnya.
Esok paginya setelah kebakaran, Kumala pun tetap bersekolah, walau tak ada seragam sekolah, Kumala tetap berangkat untuk belajar. Tak ada Tas, Sepatu dan buku belajaran, hanya satu buku tulis, sepasang pakaian yang melekat dibadannya dan sandal ia berangkat kesekolah.Tak terpikirkan olehnya untuk membolos dan bergabung dengan teman-teman sebayanya mencari besi di bekas kebakaran.
Selvitra bersama Kumala (Baju Ungu)
Kini Kumala hanya tidur di puing-puing bekas kebakaran, beratap terpal yang panas jika siang hari dan dingin serta bernyamuk ketika malam hari. Begitulah hari-harinya ia lalui di lokasi kebakaran Kampung Pulo Jakarta Utara.
Kini 12 hari sudah berlalu, baju seragam lengkapnyanya pun belum mampu terbeli. Hanya sepotong baju seragam yang mampu neneknya beli. Namun Kumala tak mengeluh, ia tau dengan keadaan orang tua dan neneknya yang terkena musibah kebakaran, ia tetap semangat untuk belajar.
Dan Hari ini, kami pun meluangkan waktu untuk mengujungi Kumala, gadis hebat dengan segala kekurangannya, seorang gadis cilik yang telah lama di tinggal ibunya, seorang gadis cilik yang hidup di puing bekas kebakaran. Kami memberikan Kumala beberapa buku-buku bacaan, agar menjadi hidupan di tempatnya tinggal yang habis karena kebakaran. Selvitra pun tergugah hatinya untuk mengadopsi Kumala, menjadikannya adik, untuk terus mensupport dan memperhatikan kebutuhan pendidikan Kumala kedepan. Agar Kumala dapat menggapai mimpinya, membahagiakan kakak, bapak dan neneknya kelak.
Kalau bukan kita yang menyanyangi dan memperhatikan anak-anak berkebutuhan khusus yang berkekurangan, lalu siapa lagi?
Oleh: Jimmy N
Kumala lahir dari pasangan yang sederhana, ketika Kumala lahir, tak ada tanda-tanda keanehan dalam dirinya. Saat usianya 2 tahun ibunya meninggal, meninggalkan Kumala dan 1 orang kakaknya.
Sejak umur 4 tahun itulah tanda-tanda keanehan tampak dalam tubuh Kumala, jalannya tak sempurna, bicaranya gagap, dan lebih pendiam. Saat Kumala didaftarkan untuk masuk sekolah, pihak sekolah menyarankan agar Kumala disekolahkan di Sekolah Luar Biasa saja, namun Keluarga menolak, karena keterbatasan ekonomi, ayah Kumala hanya buruh lepas, tak sanggup untuk menyekolahkan Kumala di sekolah luar biasa. Ayahnya pun tetap ngotot menyekolahkan Kumala di sekolah anak-anak yang normal lainnya. Akhirnya sekolah menerima Kumala. Dan dengan keterbatasan dan kekurangannya Kumala dapat bersekolah di sekolah seperti anak-anak normal lainya. Bahkan prestasinya pun luar biasa, selalu mendapat ranking 4 besar disekolahnya.
Kini Kumala kelas 4 SD, 7 tahun sudah ibunya pergi meninggalkan dirinya, menjadi anak piatu yang tinggal dipinggiran Jakarta dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Namun semangatnya untuk belajar tak pernah luntur, ia pun tak pernah merasa disisihkan disekolahnya, teman-temannya pun menyanyanginya.
Pagi itu, Pkl. 03.00 WIB dini hari, api berkobar mulai membakar beberapa rumah-rumah kayu dibelakang rumahnya, dan dalam hitungan menit, api itu pun menghanguskan rumahnya. Membakar seluruh apa yang dia milik. Kampung Pulo Kelapa Gading ludes oleh si jago merah. Kumala dan keluarganya berhasil menyelamatkan diri, namun hartanya orang tunya tak terselamatkan, termasuk baju seragam sekolahnya.
Esok paginya setelah kebakaran, Kumala pun tetap bersekolah, walau tak ada seragam sekolah, Kumala tetap berangkat untuk belajar. Tak ada Tas, Sepatu dan buku belajaran, hanya satu buku tulis, sepasang pakaian yang melekat dibadannya dan sandal ia berangkat kesekolah.Tak terpikirkan olehnya untuk membolos dan bergabung dengan teman-teman sebayanya mencari besi di bekas kebakaran.
Selvitra bersama Kumala (Baju Ungu)
Kini Kumala hanya tidur di puing-puing bekas kebakaran, beratap terpal yang panas jika siang hari dan dingin serta bernyamuk ketika malam hari. Begitulah hari-harinya ia lalui di lokasi kebakaran Kampung Pulo Jakarta Utara.
Kini 12 hari sudah berlalu, baju seragam lengkapnyanya pun belum mampu terbeli. Hanya sepotong baju seragam yang mampu neneknya beli. Namun Kumala tak mengeluh, ia tau dengan keadaan orang tua dan neneknya yang terkena musibah kebakaran, ia tetap semangat untuk belajar.
Dan Hari ini, kami pun meluangkan waktu untuk mengujungi Kumala, gadis hebat dengan segala kekurangannya, seorang gadis cilik yang telah lama di tinggal ibunya, seorang gadis cilik yang hidup di puing bekas kebakaran. Kami memberikan Kumala beberapa buku-buku bacaan, agar menjadi hidupan di tempatnya tinggal yang habis karena kebakaran. Selvitra pun tergugah hatinya untuk mengadopsi Kumala, menjadikannya adik, untuk terus mensupport dan memperhatikan kebutuhan pendidikan Kumala kedepan. Agar Kumala dapat menggapai mimpinya, membahagiakan kakak, bapak dan neneknya kelak.
Kalau bukan kita yang menyanyangi dan memperhatikan anak-anak berkebutuhan khusus yang berkekurangan, lalu siapa lagi?
Oleh: Jimmy N
Spoiler for pict:
http://seribuguru.org/
Diubah oleh rezhaaaaa 08-05-2014 04:49
0
3.9K
Kutip
10
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan