- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Pencipta Lambang Garuda Indonesia yang Tidak Diakui #hanyadiIndonesia


TS
atmaja.cold
Pencipta Lambang Garuda Indonesia yang Tidak Diakui #hanyadiIndonesia
STOP TIDAK MENGAKUI ANAK BANGSA SEBAGAI ASET NEGARA 
Eksistensi Sultan Hamid II dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia nyaris tak terasa. Padahal, dialah desainer lambang negara Indonesia, Burung Garuda, biasa juga disebut “Garuda Pancasila”.Meski sejarah menutup-nutupi, sumbangsih Sultan Hamid Ii selaku perancang lambang negara Indonesia tersebut tak boleh dilupakan.Boleh jadi sejarah dan pencatatan sejarah tidak berpihak kepada Sultan yang cerdas ini.Begitulah penyakit negara bangsa yang kerap dengan mudahnya menghilangkan jasa-jasa dan apa-apa yang telah diperbuat seseorang hanya karena adanya perbedaan pandangan, seperti adanya perbedaan visi seperti mengenai ideologi dan model atau bentuk negara, serta adanya pertentangna politik akibat perbedaan itu. Terutama jika bertentangan dengan rezim yang berkuasa. Biasanya, rezim yang berkuasalah yang menentukan seperti apa sejarah yang hendak dicatat dan diceritakan kepada generasi berikutnya.Secara politik, sebenarnya tak ada alasan untuk menghalangi pengakuan terhadap hasil karya Sultan Hamid II. Namun entah kenapa hingga hari ini hal itu maih belum dapat terealisasikan.Sultan Hamid II kadang dianggap sebagai tokoh makar. Namanya disudutkan, kariernya dihitamkan, padahal berkat karyanya dindning istana dan kantor-kantor pemerintahan di republik ini menjadi brwibawa dengan lambang Garuda Pancasila.Namun jangan coba-coba mencari lambang Garuda di dinding istana Kadriyah. Tak bakal ketemu. Sultan hamid telah berwasiat kepada anak cucunya agar tidak memajang lambang negara sebelum negara mengakui hasil karyanya

Spoiler for Beritanya:
Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, Turiman Fachturachman Nur M Hum mengatakan, hingga kini belum ada pengakuan secara hukum bahwa Sultan Hamid II sebagai perancang lambang negara Indonesia, burung Garuda.
"Siapa pencipta lagu Indonesia Raya, penjahit bendera Sangsaka Merah Putih, pencipta lagu Garuda Pancasila, semua bisa menjawab. Tetapi, siapa perancang lambang negara, tidak ada yang bisa menjawab," kata Turiman Fachturachman di Pontianak, Selasa (9/7).
Seperti diberitakan Antara, Turiman menjelaskan, Sultan Hamid II merupakan sultan ketujuh dari Kesultanan Pontianak. Nama lengkapnya, Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie. Ia pernah menjadi menteri negara tanpa porto folio di masa Presiden Soekarno (Republik Indonesia Serikat).
Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua BFO (Bijenkommist Federal Overleeg0 atau Permusyawaratan Negara-negara Federal dalam Konferensi Meja Bundar. Namun demikian, dia pernah dianggap terlibat dalam peristiwa Westerling, meski berdasarkan putusan Mahkamah Agung Tahun 1953, tuduhan itu tidak terbukti.
Turiman mengangkat tentang validitas perancang lambang negara saat mengambil gelas magister di Universitas Indonesia pada tahun 1999. Menurut dia, ada dua tahap perancangan lambang negara yang dibuat oleh Sultan Hamid II.
Rancangan tahap pertama, pada 8 Februari 1950, mengambil figur burung garuda yang digali dalam mitologi bangsa Indonesia berdasarkan bahan dasar kiriman Ki Hajar Dewantoro dari sketsa garuda di berbagai candi di Jawa.
Gambar lambang negara dimaksud itu, sudah dikritisi oleh Panitia Lambang Negara. Kemudian, rancangan tahap kedua, pada 10 Februari 1950, mengambil figur burung elang rajawali setelah Sultan Hamid II melakukan penyempurnaan dan perbandingan dengan negara lain menggunakan figur sama.
Figur burung elang rajawali itu kemudian ditetapkan menjadi Lambang Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) 11 Februari 1950 dan masuk berita negara Parlemen RIS 17 Februari 1950 Nomor 2 dan menjadi lampiran resmi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 1951 berdasarkan Pasal 6.
Sultan Hamid II dalam transkrip 15 April 1967 secara semiotika hukum lambang menamakan lambang negara RIS itu Rajawali - Garuda Pancasila. Soekarno menamakan Elang Rajawali - Garuda, PP Nomor 66 Tahun 1951 menyebut berdekatan dengan burung Elang Rajawali.
"Jadi, lambang negara RI secara struktur gambar sekarang ini, sebenarnya berbentuk Elang Rajawali, bukan Garuda," terangnya.
Kalbar telah mengusulkan di amandemen UUD Tahun 1945 terhadap pasal 36 menjadi pasal 36 A pada tahun 2000 kepada MPR RI. Namun ketika UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, pada pasal 48 tidak disebutkan siapa perancang lambang negara tersebut.
Turiman pada Jumat (12/7), akan meluncurkan buku biografi politik "Sultan Hamid II Sang Perancang Lambang Negara". Ia menulis buku tersebut bersama Anshari Dimyati dan Nur Iskandar.
Ia berharap, buku tersebut dapat menggugah kesadaran berbangsa mengenai Sultan Hamid II yang hingga kini karyanya masih menjadi salah satu alat pemersatu bangsa.
"Sekaligus bertepatan dengan satu abad kelahiran Sultan Hamid II. Melalui terbitnya buku itu, diharapkan Negara dapat memberi penghargaan kepada Sultan Hamid II sebagai Bapak Perancang Lambang Negara," kata Turiman.
Tahukah anda siapakah Sultan Hamid II itu?

ganteng ye gan
Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab–walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak–keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Rancangan awal dari M. Yamin



Rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II, berbentuk Garuda tradisional yang bertubuh manusia.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hamid_II
"Siapa pencipta lagu Indonesia Raya, penjahit bendera Sangsaka Merah Putih, pencipta lagu Garuda Pancasila, semua bisa menjawab. Tetapi, siapa perancang lambang negara, tidak ada yang bisa menjawab," kata Turiman Fachturachman di Pontianak, Selasa (9/7).
Seperti diberitakan Antara, Turiman menjelaskan, Sultan Hamid II merupakan sultan ketujuh dari Kesultanan Pontianak. Nama lengkapnya, Sultan Syarif Hamid Al-Qadrie. Ia pernah menjadi menteri negara tanpa porto folio di masa Presiden Soekarno (Republik Indonesia Serikat).
Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua BFO (Bijenkommist Federal Overleeg0 atau Permusyawaratan Negara-negara Federal dalam Konferensi Meja Bundar. Namun demikian, dia pernah dianggap terlibat dalam peristiwa Westerling, meski berdasarkan putusan Mahkamah Agung Tahun 1953, tuduhan itu tidak terbukti.
Turiman mengangkat tentang validitas perancang lambang negara saat mengambil gelas magister di Universitas Indonesia pada tahun 1999. Menurut dia, ada dua tahap perancangan lambang negara yang dibuat oleh Sultan Hamid II.
Rancangan tahap pertama, pada 8 Februari 1950, mengambil figur burung garuda yang digali dalam mitologi bangsa Indonesia berdasarkan bahan dasar kiriman Ki Hajar Dewantoro dari sketsa garuda di berbagai candi di Jawa.
Gambar lambang negara dimaksud itu, sudah dikritisi oleh Panitia Lambang Negara. Kemudian, rancangan tahap kedua, pada 10 Februari 1950, mengambil figur burung elang rajawali setelah Sultan Hamid II melakukan penyempurnaan dan perbandingan dengan negara lain menggunakan figur sama.
Figur burung elang rajawali itu kemudian ditetapkan menjadi Lambang Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) 11 Februari 1950 dan masuk berita negara Parlemen RIS 17 Februari 1950 Nomor 2 dan menjadi lampiran resmi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 1951 berdasarkan Pasal 6.
Sultan Hamid II dalam transkrip 15 April 1967 secara semiotika hukum lambang menamakan lambang negara RIS itu Rajawali - Garuda Pancasila. Soekarno menamakan Elang Rajawali - Garuda, PP Nomor 66 Tahun 1951 menyebut berdekatan dengan burung Elang Rajawali.
"Jadi, lambang negara RI secara struktur gambar sekarang ini, sebenarnya berbentuk Elang Rajawali, bukan Garuda," terangnya.
Kalbar telah mengusulkan di amandemen UUD Tahun 1945 terhadap pasal 36 menjadi pasal 36 A pada tahun 2000 kepada MPR RI. Namun ketika UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan, pada pasal 48 tidak disebutkan siapa perancang lambang negara tersebut.
Turiman pada Jumat (12/7), akan meluncurkan buku biografi politik "Sultan Hamid II Sang Perancang Lambang Negara". Ia menulis buku tersebut bersama Anshari Dimyati dan Nur Iskandar.
Ia berharap, buku tersebut dapat menggugah kesadaran berbangsa mengenai Sultan Hamid II yang hingga kini karyanya masih menjadi salah satu alat pemersatu bangsa.
"Sekaligus bertepatan dengan satu abad kelahiran Sultan Hamid II. Melalui terbitnya buku itu, diharapkan Negara dapat memberi penghargaan kepada Sultan Hamid II sebagai Bapak Perancang Lambang Negara," kata Turiman.
Tahukah anda siapakah Sultan Hamid II itu?
Spoiler for Sultan Hamid II:
Spoiler for Fotonye gans:
Quote:

ganteng ye gan

Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab–walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak–keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Rancangan awal dari M. Yamin
Spoiler for Sejarah Lambang Garuda:

Quote:



Rancangan awal Garuda Pancasila oleh Sultan Hamid II, berbentuk Garuda tradisional yang bertubuh manusia.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Quote:

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.
AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini.
Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.
Quote:

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hamid_II
Quote:
Eksistensi Sultan Hamid II dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia nyaris tak terasa. Padahal, dialah desainer lambang negara Indonesia, Burung Garuda, biasa juga disebut “Garuda Pancasila”.Meski sejarah menutup-nutupi, sumbangsih Sultan Hamid Ii selaku perancang lambang negara Indonesia tersebut tak boleh dilupakan.Boleh jadi sejarah dan pencatatan sejarah tidak berpihak kepada Sultan yang cerdas ini.Begitulah penyakit negara bangsa yang kerap dengan mudahnya menghilangkan jasa-jasa dan apa-apa yang telah diperbuat seseorang hanya karena adanya perbedaan pandangan, seperti adanya perbedaan visi seperti mengenai ideologi dan model atau bentuk negara, serta adanya pertentangna politik akibat perbedaan itu. Terutama jika bertentangan dengan rezim yang berkuasa. Biasanya, rezim yang berkuasalah yang menentukan seperti apa sejarah yang hendak dicatat dan diceritakan kepada generasi berikutnya.Secara politik, sebenarnya tak ada alasan untuk menghalangi pengakuan terhadap hasil karya Sultan Hamid II. Namun entah kenapa hingga hari ini hal itu maih belum dapat terealisasikan.Sultan Hamid II kadang dianggap sebagai tokoh makar. Namanya disudutkan, kariernya dihitamkan, padahal berkat karyanya dindning istana dan kantor-kantor pemerintahan di republik ini menjadi brwibawa dengan lambang Garuda Pancasila.Namun jangan coba-coba mencari lambang Garuda di dinding istana Kadriyah. Tak bakal ketemu. Sultan hamid telah berwasiat kepada anak cucunya agar tidak memajang lambang negara sebelum negara mengakui hasil karyanya
Quote:
Maaf kalo repost sebelumnya sudah ada ulasan tentang penciptanya tapi belum ada yang mengerti kalo si pencipta ini belum atau malah tidak diakui 

Spoiler for BONUS:
kalo berkenan bagi 
nya gan ga berharap



Diubah oleh atmaja.cold 07-05-2014 04:43
0
5.6K
Kutip
36
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan