- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[OH KIRAIN YANG LAIN] Basuki: Jakarta Macet karena Polisi, Jaksa, Hakim Tak Kompak


TS
Abidin_Domba
[OH KIRAIN YANG LAIN] Basuki: Jakarta Macet karena Polisi, Jaksa, Hakim Tak Kompak
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, kemacetan di Jakarta terjadi karena tidak kompaknya trio penegak hukum, yakni polisi, jaksa, dan hakim. Penegakan hukum selama ini tidak memberi efek jera kepada para pelanggar hukum.
Basuki menjelaskan, sesuai peraturan yang ada, penindakan di jalan raya harus dilakukan oleh polisi, bukan petugas dari Dinas Perhubungan. Namun, polisi juga tidak diperbolehkan mengenakan besaran denda (slip biru), karena hal tersebut menjadi wewenang hakim, yang sebelumnya harus melalui tuntutan dari jaksa.
"Saya pernah minta polisi bisa tilang pakai slip biru saja, biar bisa denda maksimal supaya orang kapok. Tapi jaksa protes karena polisi tidak bisa kasi slip biru. Mereka (polisi) bilang, bisa ribut dengan jaksa (kalau kami bisa kasi slip biru)," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (7/5/2014).
"Kita juga sudah minta hakim denda maksimal, tapi hakim lihat muka kasihan, tidak jadi kasi denda maksimal. Padahal namanya hukuman itu kan untuk memberikan efek jera," katanya lagi.
Basuki lalu mencontohkan situasi lalu lintas di Jakarta. Menurutnya, seringkali kemacetan yang terjadi karena di perempatan banyak pengendara kendaraan bermotor yang berhenti di depan marka jalan saat lampu sedang merah, sehingga kemudian menghambat arus kendaraan dari arah lain yang sedang hijau. Belum lagi, kendaraan-kendaraan yang memotong jalan arus kendaraan lain.
Para pelanggar lalu lintas tersebut, kata dia, selalu tidak mengindahkan keberadaan petugas Dinas Perhubungan yang rutin berada di lapangan karena sudah mengetahui kalau petugas Dinas Perhubungan tidak bisa melakukan penindakan.
"Kalau di luar negeri, ada yang melanggar, petugas Dishubnya cuma tinggal keluarin slip biru, yang kena tilang harus setor ke bank. Kalau tidak nyetor, akan kena denda dua kali lipat. Kalau tidak senang putusan ini ya kamu baru ngajuin ke hakim. Kalau hakim membuktikan kamu bersalah, dendanya dua kali lipat. Makanya kalau sudah salah, orang tidak akan pernah mau ke hakim. Kalau di kita kan semua mesti ke hakim," ujar Basuki.
Karena itulah, Basuki menegaskan, harus menjadi presiden terlebih dahulu agar lebih mudah mengatur Jakarta. Menurutnya, presiden memiliki wewenang untuk mengontrol tiga institusi penegak hukum tersebut.
"Karena itu Jokowi (Gubernur DKI Joko Widodo) nyapres supaya bisa kontrol polisi, kontrol jaksa, kontrol hakim. Saya saja kalau Pak Jokowi tidak jadi capres, biar saya saja yang jadi capres. Biar lebih mudah beresin Jakarta," ucap pria yang akrab disapa Ahok itu.
Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2...kim.Tak.Kompak
TS :
Oh gitu.....
kirain ane karena angkutan umum kurang, tidak memadai dan tidak nyaman sehingga banyak orang bawa kendaraan pribadi..
Thanks ahok, memang semua lebih mudah diatasi kalau menjadi presiden
Menurut panastak disini kalau jokowi presiden, maka gubernur jakarta jadi selevel mentri, berarti diangkat presiden, jadi enggak perlu ada pilkada
Basuki menjelaskan, sesuai peraturan yang ada, penindakan di jalan raya harus dilakukan oleh polisi, bukan petugas dari Dinas Perhubungan. Namun, polisi juga tidak diperbolehkan mengenakan besaran denda (slip biru), karena hal tersebut menjadi wewenang hakim, yang sebelumnya harus melalui tuntutan dari jaksa.
"Saya pernah minta polisi bisa tilang pakai slip biru saja, biar bisa denda maksimal supaya orang kapok. Tapi jaksa protes karena polisi tidak bisa kasi slip biru. Mereka (polisi) bilang, bisa ribut dengan jaksa (kalau kami bisa kasi slip biru)," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (7/5/2014).
"Kita juga sudah minta hakim denda maksimal, tapi hakim lihat muka kasihan, tidak jadi kasi denda maksimal. Padahal namanya hukuman itu kan untuk memberikan efek jera," katanya lagi.
Basuki lalu mencontohkan situasi lalu lintas di Jakarta. Menurutnya, seringkali kemacetan yang terjadi karena di perempatan banyak pengendara kendaraan bermotor yang berhenti di depan marka jalan saat lampu sedang merah, sehingga kemudian menghambat arus kendaraan dari arah lain yang sedang hijau. Belum lagi, kendaraan-kendaraan yang memotong jalan arus kendaraan lain.
Para pelanggar lalu lintas tersebut, kata dia, selalu tidak mengindahkan keberadaan petugas Dinas Perhubungan yang rutin berada di lapangan karena sudah mengetahui kalau petugas Dinas Perhubungan tidak bisa melakukan penindakan.
"Kalau di luar negeri, ada yang melanggar, petugas Dishubnya cuma tinggal keluarin slip biru, yang kena tilang harus setor ke bank. Kalau tidak nyetor, akan kena denda dua kali lipat. Kalau tidak senang putusan ini ya kamu baru ngajuin ke hakim. Kalau hakim membuktikan kamu bersalah, dendanya dua kali lipat. Makanya kalau sudah salah, orang tidak akan pernah mau ke hakim. Kalau di kita kan semua mesti ke hakim," ujar Basuki.
Karena itulah, Basuki menegaskan, harus menjadi presiden terlebih dahulu agar lebih mudah mengatur Jakarta. Menurutnya, presiden memiliki wewenang untuk mengontrol tiga institusi penegak hukum tersebut.
"Karena itu Jokowi (Gubernur DKI Joko Widodo) nyapres supaya bisa kontrol polisi, kontrol jaksa, kontrol hakim. Saya saja kalau Pak Jokowi tidak jadi capres, biar saya saja yang jadi capres. Biar lebih mudah beresin Jakarta," ucap pria yang akrab disapa Ahok itu.
Sumber : http://megapolitan.kompas.com/read/2...kim.Tak.Kompak
TS :
Oh gitu.....
kirain ane karena angkutan umum kurang, tidak memadai dan tidak nyaman sehingga banyak orang bawa kendaraan pribadi..
Thanks ahok, memang semua lebih mudah diatasi kalau menjadi presiden

Menurut panastak disini kalau jokowi presiden, maka gubernur jakarta jadi selevel mentri, berarti diangkat presiden, jadi enggak perlu ada pilkada

0
2.1K
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan