- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Mengenal sosok Babeh Idin


TS
mhelancouliz
Mengenal sosok Babeh Idin
NO REPSOL

Hutan Kota Sangga Buana dan Bapak Chaerudin
Babeh Idin pernah berujar "Jokowi harus belajar sama gua!"
Mengapa beliau berucap seperti itu? ternyata Babeh Idin bukan sekedar bicara apalagi sombong, tapi karena kerja keras beliau yang sungguh luar biasa dalam upayanya menghijaukan sebagian Jakarta selama 24 tahun tanpa pamrih sepeserpun. Sebenarnya siapa sosok Babeh Idin ini? berikut penjelasannya.
Sekali waktu kami mengunjungi salah satu Ruang Terbuka Hijau yang masih tersisa di DKI Jakarta, yakni Hutan Kota Sangga Buana. Bertempat di pinggiran DKI Jakarta lebih tepatnya di sekitar Kali Pesanggrahan dengan luas area 120 hektar terdiri dari 40 hektar berada di wilayah DKI Jakarta dan 80 hektar berada di wilayah Tangerang Selatan menjadikan Hutan Kota Sangga Buana menjadi salah satu lokasi yang baik sebagai ruang terbuka hijau.
Sementara itu permasalahan akibat peningkatan jumlah penduduk pada kota-kota besar khususnya DKI Jakarta telah memicu adanya penurunan kuantitas tutupan vegetasi dalam suatu kota yang berpengaruh kepada meningkatnya kadar Gas CO2, meningkatnya suhu udara, menurunnya kelembaban udara, meningkatnya pencemaran lingkungan, dan lain sebagainya. Hal ini telah terjadi puluhan tahun ke belakang, bahkan siapa yang menyangka bahwa dulunya lokasi Hutan Kota Sangga Buana ini adalah tempat pembuangan sampah yang tandus dan dialiri oleh Kali Pesanggrahan yang kotor dan berbau.

Permasalahan itulah yang mendasari Bapak Chaerudin atau yang dikenal dengan sebutan Babeh Idin melakukan perubahan. Bersama para anggota Kelompok Tani Lingkungan Hidup lainnya Babeh Idin bertekad dengan mengembangkan Ruang Terbuka Hijau yang diberi nama Hutan Kota Sangga Buana.
Tekad Pria kelahiran 13 April 1956 ini berawal dari kenangan masa kecil. Ketika itu memancing ikan di Kali Pesanggrahan masih dapat dilakukan, kicauan burung begitu merdu menghiasi suasana di pinggir kali dan aneka satwa lain juga dapat dengan mudah ditemui. Namun pada tahun 1980an kondisi berubah. Akhirnya di tahun 1989 Babeh Idin tergerak untuk mencari tahu penyebab turunnya kualitas lingkungan di Kali Pesanggerahan dengan pergi bertualang menyusuri kali dengan batang-batang pisang sebagai rakit dari mulai hulu di Gunung Gede-Pangrango sampai ke hilir di DKI Jakarta sejauh 120an km. Munculah sebuah tekad yakni mengembalikan Kali Pesanggrahan menjadi seperti dulu lagi.
Langkah Babeh Idin dimulai dengan membersihkan sampah. Beberapa kali beliau bersitegang dengan orang-orang yang sering membuang sampah sembarangan. Terutama pemilik rumah yang berada di bantaran. Tapi Babeh Idin tidak gentar, mereka tetap dihimbau dengan cara persuasif dan “kreatif”. Akibatnya tak jarang Babeh Idin harus berurusan dengan aparat kelurahan, kecamatan, BPN, bahkan Polisi. Lambat laun akhirnya cara ini membuahkan hasil. Banyak pemilik tanah akhirnya sadar dan memberikan lahannya dengan ikhlas untuk dijadikan sebagai hutan kota. Kemudian Babeh Idin membentuk Kelompok Tani Lingkungan Hidup Sangga Buana (KTLH Sangga Buana) sebagai wadah untuk berupaya menghijaukan kembali bantaran Kali Pesanggrahan ini.
Upaya Menghijaukan kembali bantaran Kali Pesanggrahan ini tidak asal tapi ada mekanismenya. Pohon yang akarnya kuat, seperti kayu secang, salam, tanjung, kedondong laut, nangka, senggugu, belimbing wuluh, mandalika, ditanam di bibir bantaran kali agar sanggup mencegah erosi. Di sela-sela pepohonan tersebut ditanami tanaman obat perdu, seperti empon-emponan, brotowali, nilam, jeroak, sambiloto, dan lainnya. Sementara itu bagian yang jauh dari bibir sungai ditanami pisang, jagung, atau bambu serta tanaman sayur-sayuran.

Disamping menghijaukan bantaran, Babeh Idin juga berupaya membangun empang yang bertujuan untuk mengembangbiakkan ikan. Empang ini juga berfungsi lain yakni sebagai wadah untuk area resapan air agar muka air tanah naik dan sebagai penyaring air limbah rumah tangga sehingga air yang masuk ke Kali Pesanggrahan sudah lebih jernih. Hasil dari pengembangbiakkan ikan di empang, selain dijual ke Pasar sebagian (secara berkala) dilepaskan ke dalam kali Pesanggrahan sehingga tak heran kalau saat ini Kali Pesanggrahan selain airnya lebih baik juga terdapat ikan yang bisa dipancing oleh warga. Selain ikan, Babeh Idin juga beternak Ayam, Entog, Kambing dan Kelinci.
Segala upaya yang dilakukan Babeh Idin telah berhasil mengangkat kesejahteraan petani-petani di sekitar kali pesanggrahan yang tergabung dalam KLTH Sangga Buana. Hasil kebun sayuran, pohon-pohon produktif, maupun Ikan menjadi Produk yang memiliki daya tarik tersendiri oleh konsumen yang membelinya karena keunggulan produk yang dihasilkan oleh KLTH Sangga Buana merupakan Produk Organik dan bebas polutan seperti pestisida.
Kini Hutan Kota Sangga Buana ramai didatangi oleh pengunjung baik lokal maupun mancangera sebut saja beberapa rombongan expatriate dari Jerman, Inggris, Perancis, Australia, Belanda hingga Jepang pun pernah ikut mencoba merasakan keasrian daerah ini. Hutan wisata ini tetap gratis, boleh dikunjungi siapa saja, bahkan setiap pengunjung akan diajak menanam pohon atau menebar benih ikan di kali. Pengunjung juga tidak dilarang memancing atau mengambil hasil hutan seperti melinjo dan rebung.

Akhirnya kami pulang dengan membawa bekal pelajaran yang sangat berharga, bahwa hidup ini hanya sekali maka harus dijadikan sangat berarti seperti Babeh Idin, yang dengan kerelaannya menjadi pelopor dan pencetus kelestarian lingkungan dengan mewujudkan Hutan Kota Sangga Buana. Bersama anggota Kelompok Tani Lingkungan Hidup lainnya, Babeh Idin berupaya mengajak masyarakat luas untuk lebih mengenal kearifan lokal dalam setiap aspek pembangunan. Babeh Idin merasa saat ini nilai-nilai itu telah terkikis diakibatkan gaya hidup yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi.
Babeh Idin mengingatkan kepada kami bahwa alam ini bukan warisan nenek moyang tapi alam merupakan titipan untuk anak cucu kita kelak. Babeh Idin juga menanamkan kepada kami agar mampu menjadi Manusia yang JAWARA, yakni bersikap lurus, lempeng, bening, ikhlas, berani, benar, tawaduk serta menghargai setiap perbedaan.
Sumber "Jokowi harus belajar sama gua" dari detik.com
++More Babeh Idin









Quote:
Babeh Idin
Namanya Haji Chaerudin, sapaan akrabnya Babeh Idin. Orang Betawi tulen ini menjadi pelopor pelestari lingkungan Kali Pesanggrahan, dan membangun hutan kota Sangga Buana seluas 40 hektare.

Kali pesanggrahan yang semula kotor dan penuh sampah kini menjadi sebuah kali yang bening. Masyarakat sekitar banyak yang berusaha di sekitar Kali Pesanggarahan: menjadi petani ikan, membangun usaha kolam pemancingan, dan beternak berbagai hewan peliharaan. Hutan kota Sangga Buana juga menjadi tempat yang nyaman dan asri untuk warga setempat melakukan sosialisasi dan aktivitas bersama. Kepada Radito Wicaksono, Babeh Idin menuturkan pengalamannya dalam pelestarian Kali Pesanggaran.
Berikut ini wawancaranya:
Kapan Babeh Idin mulai membersihkan Kali Pesanggrahan dan membangun Hutan Kota Sangga Buana?
Kalau kapannya, kira-kira tahun 1989-an. Waktu itu kali di sini (Kali Pesanggrahan), kondisinya memprihatinkan. Kotor, banyak sampah, kering, kagak ada tanaman di pinggir-pinggirnya. Kalau kayak begitu, bagaimana ikan mau idup. Prinsip gue, ini alam bukan warisan nenek moyang, tapi titipan dari anak-cucu kita. Untuk itu, benar-benar harus dijaga.
Semakin ke sini, orang semakin memiliki orientasi hidupnya adalah keuntungan uang atau profit. Kalau guekagak. Kalau orientasinya keuntungan uang, tidak akan bertahan lama. Paling-paling 5 tahun juga kelar. Itu kan yang sekarang ini sering disarankan sama ahli-ahli manajemen dan lain-lain.
Kalau gue, tanam tuh padi. Kalau tanam padi, nanti ada rumput yang tumbuh. Kalau ada rumput tumbuh, orang jadi bisa hidup. Tuhan gak kasih ini alam ke kita-kita kok. Kita cuma dititipkan sama Tuhan. Kita disuruh jaga alam ini. Kalau alam kita jaga secara benar, orang jadi bisa hidup dalam jangka waktu lama. Ini yang gue sebut dengan “Manajemen Kearifan Alam”.
Gue cuma melakukan apa yang gue bisa lakukan untuk alam ini. Gak ada yang spesial dari apa yang gue lakukan, semua biasa-biasa aja. Gue cuma mau bertahan hidup di lingkungan yang juga hidup. Orang-orang di sekitar gue juga bisa hidup dengan bahagia. Gimana caranya? Ya jaga ini alam. Itu baru namanya jawara!
Yang namanya jawara bukan berarti apa-apa mesti berkelahi. Jawara itu yang bisa bertahan hidup dengan mempertahankan kehidupannya juga. Yang namanya jawara kudu lempeng (lurus), bisa bantu lingkungannya supaya tetap bisa hidup. Bukan yang apa-apa terus berkelahi. Apa yang gue lakuin ini sebenarnya juga dibilang sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Tapi, protes gue gak teriak-teriak maki-maki orang di Bundaran HI. Protes gue dalam bentuk nyata. Gue lakuin apa yang gue mau. Gak perlu menunggu bantuan-bantuan dari pemerintah atau apapun itu.

Pola kegiatan apa yang dipilih sama Babe Idin selama ini?
Kayak yang tadi gue bilang, ga ada yang spesial. Gue melakukan hal yang biasa-biasa saja. Kegiatan kayak gini sudah gue lakukan sejak lama. Gue tidak pernah ngajak orang-orang di sini melakukan hal yang gue lakuin. Gue gak pernah memaksa mereka melakukan hal seperti yang gue lakukan.
Yang pasti sampai saat ini gue masih bersihin kali, melakukan perlindungan satwa liar, meningkatkan kesadaran pelestarian alam dengan membuat larangan membuang sampah di sekitar bantaran kali, melestarikan mata air dan makam-makam tua, serta benda-benda bersejarah dan lain-lain, dan juga menanam pohon bambu di bantaran kali. Kalau ada yang mau ikut bantuin, ya silahkan. Intinya, sebagian orang di sini sudah mulai sadar akan pentingnya menjaga lingkungan di sini.
Dengan apa yang sudah gue lakuin, orang bisa menikmati manfaatnya. Ada yang bikin ternak ikan di pinggiran Kali Pesanggrahan ini. Ada yang bikin kolam pemancingan. Kalau kali ini kotor, ga bakal bisa mereka bikin usaha kayak begitu.
Banyak juga anak-anak muda dari luar daerah datang ke sini untuk mempelajari apa yang gue lakuin. Mereka datang kesini karena dapat informasi dari mana-mana. Ada yang dari temannya, ada yang dari internet, dan lain sebagainya. Yang pasti, gue ga pernah ajak mereka datang ke sini. Kalau mau datang, pasti gue terima, gak mungkin gue usir. Tapi yang pasti, paling lama mereka 2 tahun di sini untuk belajar, ga boleh lebih. Ada yang 6 bulan saja belajar di sini.
Gue juga bentuk yang namanya Kelompok Tani Lingkungan Hidup (KTLH) Sangga Buana. Kita adakan pertemuan rutin. Dalam pertemuan, tiap anggota membawa bibit pohon untuk ditanam di pinggiran kali. Kita juga menebarkan bibit-bibit ikan ke dalam kali, di mana ikan-ikan tersebut merupakan ikan yang dibudidayakan di tambak-tambak yang ada di bantaran sepanjang kali Pesanggrahan ini.
Bagaimana liku-liku pemberdayaan? Tantangan apa saja yang dihadapi saat melakukan pemberdayaan? Bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi? Apa catatan-catatan unik yang dijumpai?
Kayak yang gue bilang tadi. Gue melakukan ini dengan penuh keikhlasan, tidak mengharapkan pamrih apa-apa. Jadi, karena mengerjakan dengan ikhlas, gue tidak pernah merasa ada yang sulit dalam melakukan kegiatan seperti ini.
Hasilnya seperti apa jika dibandingkan pada saat kegiatan ini dimulai?
Ya bisa dilihat sekarang. Kali menjadi tampak lebih bersih. Banyak orang menggantungkan hidupnya dari sini. Di sepanjang kali ini, sudah berapa banyak orang yang bisa hidup lantaran kali ini bersih. Mereka bisa bikin usaha masing-masing. Ada yang bikin tambak ikan, ada yang bikin pemancingan, ada yang bikin tempat wisata. Kalau kali ini kotor, gak bakal orang-orang di sekitarnya bisa hidup dalam jangka waktu lama.
Gue juga bikin lingkungan di sekitar ini dengan nama Hutan Kota Sangga Buana. Luasnya sekitar 40 hektare. Di sini Gue lestarikan tuh tanaman-tanaman. Gue tanam pohon-pohon dan tumbuhan-tumbuhan disini. Gue ternak kuda, kambing, kelinci, ayam, bebek, dan lain-lain.
Di Hutan Kota ini, orang bisa sesukanya datang. Duduk-duduk di sini. Menikmati kelestarian alam di sini. Anak-anak bisa main di sini. Orang-orang di sekitar sini menjadikan tempat ini sebagai tempat mereka berkumpul. Mereka bersosialisasi di sini. Ada wadah untuk mereka bertemu dan berkomunikasi. Sekarang sudah tidak ada lagi yang namanya (suku) Jawa, Sunda, Betawi, Batak, Ambon, dan mana saja. Semua berkumpul di sini, bercengkrama di sni, ngobrol di sini.
Kenapa gue buat tempat ini? Waktu gue muda dulu, pernah berkhayal di Candi Borobudur. Dulu gue berkhayal, kalau zaman raja-raja kita bertemu rakyatnya di pasar atau tempat keramaian lainnya. Gue pengen kayak gitu. Semua orang bisa bertemu di satu tempat, ramai-ramai. Hutan Kota ini fungsinya juga seperti itu lah.
Anak-anak muda yang mau datang kemari, melakukan kegiatan jaga lingkungan juga ada. Aspirasi anak muda jadi dituangkan di sini. Daripada mereka bikin kegiatan-kegiatan yang tidak-tidak, lebih baik membersihkan kali, bantu-bantu melestarikan alam. Makanya, sekarang banyak anak muda yang malah jadi teroris. Itu lantaran gak ada lagi wadah mereka buat mengapresiasikan diri mereka masing-masing. Kalau ada tempat seperti ini kan jadi ada wadah untuk mereka mengapresiasikan apa yang mereka mau. Mereka bisa sekedar nongkrong-nongkrong,kongkow-kongkow di sini.
Apa target dan rencana ke depan untuk semakin meningkatkan pemberdayaan ini?
Gue cuma mau 20 tahun ke depan area disini semakin terjaga kelesatariannya. Gue juga mau wilayah di sekitaran kali ini, hingga mana-mana menjadi semakin lestari. Dan gue bakal terus melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah gue jalankan ini.
Seperti apa governance dari kegiatan ini? Bagaimana bentuk pertanggungjawaban dari dana-dana yang masuk? Bagaimana laporan keuangan kegiatan ini? Siapa yang mengontrol?
Gue gak mikirin yang kayak begitu-begituan. Gue cuma bersihin kali, ternak kambing dan hewan-hewan lain, bersosialisasi dengan orang-orang di sini, sudah! Kalau ada yang mau datang membantu, ya datang aja kemari.
Namanya Haji Chaerudin, sapaan akrabnya Babeh Idin. Orang Betawi tulen ini menjadi pelopor pelestari lingkungan Kali Pesanggrahan, dan membangun hutan kota Sangga Buana seluas 40 hektare.

Kali pesanggrahan yang semula kotor dan penuh sampah kini menjadi sebuah kali yang bening. Masyarakat sekitar banyak yang berusaha di sekitar Kali Pesanggarahan: menjadi petani ikan, membangun usaha kolam pemancingan, dan beternak berbagai hewan peliharaan. Hutan kota Sangga Buana juga menjadi tempat yang nyaman dan asri untuk warga setempat melakukan sosialisasi dan aktivitas bersama. Kepada Radito Wicaksono, Babeh Idin menuturkan pengalamannya dalam pelestarian Kali Pesanggaran.
Berikut ini wawancaranya:
Kapan Babeh Idin mulai membersihkan Kali Pesanggrahan dan membangun Hutan Kota Sangga Buana?
Kalau kapannya, kira-kira tahun 1989-an. Waktu itu kali di sini (Kali Pesanggrahan), kondisinya memprihatinkan. Kotor, banyak sampah, kering, kagak ada tanaman di pinggir-pinggirnya. Kalau kayak begitu, bagaimana ikan mau idup. Prinsip gue, ini alam bukan warisan nenek moyang, tapi titipan dari anak-cucu kita. Untuk itu, benar-benar harus dijaga.
Semakin ke sini, orang semakin memiliki orientasi hidupnya adalah keuntungan uang atau profit. Kalau guekagak. Kalau orientasinya keuntungan uang, tidak akan bertahan lama. Paling-paling 5 tahun juga kelar. Itu kan yang sekarang ini sering disarankan sama ahli-ahli manajemen dan lain-lain.
Kalau gue, tanam tuh padi. Kalau tanam padi, nanti ada rumput yang tumbuh. Kalau ada rumput tumbuh, orang jadi bisa hidup. Tuhan gak kasih ini alam ke kita-kita kok. Kita cuma dititipkan sama Tuhan. Kita disuruh jaga alam ini. Kalau alam kita jaga secara benar, orang jadi bisa hidup dalam jangka waktu lama. Ini yang gue sebut dengan “Manajemen Kearifan Alam”.
Gue cuma melakukan apa yang gue bisa lakukan untuk alam ini. Gak ada yang spesial dari apa yang gue lakukan, semua biasa-biasa aja. Gue cuma mau bertahan hidup di lingkungan yang juga hidup. Orang-orang di sekitar gue juga bisa hidup dengan bahagia. Gimana caranya? Ya jaga ini alam. Itu baru namanya jawara!
Yang namanya jawara bukan berarti apa-apa mesti berkelahi. Jawara itu yang bisa bertahan hidup dengan mempertahankan kehidupannya juga. Yang namanya jawara kudu lempeng (lurus), bisa bantu lingkungannya supaya tetap bisa hidup. Bukan yang apa-apa terus berkelahi. Apa yang gue lakuin ini sebenarnya juga dibilang sebagai bentuk protes terhadap kondisi yang ada. Tapi, protes gue gak teriak-teriak maki-maki orang di Bundaran HI. Protes gue dalam bentuk nyata. Gue lakuin apa yang gue mau. Gak perlu menunggu bantuan-bantuan dari pemerintah atau apapun itu.

Pola kegiatan apa yang dipilih sama Babe Idin selama ini?
Kayak yang tadi gue bilang, ga ada yang spesial. Gue melakukan hal yang biasa-biasa saja. Kegiatan kayak gini sudah gue lakukan sejak lama. Gue tidak pernah ngajak orang-orang di sini melakukan hal yang gue lakuin. Gue gak pernah memaksa mereka melakukan hal seperti yang gue lakukan.
Yang pasti sampai saat ini gue masih bersihin kali, melakukan perlindungan satwa liar, meningkatkan kesadaran pelestarian alam dengan membuat larangan membuang sampah di sekitar bantaran kali, melestarikan mata air dan makam-makam tua, serta benda-benda bersejarah dan lain-lain, dan juga menanam pohon bambu di bantaran kali. Kalau ada yang mau ikut bantuin, ya silahkan. Intinya, sebagian orang di sini sudah mulai sadar akan pentingnya menjaga lingkungan di sini.
Dengan apa yang sudah gue lakuin, orang bisa menikmati manfaatnya. Ada yang bikin ternak ikan di pinggiran Kali Pesanggrahan ini. Ada yang bikin kolam pemancingan. Kalau kali ini kotor, ga bakal bisa mereka bikin usaha kayak begitu.
Banyak juga anak-anak muda dari luar daerah datang ke sini untuk mempelajari apa yang gue lakuin. Mereka datang kesini karena dapat informasi dari mana-mana. Ada yang dari temannya, ada yang dari internet, dan lain sebagainya. Yang pasti, gue ga pernah ajak mereka datang ke sini. Kalau mau datang, pasti gue terima, gak mungkin gue usir. Tapi yang pasti, paling lama mereka 2 tahun di sini untuk belajar, ga boleh lebih. Ada yang 6 bulan saja belajar di sini.
Gue juga bentuk yang namanya Kelompok Tani Lingkungan Hidup (KTLH) Sangga Buana. Kita adakan pertemuan rutin. Dalam pertemuan, tiap anggota membawa bibit pohon untuk ditanam di pinggiran kali. Kita juga menebarkan bibit-bibit ikan ke dalam kali, di mana ikan-ikan tersebut merupakan ikan yang dibudidayakan di tambak-tambak yang ada di bantaran sepanjang kali Pesanggrahan ini.
Bagaimana liku-liku pemberdayaan? Tantangan apa saja yang dihadapi saat melakukan pemberdayaan? Bagaimana mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi? Apa catatan-catatan unik yang dijumpai?
Kayak yang gue bilang tadi. Gue melakukan ini dengan penuh keikhlasan, tidak mengharapkan pamrih apa-apa. Jadi, karena mengerjakan dengan ikhlas, gue tidak pernah merasa ada yang sulit dalam melakukan kegiatan seperti ini.
Hasilnya seperti apa jika dibandingkan pada saat kegiatan ini dimulai?
Ya bisa dilihat sekarang. Kali menjadi tampak lebih bersih. Banyak orang menggantungkan hidupnya dari sini. Di sepanjang kali ini, sudah berapa banyak orang yang bisa hidup lantaran kali ini bersih. Mereka bisa bikin usaha masing-masing. Ada yang bikin tambak ikan, ada yang bikin pemancingan, ada yang bikin tempat wisata. Kalau kali ini kotor, gak bakal orang-orang di sekitarnya bisa hidup dalam jangka waktu lama.
Gue juga bikin lingkungan di sekitar ini dengan nama Hutan Kota Sangga Buana. Luasnya sekitar 40 hektare. Di sini Gue lestarikan tuh tanaman-tanaman. Gue tanam pohon-pohon dan tumbuhan-tumbuhan disini. Gue ternak kuda, kambing, kelinci, ayam, bebek, dan lain-lain.
Di Hutan Kota ini, orang bisa sesukanya datang. Duduk-duduk di sini. Menikmati kelestarian alam di sini. Anak-anak bisa main di sini. Orang-orang di sekitar sini menjadikan tempat ini sebagai tempat mereka berkumpul. Mereka bersosialisasi di sini. Ada wadah untuk mereka bertemu dan berkomunikasi. Sekarang sudah tidak ada lagi yang namanya (suku) Jawa, Sunda, Betawi, Batak, Ambon, dan mana saja. Semua berkumpul di sini, bercengkrama di sni, ngobrol di sini.
Kenapa gue buat tempat ini? Waktu gue muda dulu, pernah berkhayal di Candi Borobudur. Dulu gue berkhayal, kalau zaman raja-raja kita bertemu rakyatnya di pasar atau tempat keramaian lainnya. Gue pengen kayak gitu. Semua orang bisa bertemu di satu tempat, ramai-ramai. Hutan Kota ini fungsinya juga seperti itu lah.
Anak-anak muda yang mau datang kemari, melakukan kegiatan jaga lingkungan juga ada. Aspirasi anak muda jadi dituangkan di sini. Daripada mereka bikin kegiatan-kegiatan yang tidak-tidak, lebih baik membersihkan kali, bantu-bantu melestarikan alam. Makanya, sekarang banyak anak muda yang malah jadi teroris. Itu lantaran gak ada lagi wadah mereka buat mengapresiasikan diri mereka masing-masing. Kalau ada tempat seperti ini kan jadi ada wadah untuk mereka mengapresiasikan apa yang mereka mau. Mereka bisa sekedar nongkrong-nongkrong,kongkow-kongkow di sini.
Apa target dan rencana ke depan untuk semakin meningkatkan pemberdayaan ini?
Gue cuma mau 20 tahun ke depan area disini semakin terjaga kelesatariannya. Gue juga mau wilayah di sekitaran kali ini, hingga mana-mana menjadi semakin lestari. Dan gue bakal terus melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah gue jalankan ini.
Seperti apa governance dari kegiatan ini? Bagaimana bentuk pertanggungjawaban dari dana-dana yang masuk? Bagaimana laporan keuangan kegiatan ini? Siapa yang mengontrol?
Gue gak mikirin yang kayak begitu-begituan. Gue cuma bersihin kali, ternak kambing dan hewan-hewan lain, bersosialisasi dengan orang-orang di sini, sudah! Kalau ada yang mau datang membantu, ya datang aja kemari.
Quote:
Hutan Kota Sangga Buana dan Bapak Chaerudin
Babeh Idin pernah berujar "Jokowi harus belajar sama gua!"
Mengapa beliau berucap seperti itu? ternyata Babeh Idin bukan sekedar bicara apalagi sombong, tapi karena kerja keras beliau yang sungguh luar biasa dalam upayanya menghijaukan sebagian Jakarta selama 24 tahun tanpa pamrih sepeserpun. Sebenarnya siapa sosok Babeh Idin ini? berikut penjelasannya.
Sekali waktu kami mengunjungi salah satu Ruang Terbuka Hijau yang masih tersisa di DKI Jakarta, yakni Hutan Kota Sangga Buana. Bertempat di pinggiran DKI Jakarta lebih tepatnya di sekitar Kali Pesanggrahan dengan luas area 120 hektar terdiri dari 40 hektar berada di wilayah DKI Jakarta dan 80 hektar berada di wilayah Tangerang Selatan menjadikan Hutan Kota Sangga Buana menjadi salah satu lokasi yang baik sebagai ruang terbuka hijau.
Sementara itu permasalahan akibat peningkatan jumlah penduduk pada kota-kota besar khususnya DKI Jakarta telah memicu adanya penurunan kuantitas tutupan vegetasi dalam suatu kota yang berpengaruh kepada meningkatnya kadar Gas CO2, meningkatnya suhu udara, menurunnya kelembaban udara, meningkatnya pencemaran lingkungan, dan lain sebagainya. Hal ini telah terjadi puluhan tahun ke belakang, bahkan siapa yang menyangka bahwa dulunya lokasi Hutan Kota Sangga Buana ini adalah tempat pembuangan sampah yang tandus dan dialiri oleh Kali Pesanggrahan yang kotor dan berbau.

Babeh Idin
Permasalahan itulah yang mendasari Bapak Chaerudin atau yang dikenal dengan sebutan Babeh Idin melakukan perubahan. Bersama para anggota Kelompok Tani Lingkungan Hidup lainnya Babeh Idin bertekad dengan mengembangkan Ruang Terbuka Hijau yang diberi nama Hutan Kota Sangga Buana.
Tekad Pria kelahiran 13 April 1956 ini berawal dari kenangan masa kecil. Ketika itu memancing ikan di Kali Pesanggrahan masih dapat dilakukan, kicauan burung begitu merdu menghiasi suasana di pinggir kali dan aneka satwa lain juga dapat dengan mudah ditemui. Namun pada tahun 1980an kondisi berubah. Akhirnya di tahun 1989 Babeh Idin tergerak untuk mencari tahu penyebab turunnya kualitas lingkungan di Kali Pesanggerahan dengan pergi bertualang menyusuri kali dengan batang-batang pisang sebagai rakit dari mulai hulu di Gunung Gede-Pangrango sampai ke hilir di DKI Jakarta sejauh 120an km. Munculah sebuah tekad yakni mengembalikan Kali Pesanggrahan menjadi seperti dulu lagi.
Langkah Babeh Idin dimulai dengan membersihkan sampah. Beberapa kali beliau bersitegang dengan orang-orang yang sering membuang sampah sembarangan. Terutama pemilik rumah yang berada di bantaran. Tapi Babeh Idin tidak gentar, mereka tetap dihimbau dengan cara persuasif dan “kreatif”. Akibatnya tak jarang Babeh Idin harus berurusan dengan aparat kelurahan, kecamatan, BPN, bahkan Polisi. Lambat laun akhirnya cara ini membuahkan hasil. Banyak pemilik tanah akhirnya sadar dan memberikan lahannya dengan ikhlas untuk dijadikan sebagai hutan kota. Kemudian Babeh Idin membentuk Kelompok Tani Lingkungan Hidup Sangga Buana (KTLH Sangga Buana) sebagai wadah untuk berupaya menghijaukan kembali bantaran Kali Pesanggrahan ini.
Upaya Menghijaukan kembali bantaran Kali Pesanggrahan ini tidak asal tapi ada mekanismenya. Pohon yang akarnya kuat, seperti kayu secang, salam, tanjung, kedondong laut, nangka, senggugu, belimbing wuluh, mandalika, ditanam di bibir bantaran kali agar sanggup mencegah erosi. Di sela-sela pepohonan tersebut ditanami tanaman obat perdu, seperti empon-emponan, brotowali, nilam, jeroak, sambiloto, dan lainnya. Sementara itu bagian yang jauh dari bibir sungai ditanami pisang, jagung, atau bambu serta tanaman sayur-sayuran.

Vegetasi di Hutan Kota Sangga Buana
Disamping menghijaukan bantaran, Babeh Idin juga berupaya membangun empang yang bertujuan untuk mengembangbiakkan ikan. Empang ini juga berfungsi lain yakni sebagai wadah untuk area resapan air agar muka air tanah naik dan sebagai penyaring air limbah rumah tangga sehingga air yang masuk ke Kali Pesanggrahan sudah lebih jernih. Hasil dari pengembangbiakkan ikan di empang, selain dijual ke Pasar sebagian (secara berkala) dilepaskan ke dalam kali Pesanggrahan sehingga tak heran kalau saat ini Kali Pesanggrahan selain airnya lebih baik juga terdapat ikan yang bisa dipancing oleh warga. Selain ikan, Babeh Idin juga beternak Ayam, Entog, Kambing dan Kelinci.
Segala upaya yang dilakukan Babeh Idin telah berhasil mengangkat kesejahteraan petani-petani di sekitar kali pesanggrahan yang tergabung dalam KLTH Sangga Buana. Hasil kebun sayuran, pohon-pohon produktif, maupun Ikan menjadi Produk yang memiliki daya tarik tersendiri oleh konsumen yang membelinya karena keunggulan produk yang dihasilkan oleh KLTH Sangga Buana merupakan Produk Organik dan bebas polutan seperti pestisida.
Kini Hutan Kota Sangga Buana ramai didatangi oleh pengunjung baik lokal maupun mancangera sebut saja beberapa rombongan expatriate dari Jerman, Inggris, Perancis, Australia, Belanda hingga Jepang pun pernah ikut mencoba merasakan keasrian daerah ini. Hutan wisata ini tetap gratis, boleh dikunjungi siapa saja, bahkan setiap pengunjung akan diajak menanam pohon atau menebar benih ikan di kali. Pengunjung juga tidak dilarang memancing atau mengambil hasil hutan seperti melinjo dan rebung.

Akhirnya kami pulang dengan membawa bekal pelajaran yang sangat berharga, bahwa hidup ini hanya sekali maka harus dijadikan sangat berarti seperti Babeh Idin, yang dengan kerelaannya menjadi pelopor dan pencetus kelestarian lingkungan dengan mewujudkan Hutan Kota Sangga Buana. Bersama anggota Kelompok Tani Lingkungan Hidup lainnya, Babeh Idin berupaya mengajak masyarakat luas untuk lebih mengenal kearifan lokal dalam setiap aspek pembangunan. Babeh Idin merasa saat ini nilai-nilai itu telah terkikis diakibatkan gaya hidup yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi.
Babeh Idin mengingatkan kepada kami bahwa alam ini bukan warisan nenek moyang tapi alam merupakan titipan untuk anak cucu kita kelak. Babeh Idin juga menanamkan kepada kami agar mampu menjadi Manusia yang JAWARA, yakni bersikap lurus, lempeng, bening, ikhlas, berani, benar, tawaduk serta menghargai setiap perbedaan.
Sumber "Jokowi harus belajar sama gua" dari detik.com
Quote:
++More Babeh Idin







Diubah oleh mhelancouliz 08-05-2014 03:22
0
3.9K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan