- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Hikmah Cinta


TS
eriksebastian88
Hikmah Cinta
Hello agan/sista, perkenalkan saya pengunjung baru dimari.... dan saya ingin coba membuat sebuah imajinasi saya biar saya bisa ikut berandai-andai seperti agan dan sista.
nah, yang ane bikin detailsnya ada dibawah ini... yuk... simak yuk...
Berikut cerita fiksi yang sudah saya kemas. Happy reading
*
Faisal adalah panggilanku, lajang lahir tahun 80-an dari keluarga sederhana, orang tua yang tinggal sebelah membuat mereka para tetanggaku sangat akrab denganku, tak sulit ku mendapatkan makan dan minum serta jajanan pada masa kecilku. Orang tua yang melahirkanku kini sudah renta jangankan bekerja bahkan untuk berjalanpun ia sudah tak sanggup, kini usiaku genap sudah 26 tahun tepat pada 11 April 2013 bersama itu ibu sudah tidak bisa menggerakkan meski hanyaebelah kakinya. Do'a yang ku lantunkan disepertiga malam semoga saja didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. Pernah ku dapati ibu berlinangan air mata pada saat aku selesai tahajud, tak kuasa menahan air mata aku pun tersungkur pada sajadah dan menumpahkan serta mengadukan semuanya pada Allah SWT, entah benar atau salah caraku ini, aku hanya minta pada Allah SWT untuk tidak menyiksa sosok Ibu yang melahirkan serta membesarkanku tanpa pamrih. Tanpa biaya aku hanya mampu menduduki sekolah dasar padahal banyak yang memberikan tawaran untuk sekolah sampai kuliah tapi semuanya aku tolak hanya karena orang yang ingin membiayai pendidikanku ingin mengajakku ke kota dan meninggalkan orang tua yang rapuh yang melahirkanku. Keji sekali ku rasa jika harus aku pergi meninggalkan orang yang telah mempertaruhkan jiwa dan raganya saat melahirkanku hanya untuk pendidikan. Meski sebagian tetanggaku tak segan menyatakan bahwa aku itu bodoh menolak tawaran yang luar biasa. Meski ibu sudah memberikan ijn akan hal itu, tapi aku yakini bahwa meninggalkan ibu hanya untuk pendidikan aku telah membunuh ibu pelan-pelan sehingga tumbuh dalam benakku untuk mempertahankan pendapatku. Hanya saja satu hal yang membuatku bertahan pesan seorang kepala keluarga yaitu ayahku beliau berpesan untuk tetap tinggal bersama Ibu meski harus nyawa taruhannya karena Ibu yang akan membawaku masuk syurga.
**
Tak hanya tetangga rumah yang mengetahui tentang kehidupanku bahkan tetangga desa pun tahu bahwa aku adalah anak muda yang kurang beruntung dalam hal pendidikan, tidak bisa menikmati duduk manis belajar di bangku SMP, SMA bahkan kuliah.
Suatu hari ku dapati pesan dari seorang anak kecil berusia 11 tahun, ia menyampaikan amanat bahwa aku harus datang dan menemui H. Amin. Beliau adalah guru ngajiku sekaligus beliau adalah orang tua angkatku yang mampu membaca watak dan jalan pikiranku serta beliau adalah teman dekat ayah sewaktu hidup.
Ba'da Isya aku berpamitan pada sosok tubuh rapuh layu tanpa tenaga untuk berkunjung ke tempat H. Amin, setelah aku dapat ijin dari Ibu akupun melangkahkan kaki dengan harap-harap cemas tentang pemanggilannya.
Sesampainya dirumah H. Amin akupun mencuci kaki dikeran yang sudah disiapkan untuk tamu dan setelah selesai akupun bergegas ke pintu depan dan mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum..." ucapku
"Assalamu'alaikum..." tambahku
"Wa'alaikusalam..." Suara dari dalam membuatku tenang karena yang punya rumah ada di dalamnya.
"Silahkan masuk, bapak sudah menunggu.." Jawab istri dari H. Amin sambil membukakan pintu untukku.
"Terima kasih bu." Sahutku
"Bapaknya dimana bu?" Tanyaku
"Di ruang keluarga." Jawab istri H. Amin
Akupun bergegas menuju ruang keluarga H. Amin, sesampainya disana kuucapkan salam kembali dan ku dapati H. Amin sedang duduk santai diatas lantai beralasan tikar. Kami pun basa basi saling tan jawab, tak lupa ia menanyakan kabar ibu yang sedang sakit. Setelah disuguhi minum dan ngobrol kian kemari akhirnya ia mengutarakan maksudnya.
"Begini sal, maksud bapak panggil kamu kemari tiada lain untuk menjalankan amanat dari almarhum ayahmu." Jelas H. Amin.
"Dulu, sewaktu ayahmu masih hidup pernah berpesan pada bapak untuk mencarikan jodoh untukmu, meski kami sudah sepakat tentang kriteria untuk istrimu nanti, tapi kami juga telah menyepakati bahwa harus bertanya padamu untuk kriteria calon istrimu." Tambah H. Amin dengan sikap dan wibawanya.
"Nah, sekarang bapak mau tanya kamu 2 hal, yang pertama adalah apakah kamu setuju seandainya bapak ini menjalankan amanat bapakmu tentang perjodohan ini? Namun jika faisal sudah punya calon maka perjodohan ini akan jadi gugur dan bapak akan ikut bantu kamu dalam rangka menikahkan kamu dengan pilihanmu. Yang kedua wanita yang seperti apakah kriteria yang faisal minati?" Jelas H. Amin
"Sekarang, bapak ingin kamu angkat bcara tentang masalah ini." Jelas H. Amin
Bingung untuk berkata dalam hati hanya mampu berdo'a jika memang ini jalan hidupku maka aku harus menerimanya.
"Ya Allah janganlah kau jadikan diri ini insan yang munafik yang ingkar akan jajnjinya dan merubah tekad keimanan, sesungguhnya hamba telah percaya kepada yang hamba wajib percayai, percayanya adanya Allah, malaikat Allah, kitab Allah, rasul Allah dan hari kiamatnya Allah serta takdir baik itu jelek ataupun baik, maka tuntunlah hati dan mulut hamba karena sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui." Do'aku dalam hati.
"Ji.... Jika memang ini jalannya, saya sami'na wato'na pak haji." Jawabku ikhlas.
"Alhamdulilah, jika begitu, memang ayahmu lebih mengetahui sifatmu dibanding aku, tebakan ayahmu sangat jitu tentang ini, bahwa kau akan ikhlas menerimanya." Jelas H. Amin
"Baiklah, hanya itu yang ingin bapak sampaikan padamu mengingat usia kau sekarang sudah dewasa." Ujar H. Amin sembari tersenyum
Kalut hati antara percaya dan tidak bahwa sudah dekat atau masih jauh aku akan punya seorang pendamping, sementara aku tak berpangkat dan berpendidikan, bagaimana dengan wanita yang akan dipilihkan pak H. Amin ketika mendengar tentang aku?
"Kembalilah ke rumah, ibumu menunggumu." Suara H. Amin mengagetkanku
"Bawalah ini, dan sampaikan pada ibumu salamku." Tambah H. Amin
"Insya Allah pak haji, nanti saya samapaikan, terima kasih atas undangan dan jamuannya, semoga pak haji selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin." Jawabku sambil bersalaman.
Dari mulai keluar rumah pak H. Amin tak henti-hentinya aku berpikiran tentang hal-hal yang baru saja dibicarakan dengan H. Amin. Tak terasa aku sudah berdiri di depan pintu rumah, setelah ucap salam dan ku buka pintu akhirnya ku dapati senyum ibu yang sangat manis yang belum pernah ku lihat.
Akupun bersalaman dan menyapanya.
"Ibu, ada apa koq senyumnya beda dengan yang biasanya?" Tanyaku penasaran.
"Oh iya, ada salam dari H. Amin untuk ibu." Tambahku.
Ia pun hanya bisa mengedipkan mata tanda menjawab salam dari pak H. Amin. Tanpa diminta akupun menjelaskan apa maksud pak H. Amin mengundangku dan ku lihat ibu sangat gembira dengan kabar yang ku sampaikan, selesai itu akupun menemani ibu tidur sambil membaca shalawat.
***
Adzan subuh membangunkanku dari tidur juga ibuku, setelah membersihkan ibu dari kotorannya akupun bergegas menuju musholla untuk berjama'ah bersama tetangga, entah kenapa kali ini agak sedikit ragu untuk menuju ke musholla dan begitu berat meninggalkan rumah untuk berjamaah, nampaknya kegelisahan itu terlihat oleh ibu sehingga ibu mengedipkan matanya agar aku lekas pergi ke musholla. Akhirnya ku langkahkan kakiku menuju musholla dan langsung bergegas wudhu dan berbaris bersama jamaah lain, setelah shalat akupun tidak berlama-lama seperti hari biasanya untuk amalan dan melakukan dzikir rutin, langkah kaki begitu cepat ingin sampai rumah dan kudapati ibu sedang kesakitan nampaknya, matanya terbalik dan giginya menyentak-nyentak akhirnya aku lari kekepalanya dan ku biskkan kalimat-kalimat Allah ditelinganya dan dengan sekejap mata Ibu pun sudah tiada.
Meleleh air mata membasahi pipiku, lirih ku panggil nama ibu dalam tangisku namun apa daya semuanya sudah suratan, tak berapa lama, tetanggaku yang memang memperhatikanku sedari musholla ia menghampiriku dan memberikan doa untuk ibu juga merayuku untuk tidak bersedih. Setelah dikabarkan oleh tetanggaku yang lain dalam hitungan menit rumahku yang kecil dipenuhi oleh tetangga dan nampak juga orang yang memanggilku malam tadi, H. Amin sosok yang ku anggap sebagai ayah angkat kehadirannya menambah kesedihanku tak tertahankan, ku peluk erat dan ku teteskan air mata dipundaknya.
"Tabahkan hatimu, ikhlaskan semua, tiada yang lebih indah dari rencana Allah SWT." Bujuk H. Amin
Hanya anggukan kepala dengan duka yang mendalam dalam dekapan ku rasakan kesedihan, lelehan air mata tak tertahankan mengalir pasti seiring hembusan nafas.
****
Semenjak kepergian ibu hari-hari ku habiskan bersama keluarga H. Amin.
Sudah hampir 1 bulan aku ikut bekerja dengan keluarga H. Amin, pekerjaanku tidak terlalu berat karena aku diberikan bagian hanya untuk mencuci piring dan belanja, kegiatan rutin bangun diwaktu subuh sangat membantu pada aktivitas kerjaku ini, pemilik warung yang masih keluarga H. Amin ini tidak memberikan upah padaku, tapi disaat aku akan memulai bekerja H. Amin pernah menyampaikan bahwa upahnya akan disimpan untuk biaya pernikahanku nanti.
3 bulan sudah kulalui tanpa ayah dan ibu, hanya bisa berjiarah ke pemakamannya jika hati merasa rindu pada mereka. Tidak bisa dipungkiri ternyata tidak mudah hidup tanpa ayah dan ibu, namun sekuat tenaga ku lalui semua ini hanya dengan sabar sambil menunggu giliranku.
Malam ini langit nampak cerah, cahayanya yang menembus kedalam ruangan tempat tidurku yang hanya beralaskan tikar, bintang-bintang bersinar dengan cerianya dengan sesekali kulihat mereka menghiburku dengan mengedipkan matanya. Ditengah asyiknya bercumbu dengan alam semesta terdengar pintu diketuk dari luar.
"Sal, sudah tidur?" Tanya istri H. Amin dari luar
"Belum bu" sahutku sambil segera membukakan pintu.
"Bapak menunggumu diteras sejak tadi, the manisnya sudah ibu buatkan dimeja diteras." Tambah istri pak H. Amin
Akupun bergegas menuju teras untuk menemui H. Amin, sesampainya di teras H. Amin menyambutku dengan senyuman hangat. Sebagai anak angkat aku sadar dan tahu betul apa yang harus aku perbuat akan H. Amin dan keluarganya. Perbincangan dimulai oleh beliau, beliau menanyakan pekerjaanku dan menyampaikan beberapa pesan juga memotivasiku dengan kisah-kisah teladan Rasulullah SAW. Meski sempat beberapa kali ku terima kritikan pedas dari H. Amin, namun itu semua aku simpan dan kujadikan pelajaran. Setelah H. Amin bercerita panjang lebar tentang kesuksesan Nabi Muhammad membawa agama Islamnya beliau juga menceritakan bagaimana nabi memiliki perangai, diujung cerita aku hanya bisa bergumam tentang keindahan akhlak dan pribadi rasul.
Tak lepas dari itu semua ternyata pak H. Amin memiliki maksud tertentu dalam pertemuan kali ini, seperti biasa beliau membicarakan tentang perjodohanku, kali ini kabar baik yang aku terima, karena 1 minggu yang lalu beliau bertamu ke rumah temannya dan ia dapati seorang gadis yang sedang melantunkan ayat suci Al-Quran, beliau menanyakan semuanya tentang gadis itu pada kedua orangtuanya dan dua hari kemudian beliau kembali ke rumah wanita itu dan menjelaskan maksud dan tujuannya. Betapa kaget dan terkejutnya aku saat aku terima kabar bahwasannya gadis itu lumpuh, tuli dan bisu. Lama aku berpikir untuk memberikan jawaban kepada pak H. Amin tentang tawarannya namun karena aku pernah berjanji maka janjiku akan aku tepati, akhirnya aku terima semuanya. Senyum gembira H. Amin terlihat jelas dari bibir dan sorot matanya. Setelah obrolan selesai beliau memintaku untuk masuk ke dalam kamar dan memintaku untuk beristikhoroh tentang jawabanku dengan alasan beliau takut jika memaksakan kehendakku.
Tepat pukul 2 malam aku dibangunkan oleh H. Amin agar aku melakukan shalat Istikhoroh. Ba'da istikhoroh sengaja aku tunggu subuh dengan berdzikir serta berdo'a untuk kedua orangtuaku. Keesokan harinya pak H. Amin menanyakan kembali jawabanku tentang perjodohanku, jawaban yang samaku berikan pada beliau.
*****
hari ini hari jum'at dimana aku terbaring lemah tak berdaya ditempat kerjaku, beberapa kali aku diminta untuk pulang dan beristirahat dirumah, namun aku tetap keukeuh bekerja, aku tak tahu apa yang sedang melandaku, entah karena aku kurang tidur atau karena pikiranku kurang tenang tapi yang jelas aku sedang lemah tak berdaya. Hari semakin siang waktu shalat jum'at pun tiba, aku paksakan pergi ke sungai untuk mandi dan berwudhu selanjutnya aku pergi ke mesjid bersama sepeda yang biasa aku gunakan untuk pergi ke pasar. Cuaca panas menambah badanku semakin kedinginan dan sesampainya di mesjid tubuhku malah menggigil namun semua itu aku tahan dengan sebuah do'a yang diajarkan oleh H. Amin.
Sepulang shalat jum'at akupun berpamitan kepada pemilik warung dimana tempat aku bekerja mereka membekaliku nasi dan beberapa uang kertas sepuluh ribu-an dan mereka memintaku untuk naik andong saat pulang. Setibanya dirumah H. Amin ternyata sedang sepi, pada jam seperti ini H. Amin dan istrinya sedang ada di ladang, akupun hanya bisa berbaring diatas kursi panjang di teras rumah.
Adzan ashar berkumandang tapi tubuhku sangat mengigil, diantara sadar dan tidak aku saksikan dua orang mendekatiku, laki-laki dan perempuan yang mendekatiku seolah memanggil namaku dan ketika aku buka mata lebar-lebar ternyata mereka adalah H. Amin dan istrinya, bersyukur dalam hati mereka sudah pulang. Akhirnya aku diantarkan ke kamar dan menyelimutiku dengan kain selimut yang biasa aku kenakan.
Diantarkannya aku segelas air putih oleh H. Amin, setelah meminumnya akupun tertidur pulas ketika bangun hari sudah malam rupanya H. Amin sengaja menungguku dikamar dan waktu kubuka mata kudapati beliau sedang bermunajat kepada Allah untuk keselamatan hidupnya, hidupku dan juga untuk seluruh muslimin dan muslimat. Entah apa yang membawa air mataku menetes saat ku dengar beliau memanjatkan salah satu do'a untuk kedua orang tuanya. Isak tangiskupun menghentikan do'a H. Amin sehingga beliau menoleh dan mendekatiku.
"Kenapa kau menangis, sal? Adakah bagian tubuhmu yang sakit?" Tanya H. Amin
"Tidak pak, saya hanya terharu dan merasa beruntung bisa dekat dengan bapak, tak hanya diberi minum, makan tapi juga dido'akan." Jelasku sambil sedikit terbata-bata.
"Sebagai umat rasul, bapak hanya mengikuti jejaknya, dimana rasul selalu mendo'akan orang-orang muslim agar diampuni dosanya dan dimasun ke syurga Allah, karena orang yang mendo'akan orang lain ia akan mendapatkan pahala yang sangat luar biasa." Jelas H. Amin
Tangisku tambah dalam dan sekarang sangat beralasan dimana air mata mengalir untuk keimanan dan kecintaan rasul pada umatnya. Dalam hati bergumam semoga saja aku termasuk dalam golongan orang yang mencintai rasul dan akan mendapatkan syafaatnya dihari kiamat nanti.
Setelah 3 hari keadaankupun berangsur membaik, sehingga aku sudah kembali beraktivitas menemani berdagang di warung.
nah, yang ane bikin detailsnya ada dibawah ini... yuk... simak yuk...
Spoiler for Details:
Judul : Hikmah Cinta
Bahasa: Inonesia (rencana mau ditranslate kalo dapat respon yang baik dari kaskuser)
Genre: Religi
Bahasa: Inonesia (rencana mau ditranslate kalo dapat respon yang baik dari kaskuser)
Genre: Religi
Code:
Saya sangat berharap, saran dan kritik dari para pembaca semua baik yang sudah expert ataupun beginner seperti saya.
Berikut cerita fiksi yang sudah saya kemas. Happy reading

*
Spoiler for session 1:
Faisal adalah panggilanku, lajang lahir tahun 80-an dari keluarga sederhana, orang tua yang tinggal sebelah membuat mereka para tetanggaku sangat akrab denganku, tak sulit ku mendapatkan makan dan minum serta jajanan pada masa kecilku. Orang tua yang melahirkanku kini sudah renta jangankan bekerja bahkan untuk berjalanpun ia sudah tak sanggup, kini usiaku genap sudah 26 tahun tepat pada 11 April 2013 bersama itu ibu sudah tidak bisa menggerakkan meski hanyaebelah kakinya. Do'a yang ku lantunkan disepertiga malam semoga saja didengar dan dikabulkan oleh Allah SWT. Pernah ku dapati ibu berlinangan air mata pada saat aku selesai tahajud, tak kuasa menahan air mata aku pun tersungkur pada sajadah dan menumpahkan serta mengadukan semuanya pada Allah SWT, entah benar atau salah caraku ini, aku hanya minta pada Allah SWT untuk tidak menyiksa sosok Ibu yang melahirkan serta membesarkanku tanpa pamrih. Tanpa biaya aku hanya mampu menduduki sekolah dasar padahal banyak yang memberikan tawaran untuk sekolah sampai kuliah tapi semuanya aku tolak hanya karena orang yang ingin membiayai pendidikanku ingin mengajakku ke kota dan meninggalkan orang tua yang rapuh yang melahirkanku. Keji sekali ku rasa jika harus aku pergi meninggalkan orang yang telah mempertaruhkan jiwa dan raganya saat melahirkanku hanya untuk pendidikan. Meski sebagian tetanggaku tak segan menyatakan bahwa aku itu bodoh menolak tawaran yang luar biasa. Meski ibu sudah memberikan ijn akan hal itu, tapi aku yakini bahwa meninggalkan ibu hanya untuk pendidikan aku telah membunuh ibu pelan-pelan sehingga tumbuh dalam benakku untuk mempertahankan pendapatku. Hanya saja satu hal yang membuatku bertahan pesan seorang kepala keluarga yaitu ayahku beliau berpesan untuk tetap tinggal bersama Ibu meski harus nyawa taruhannya karena Ibu yang akan membawaku masuk syurga.
**
Spoiler for session 2:
Tak hanya tetangga rumah yang mengetahui tentang kehidupanku bahkan tetangga desa pun tahu bahwa aku adalah anak muda yang kurang beruntung dalam hal pendidikan, tidak bisa menikmati duduk manis belajar di bangku SMP, SMA bahkan kuliah.
Suatu hari ku dapati pesan dari seorang anak kecil berusia 11 tahun, ia menyampaikan amanat bahwa aku harus datang dan menemui H. Amin. Beliau adalah guru ngajiku sekaligus beliau adalah orang tua angkatku yang mampu membaca watak dan jalan pikiranku serta beliau adalah teman dekat ayah sewaktu hidup.
Ba'da Isya aku berpamitan pada sosok tubuh rapuh layu tanpa tenaga untuk berkunjung ke tempat H. Amin, setelah aku dapat ijin dari Ibu akupun melangkahkan kaki dengan harap-harap cemas tentang pemanggilannya.
Sesampainya dirumah H. Amin akupun mencuci kaki dikeran yang sudah disiapkan untuk tamu dan setelah selesai akupun bergegas ke pintu depan dan mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum..." ucapku
"Assalamu'alaikum..." tambahku
"Wa'alaikusalam..." Suara dari dalam membuatku tenang karena yang punya rumah ada di dalamnya.
"Silahkan masuk, bapak sudah menunggu.." Jawab istri dari H. Amin sambil membukakan pintu untukku.
"Terima kasih bu." Sahutku
"Bapaknya dimana bu?" Tanyaku
"Di ruang keluarga." Jawab istri H. Amin
Akupun bergegas menuju ruang keluarga H. Amin, sesampainya disana kuucapkan salam kembali dan ku dapati H. Amin sedang duduk santai diatas lantai beralasan tikar. Kami pun basa basi saling tan jawab, tak lupa ia menanyakan kabar ibu yang sedang sakit. Setelah disuguhi minum dan ngobrol kian kemari akhirnya ia mengutarakan maksudnya.
"Begini sal, maksud bapak panggil kamu kemari tiada lain untuk menjalankan amanat dari almarhum ayahmu." Jelas H. Amin.
"Dulu, sewaktu ayahmu masih hidup pernah berpesan pada bapak untuk mencarikan jodoh untukmu, meski kami sudah sepakat tentang kriteria untuk istrimu nanti, tapi kami juga telah menyepakati bahwa harus bertanya padamu untuk kriteria calon istrimu." Tambah H. Amin dengan sikap dan wibawanya.
"Nah, sekarang bapak mau tanya kamu 2 hal, yang pertama adalah apakah kamu setuju seandainya bapak ini menjalankan amanat bapakmu tentang perjodohan ini? Namun jika faisal sudah punya calon maka perjodohan ini akan jadi gugur dan bapak akan ikut bantu kamu dalam rangka menikahkan kamu dengan pilihanmu. Yang kedua wanita yang seperti apakah kriteria yang faisal minati?" Jelas H. Amin
"Sekarang, bapak ingin kamu angkat bcara tentang masalah ini." Jelas H. Amin
Bingung untuk berkata dalam hati hanya mampu berdo'a jika memang ini jalan hidupku maka aku harus menerimanya.
"Ya Allah janganlah kau jadikan diri ini insan yang munafik yang ingkar akan jajnjinya dan merubah tekad keimanan, sesungguhnya hamba telah percaya kepada yang hamba wajib percayai, percayanya adanya Allah, malaikat Allah, kitab Allah, rasul Allah dan hari kiamatnya Allah serta takdir baik itu jelek ataupun baik, maka tuntunlah hati dan mulut hamba karena sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui." Do'aku dalam hati.
"Ji.... Jika memang ini jalannya, saya sami'na wato'na pak haji." Jawabku ikhlas.
"Alhamdulilah, jika begitu, memang ayahmu lebih mengetahui sifatmu dibanding aku, tebakan ayahmu sangat jitu tentang ini, bahwa kau akan ikhlas menerimanya." Jelas H. Amin
"Baiklah, hanya itu yang ingin bapak sampaikan padamu mengingat usia kau sekarang sudah dewasa." Ujar H. Amin sembari tersenyum
Kalut hati antara percaya dan tidak bahwa sudah dekat atau masih jauh aku akan punya seorang pendamping, sementara aku tak berpangkat dan berpendidikan, bagaimana dengan wanita yang akan dipilihkan pak H. Amin ketika mendengar tentang aku?
"Kembalilah ke rumah, ibumu menunggumu." Suara H. Amin mengagetkanku
"Bawalah ini, dan sampaikan pada ibumu salamku." Tambah H. Amin
"Insya Allah pak haji, nanti saya samapaikan, terima kasih atas undangan dan jamuannya, semoga pak haji selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin." Jawabku sambil bersalaman.
Dari mulai keluar rumah pak H. Amin tak henti-hentinya aku berpikiran tentang hal-hal yang baru saja dibicarakan dengan H. Amin. Tak terasa aku sudah berdiri di depan pintu rumah, setelah ucap salam dan ku buka pintu akhirnya ku dapati senyum ibu yang sangat manis yang belum pernah ku lihat.
Akupun bersalaman dan menyapanya.
"Ibu, ada apa koq senyumnya beda dengan yang biasanya?" Tanyaku penasaran.
"Oh iya, ada salam dari H. Amin untuk ibu." Tambahku.
Ia pun hanya bisa mengedipkan mata tanda menjawab salam dari pak H. Amin. Tanpa diminta akupun menjelaskan apa maksud pak H. Amin mengundangku dan ku lihat ibu sangat gembira dengan kabar yang ku sampaikan, selesai itu akupun menemani ibu tidur sambil membaca shalawat.
***
Spoiler for session 3:
Adzan subuh membangunkanku dari tidur juga ibuku, setelah membersihkan ibu dari kotorannya akupun bergegas menuju musholla untuk berjama'ah bersama tetangga, entah kenapa kali ini agak sedikit ragu untuk menuju ke musholla dan begitu berat meninggalkan rumah untuk berjamaah, nampaknya kegelisahan itu terlihat oleh ibu sehingga ibu mengedipkan matanya agar aku lekas pergi ke musholla. Akhirnya ku langkahkan kakiku menuju musholla dan langsung bergegas wudhu dan berbaris bersama jamaah lain, setelah shalat akupun tidak berlama-lama seperti hari biasanya untuk amalan dan melakukan dzikir rutin, langkah kaki begitu cepat ingin sampai rumah dan kudapati ibu sedang kesakitan nampaknya, matanya terbalik dan giginya menyentak-nyentak akhirnya aku lari kekepalanya dan ku biskkan kalimat-kalimat Allah ditelinganya dan dengan sekejap mata Ibu pun sudah tiada.
Meleleh air mata membasahi pipiku, lirih ku panggil nama ibu dalam tangisku namun apa daya semuanya sudah suratan, tak berapa lama, tetanggaku yang memang memperhatikanku sedari musholla ia menghampiriku dan memberikan doa untuk ibu juga merayuku untuk tidak bersedih. Setelah dikabarkan oleh tetanggaku yang lain dalam hitungan menit rumahku yang kecil dipenuhi oleh tetangga dan nampak juga orang yang memanggilku malam tadi, H. Amin sosok yang ku anggap sebagai ayah angkat kehadirannya menambah kesedihanku tak tertahankan, ku peluk erat dan ku teteskan air mata dipundaknya.
"Tabahkan hatimu, ikhlaskan semua, tiada yang lebih indah dari rencana Allah SWT." Bujuk H. Amin
Hanya anggukan kepala dengan duka yang mendalam dalam dekapan ku rasakan kesedihan, lelehan air mata tak tertahankan mengalir pasti seiring hembusan nafas.
****
Spoiler for session 4:
Semenjak kepergian ibu hari-hari ku habiskan bersama keluarga H. Amin.
Sudah hampir 1 bulan aku ikut bekerja dengan keluarga H. Amin, pekerjaanku tidak terlalu berat karena aku diberikan bagian hanya untuk mencuci piring dan belanja, kegiatan rutin bangun diwaktu subuh sangat membantu pada aktivitas kerjaku ini, pemilik warung yang masih keluarga H. Amin ini tidak memberikan upah padaku, tapi disaat aku akan memulai bekerja H. Amin pernah menyampaikan bahwa upahnya akan disimpan untuk biaya pernikahanku nanti.
3 bulan sudah kulalui tanpa ayah dan ibu, hanya bisa berjiarah ke pemakamannya jika hati merasa rindu pada mereka. Tidak bisa dipungkiri ternyata tidak mudah hidup tanpa ayah dan ibu, namun sekuat tenaga ku lalui semua ini hanya dengan sabar sambil menunggu giliranku.
Malam ini langit nampak cerah, cahayanya yang menembus kedalam ruangan tempat tidurku yang hanya beralaskan tikar, bintang-bintang bersinar dengan cerianya dengan sesekali kulihat mereka menghiburku dengan mengedipkan matanya. Ditengah asyiknya bercumbu dengan alam semesta terdengar pintu diketuk dari luar.
"Sal, sudah tidur?" Tanya istri H. Amin dari luar
"Belum bu" sahutku sambil segera membukakan pintu.
"Bapak menunggumu diteras sejak tadi, the manisnya sudah ibu buatkan dimeja diteras." Tambah istri pak H. Amin
Akupun bergegas menuju teras untuk menemui H. Amin, sesampainya di teras H. Amin menyambutku dengan senyuman hangat. Sebagai anak angkat aku sadar dan tahu betul apa yang harus aku perbuat akan H. Amin dan keluarganya. Perbincangan dimulai oleh beliau, beliau menanyakan pekerjaanku dan menyampaikan beberapa pesan juga memotivasiku dengan kisah-kisah teladan Rasulullah SAW. Meski sempat beberapa kali ku terima kritikan pedas dari H. Amin, namun itu semua aku simpan dan kujadikan pelajaran. Setelah H. Amin bercerita panjang lebar tentang kesuksesan Nabi Muhammad membawa agama Islamnya beliau juga menceritakan bagaimana nabi memiliki perangai, diujung cerita aku hanya bisa bergumam tentang keindahan akhlak dan pribadi rasul.
Tak lepas dari itu semua ternyata pak H. Amin memiliki maksud tertentu dalam pertemuan kali ini, seperti biasa beliau membicarakan tentang perjodohanku, kali ini kabar baik yang aku terima, karena 1 minggu yang lalu beliau bertamu ke rumah temannya dan ia dapati seorang gadis yang sedang melantunkan ayat suci Al-Quran, beliau menanyakan semuanya tentang gadis itu pada kedua orangtuanya dan dua hari kemudian beliau kembali ke rumah wanita itu dan menjelaskan maksud dan tujuannya. Betapa kaget dan terkejutnya aku saat aku terima kabar bahwasannya gadis itu lumpuh, tuli dan bisu. Lama aku berpikir untuk memberikan jawaban kepada pak H. Amin tentang tawarannya namun karena aku pernah berjanji maka janjiku akan aku tepati, akhirnya aku terima semuanya. Senyum gembira H. Amin terlihat jelas dari bibir dan sorot matanya. Setelah obrolan selesai beliau memintaku untuk masuk ke dalam kamar dan memintaku untuk beristikhoroh tentang jawabanku dengan alasan beliau takut jika memaksakan kehendakku.
Tepat pukul 2 malam aku dibangunkan oleh H. Amin agar aku melakukan shalat Istikhoroh. Ba'da istikhoroh sengaja aku tunggu subuh dengan berdzikir serta berdo'a untuk kedua orangtuaku. Keesokan harinya pak H. Amin menanyakan kembali jawabanku tentang perjodohanku, jawaban yang samaku berikan pada beliau.
*****
Spoiler for session 5:
hari ini hari jum'at dimana aku terbaring lemah tak berdaya ditempat kerjaku, beberapa kali aku diminta untuk pulang dan beristirahat dirumah, namun aku tetap keukeuh bekerja, aku tak tahu apa yang sedang melandaku, entah karena aku kurang tidur atau karena pikiranku kurang tenang tapi yang jelas aku sedang lemah tak berdaya. Hari semakin siang waktu shalat jum'at pun tiba, aku paksakan pergi ke sungai untuk mandi dan berwudhu selanjutnya aku pergi ke mesjid bersama sepeda yang biasa aku gunakan untuk pergi ke pasar. Cuaca panas menambah badanku semakin kedinginan dan sesampainya di mesjid tubuhku malah menggigil namun semua itu aku tahan dengan sebuah do'a yang diajarkan oleh H. Amin.
Sepulang shalat jum'at akupun berpamitan kepada pemilik warung dimana tempat aku bekerja mereka membekaliku nasi dan beberapa uang kertas sepuluh ribu-an dan mereka memintaku untuk naik andong saat pulang. Setibanya dirumah H. Amin ternyata sedang sepi, pada jam seperti ini H. Amin dan istrinya sedang ada di ladang, akupun hanya bisa berbaring diatas kursi panjang di teras rumah.
Adzan ashar berkumandang tapi tubuhku sangat mengigil, diantara sadar dan tidak aku saksikan dua orang mendekatiku, laki-laki dan perempuan yang mendekatiku seolah memanggil namaku dan ketika aku buka mata lebar-lebar ternyata mereka adalah H. Amin dan istrinya, bersyukur dalam hati mereka sudah pulang. Akhirnya aku diantarkan ke kamar dan menyelimutiku dengan kain selimut yang biasa aku kenakan.
Diantarkannya aku segelas air putih oleh H. Amin, setelah meminumnya akupun tertidur pulas ketika bangun hari sudah malam rupanya H. Amin sengaja menungguku dikamar dan waktu kubuka mata kudapati beliau sedang bermunajat kepada Allah untuk keselamatan hidupnya, hidupku dan juga untuk seluruh muslimin dan muslimat. Entah apa yang membawa air mataku menetes saat ku dengar beliau memanjatkan salah satu do'a untuk kedua orang tuanya. Isak tangiskupun menghentikan do'a H. Amin sehingga beliau menoleh dan mendekatiku.
"Kenapa kau menangis, sal? Adakah bagian tubuhmu yang sakit?" Tanya H. Amin
"Tidak pak, saya hanya terharu dan merasa beruntung bisa dekat dengan bapak, tak hanya diberi minum, makan tapi juga dido'akan." Jelasku sambil sedikit terbata-bata.
"Sebagai umat rasul, bapak hanya mengikuti jejaknya, dimana rasul selalu mendo'akan orang-orang muslim agar diampuni dosanya dan dimasun ke syurga Allah, karena orang yang mendo'akan orang lain ia akan mendapatkan pahala yang sangat luar biasa." Jelas H. Amin
Tangisku tambah dalam dan sekarang sangat beralasan dimana air mata mengalir untuk keimanan dan kecintaan rasul pada umatnya. Dalam hati bergumam semoga saja aku termasuk dalam golongan orang yang mencintai rasul dan akan mendapatkan syafaatnya dihari kiamat nanti.
Setelah 3 hari keadaankupun berangsur membaik, sehingga aku sudah kembali beraktivitas menemani berdagang di warung.


anasabila memberi reputasi
1
1.5K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan