- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Tantangan Swasembada Pangan Bagi Indonesia


TS
cibavision
Tantangan Swasembada Pangan Bagi Indonesia


Quote:
Bupati Kutai Timur, Isran Noor berulangkali mengatakan bahwa Indonesia pernah mengalami swasembada beras pada tahun 1984 dibawah pemerintahan orde baru. Hal ini harus diingat oleh para pembuat kebijakan, bahwa Indonesia tak hanya memiliki potensi, namun juga pernah mencapai swasembada pangan. Namun begitu, sentralisasi pemerintahan ketika itu membuat pemerintahan daerah terlalu bergantung pada pusat. Hal ini sangat terlihat pada awal-awal pelaksanaan otonomi daerah, dimana banyak daerah salah menerapkan kebijakan dan pada akhirnya tetap bergantung pada pemerintah perihal ketahanan pangan. Seiring dengan semakin dekatnya kepemerintahan yang baru, Isran Noor menekankan bahwa swasembada pangan harus diperhatikan oleh pemerintah yang akan datang. "Saya melihat pembangunan di sektor pertanian sangat penting disamping nilai ekonominya besar dan menyerap banyak tenaga kerja," kata Isran.
Selain kesalahan kebijakan, ninat masyarakat Indonesia terhadap sektor pertanian semakin menurun dari tahun ke tahun. Rendahnya minat masyarakat terhadap pertanian, dan kurangnya komitmen pemerintah daerah ataupun pusat terhadap pertanian menyebabkan swasembada pangan masih belum dapat terwujud disetiap daerah. Hal ini tentu harus diurai lagi, untuk dapat benar-benar mengetahui apa sebenarnya penyebab belum tercapainya swasembada pangan. "Saya akan membuat program sektor pertanian ini menjadi menarik dan dapat menyerap banyak tenaga kerja mengingat kita memiliki potensi yang besar di sektor ini," kata Isran.
Penyebab pertama adalah masih belum bosannya pemerintah melakukan impor padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Impor komoditi kedelai dapat dimaklumi, karena kedelai hanya dapat tumbuh secara optimal di daerah yang memiliki empat iklim. Hal ini berarti bahwa mengurangi ketergantungan impor kedelai hanya dapat terjadi melalui diversifikasi pangan. Namun untuk keempat komoditi lain, bukan rahasia lagi bahwa seharusnya pemerintah dapat mengurangi impor.
Penyebab kedua adalah kurangnya infrastruktur pendukung bagi sektor pertanian. Sebagai contoh, kualitas beras nasional masih belum kompetitif dengan beras impor. Padahal kelas menengah Indonesia semakin meningkat yang berarti permintaan akan pangan yang berkualitas pun semaking meningkat. Disini Isran Noor beropini bahwa masih banyak infrastruktur penting pertanian seperti bendungan yang belum dibangun. Koordinasi antar instansi pemerintah harus dapat lebih digalakkan untuk dapat mengatasi pembangunan infrastruktur yang tentu akan memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.
Harga BBM juga menjadi penyebab ketiga mengapa sektor pertanian tidak dilirik sebagai sektor yang menguntungkan. Solar banyak digunakan pada mesin-mesin pertanian, dan jika pemerintah tidak memberikan jaminan atas stabilitas harga solar, petani akan susah untuk melakukan perencanaan kedepan. Penyebab keempat adalah ketersediaan lahan. Sejak 2010, sekitar 100.000 hektar lahan pertanian hilang per tahunnya. Ini berakibat pada penurunan atau stagnasi komoditas strategis yang dikelola dalam negeri. Selain imbas dari pembangunan, pemerintah daerah juga turut memperparah dengan menjual lahan pertanian kepada sektor industri dan properti, semata-mata demi menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ketidakjelasan mengenai mana wilayah pertanian dan non-pertanian menghambat rencana swasembada pangan pertanian.
Penyebab terakhir adalah mengenai minimnya tenaga kerja di sektor pertanian. Globalisasi membuat sektor pertanian semakin tidak diminati masyarakat pedesaan. Bahwa petani adalah profesi yang kurang dapat memberi kesejahteraan dan arus urbanisasi pun terus melaju. Pemerintah harus mendukung peningkatan kesejahteraan penduduk pedesaan dengan akses kesehatan dan pendidikan yang terjangkau. Terutama pendidikan, dimana generasi muda harus diberikan pemikiran dan keahlian dalam mengelola sektor pertanian. Dengan begitu sektor pertanian di mata masyarakat desa menjadi sama bergengsi dan sama prospektif dengan sektor-sektor lainnya.
Sumber
Selain kesalahan kebijakan, ninat masyarakat Indonesia terhadap sektor pertanian semakin menurun dari tahun ke tahun. Rendahnya minat masyarakat terhadap pertanian, dan kurangnya komitmen pemerintah daerah ataupun pusat terhadap pertanian menyebabkan swasembada pangan masih belum dapat terwujud disetiap daerah. Hal ini tentu harus diurai lagi, untuk dapat benar-benar mengetahui apa sebenarnya penyebab belum tercapainya swasembada pangan. "Saya akan membuat program sektor pertanian ini menjadi menarik dan dapat menyerap banyak tenaga kerja mengingat kita memiliki potensi yang besar di sektor ini," kata Isran.
Penyebab pertama adalah masih belum bosannya pemerintah melakukan impor padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Impor komoditi kedelai dapat dimaklumi, karena kedelai hanya dapat tumbuh secara optimal di daerah yang memiliki empat iklim. Hal ini berarti bahwa mengurangi ketergantungan impor kedelai hanya dapat terjadi melalui diversifikasi pangan. Namun untuk keempat komoditi lain, bukan rahasia lagi bahwa seharusnya pemerintah dapat mengurangi impor.
Penyebab kedua adalah kurangnya infrastruktur pendukung bagi sektor pertanian. Sebagai contoh, kualitas beras nasional masih belum kompetitif dengan beras impor. Padahal kelas menengah Indonesia semakin meningkat yang berarti permintaan akan pangan yang berkualitas pun semaking meningkat. Disini Isran Noor beropini bahwa masih banyak infrastruktur penting pertanian seperti bendungan yang belum dibangun. Koordinasi antar instansi pemerintah harus dapat lebih digalakkan untuk dapat mengatasi pembangunan infrastruktur yang tentu akan memakan waktu dan sumber daya yang tidak sedikit.
Harga BBM juga menjadi penyebab ketiga mengapa sektor pertanian tidak dilirik sebagai sektor yang menguntungkan. Solar banyak digunakan pada mesin-mesin pertanian, dan jika pemerintah tidak memberikan jaminan atas stabilitas harga solar, petani akan susah untuk melakukan perencanaan kedepan. Penyebab keempat adalah ketersediaan lahan. Sejak 2010, sekitar 100.000 hektar lahan pertanian hilang per tahunnya. Ini berakibat pada penurunan atau stagnasi komoditas strategis yang dikelola dalam negeri. Selain imbas dari pembangunan, pemerintah daerah juga turut memperparah dengan menjual lahan pertanian kepada sektor industri dan properti, semata-mata demi menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ketidakjelasan mengenai mana wilayah pertanian dan non-pertanian menghambat rencana swasembada pangan pertanian.
Penyebab terakhir adalah mengenai minimnya tenaga kerja di sektor pertanian. Globalisasi membuat sektor pertanian semakin tidak diminati masyarakat pedesaan. Bahwa petani adalah profesi yang kurang dapat memberi kesejahteraan dan arus urbanisasi pun terus melaju. Pemerintah harus mendukung peningkatan kesejahteraan penduduk pedesaan dengan akses kesehatan dan pendidikan yang terjangkau. Terutama pendidikan, dimana generasi muda harus diberikan pemikiran dan keahlian dalam mengelola sektor pertanian. Dengan begitu sektor pertanian di mata masyarakat desa menjadi sama bergengsi dan sama prospektif dengan sektor-sektor lainnya.
Sumber

Diubah oleh cibavision 28-04-2014 11:09
0
1.7K
Kutip
7
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan