ouelelAvatar border
TS
ouelel
Sumber EMas dari Kalimantan !!!
PONTIANAK— Kasus penyelundupan emas batangan kerap terjadi di sejumlah bandara di Kalimantan Barat. Sebut saja di Bandara Supadio Pontianak dan Bandara Susilo, Sintang. Namun, kasus ini tak berakhir tuntas di pengadilan. Barang bukti dan tersangka kerap dibebaskan. Aparat keamanan tak memiliki bukti kuat sehingga proses hukum harus terhenti.

Secara resmi, Kalbar bukanlah provinsi penghasil emas. Tak ada perusahaan pertambangan yang khusus melakukan izin untuk penggalian logam mulia ini. Dulu pernah ada PT Monterado Mas Mining (MMM). Namun perusahaan ini tutup setelah dibakar dalam aksi demo masyarakat pada tahun 1995. Sejak itu, perusahaan dengan penanaman modal asing ini berhenti operasi.
Secara industri pengelolaan emas di Kalbar memang tidak ada. Namun usaha ini tumbuh subur di masyarakat dengan penggalian secara ilegal. Mulai dari Kabupaten Sambas, Bengkayang, Singkawang, Landak, Sanggau, Ketapang, Kayong Utara, Sekadau, Melawi, Sintang hingga Kapuas Hulu, dengan mudah mendapatkan kawasan pertambangan emas tanpa izin atau biasa disingkat PETI.



Luas kerusakan bentang alam sudah tak bisa diukur lagi. Hutan belantara berubah menjadi kubangan lumpur. Danau-danau kecil bermunculan. Ribuan tanaman tumbuh telah mati. Tak ada upaya reklamasi. Yang ada hanya bentangan alam yang sudah berubah. “Kerusakan alam akibat penambangan itu jauh lebih besar ketimbang ilegal logging atau perkebunan kelapa sawit. Bekasnya bahkan bisa dilihat hingga bertahun-tahun kemudian dan sulit direklamasi,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Anton P Widjaya.
PETI memang memberikan kehidupan bagi masyarakat. Namun uang yang mereka terima hanya sebagian kecil. 10 persen dari pendapatan. Itupun kalau modal untuk pembelian BBM dan makan siang sudah mereka dapatkan. Kalau tidak mereka tidak dapat apa-apa. Pulang dengan tangan hampa.
Maklum saja mereka hanya buruh. Digaji berdasarkan bagi hasil perolehan emas. Keuntungan besar diperoleh para cukong. Apalagi saat harga emas internasional melonjak tinggi.
Tambang emas liar tak hanya soal kerusakan bentangan alam. Kehadiran pertambangan ilegal ini juga mengubah kehidupan pekerjanya. Areal pertambangan berubah menjadi pemukiman baru. Kehidupan penambang yang keras diwarnai pula dengan kehidupan malam. Prostitusi muncul di kawasan ini. Tenda-tenda tempat mesum tak terhindarkan. Hadir dengan warna warni. Hentakan musik dangdut mengubah suasana sunyi senyap. “Sudak jamak kalau daerah-daerah pertambangan itu juga bersanding dengan lokasi prostitusi,” kata Peneliti Swandiri Institut, Arif Munandar.
Kehidupan menjadi tambah ironis. Penularan penyakit kelamin tak terhindarkan lagi. HIV/AIDS yang belum ada obatnya itu juga menjangkiti penambang. Tak hanya dirinya sendiri yang tertular. Banyak di antara juga menularkan kepada keluarga. Istri menjadi korban pertama. Bahkan kini juga sudah menimpa anak-anak. Tak heran banyak kasus HIV/AIDS pada anak-anak ditemukan pada keluarga buruh tambang emas.
Saat bentangan alam terus rusak, kehidupan penambang yang kian terpuruk, cukong emas semakin makmur. Emas batangan dengan gampang mereka pasarkan. Begitu leluasa membawa ke luar daerah ini untuk dijual belikan. Bandar udara yang menjadi pintu akhir dengan mudah bisa dilewati.Kasus penyelundupan emas terbesar di daerah ini pernah digagalkan pada Senin, 25 Desember 2006 di Bandara Supadio Pontianak. Emas batangan yang berhasil diamankan 25 Kg. Kasus dengan barang bukti senilai Rp4,5-4,8 miliar ini melibatkan dua oknum TNI dan kepolisian.
Ini kasus penyelundupan emas keempat yang terjadi pada tahun 2006 itu. Sebelumnya pada 19 Oktober 2006, Tim Buru Sergap Kepolisian Kota Besar Pontianak juga berhasil menggagalkan empat kardus berisi emas batangan yang beratnya mencapai 50 kilogram asal Kabupaten Sintang.
Penyergapan yang dipimpin Kapolresta Kombes Panjang Yuswanto di depan Graha Korpri Jalan Veteran Pontianak. Namun kasus ini membuat karir Panjang Yuswanto ternodai. Dia berasama tujuh anak buahnya dicopot. Panjang dinilai lalai, barang bukti emas berkurang. Emas batangan sebanyak 35 batang, namun setelah diamankan polisi berkurang menjadi 25 batang. Hilangnya barang bukti sebanyak 10 batang emas dianggap menyalahi prosedur pemeriksaan.
Kasus penyelundupan emas tak hanya terjadi di Bandara Supadio Pontianak. Kasus serupa juga terjadi di Bandara Susilo Sintang. Pada 27 Januari 2014, petugas bandara berhasil mengamankan emas batangan seberat 3 kg yang akan dibawa ke Pontianak. Kasus ini kembali terulang. Selasa (15/4) pagi, petugas bandara mengamankan 15 kilogram emas yang dikemas dalam dua tas koper milik salah seorang penumpang Kalstar dengan rute penerbangan Sintang – Pontianak atas nama Cn. Emas berhasil diterdeteksi lewat sinar X-Ray oleh petugas bandara, namun bisa lolos dari Bandara Susilo Sintang menuju Pontianak usai diperiksa aparat polisi.
“Kalau untuk jenis emas tersebut ada berbentuk perhiasan dan ada jenis emas batangan. Namun yang batangan hanya sedikit,” kata Kepala Bandara Susilo Sintang, Poltak Gordon.Tindak lanjut masalah ini langsung ditangani Polres Sintang. “Kami hanya melakukan pemeriksaan, selanjutnya jika ada hal-hal yang mencurigakan maka petugas kepolisian yang bertugas di bandara yang menangani,” kata dia.
Pernyataan Kepala Bandara Susilo berbanding terbalik dengan Kasat Reskrim Polres Sintang, AKP Alber Manurung. Dua koper emas tersebut jenisnya hanya berbentuk emas perhiasan. Barang terebut dilepaskan karena dilengkai surat menyurat. “Kalau berat emas yang berada di dalam koper kita belum bisa tentukan,” kata Alber.Ia menjelaskan, dilepaskannya emas dari Bandara Susilo tersebut karena waktu keberangkatan pesawat sudah mendesak serta pemilik bisa menunjukkan surat-menyurat.
Saat ditanya apakah pihaknya sempat melakukan pemeriksaan terhadap surat menyurat dari kepemilikan emas, Kasat mengaku tidak sempat untuk membaca dari surat izin emas tersebut karena sudah terdesak dengan keberangkatan pesawat. “Pemilik emas sempat menunjukkan surat menyurat, namun kami tidak sempat membacanya. Terdesak dengan waktu keberangkatan pesawat,” kata Alber.
Kepala Bandara Susilo Sintang, Poltak Gordon juga menjelaskan bahwa pada Sabtu (12/4), pihaknya juga menemukan penumpang pesawat yang membawa emas batangan. Perkara tersebut juga telah diserahkan ke Polres Sintang. Hingga berita ini diturunkan, Polres Sintang belum bisa memberikan penjelasan. AKP Alber Manurung menolak berkomentar.
Persoalan pertambangan emas tak hanya dalam upaya penertiban pada hulunya saja. Upaya penertiban dengan gencar pernah dilakukan pemerintah kabupaten, provinsi dan polisi. Namun hasilnya tidak maksimal lantaran persoalan hilirnya tak pernah tersentuh hukum. Para cukong dan pemilik modal dengan leluasa dapat menjual emas. Kita hanya bisa menanti kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Direktur Eksekutif Walhi mengusulkan agar pertambangan rakyat yang sudah ada sejak lama ini dilegalkan saja. Anton berpendapat, regulasi yang dibuat haruslah bukan sekadar pelarangan. “Pelarangan dari pemerintah justru menimbulkan perlawanan. Sekarang ditertibkan besok mereka buka lagi. Ini tak efektif,” kata Anton.
Dia mengusulkan sebaiknya penambangan emas ini dilegalkan saja, namun tetap harus ada aturan yang ketat dan bertanggungjawab. Sehingga tetap berjalan namun tidak terlalu menimbulkan dampak terkait lingkungan. Negara juga bisa mendapatkan pendapatan berupa pajak atau royalti atas barang tambang. (her)

Kasus Penyelundupan Emas
Kejadian Lokasi Emas
25 Desember 2006 Bandara Supadio 25 Kg
19 Oktober 2006 Jalan Veteran Pontianak 50 Kg
29 Desember 2013 Bandara Supadio 1 Kg
27 Januari 2014 Bandara Sintang 3 Kg
12 April 2014 Bandara Sintang ?
15 April 2014 Bandara Sintang 15 Kg

sumber
0
4.6K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan