- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Masing-masing cari aman, sulit melihat parpol Islam berkoalisi


TS
aceminus
Masing-masing cari aman, sulit melihat parpol Islam berkoalisi
Quote:
Masing-masing cari aman, sulit melihat parpol Islam berkoalisi
Reporter : Iqbal Fadil | Kamis, 10 April 2014 08:08

Kampanye PKS. ©2014 merdeka.com/imam buhori
Merdeka.com - Raihan suara parpol-parpol berbasis Islam di pemilu legislatif 2014 seperti yang dilansir berbagai hasil hitung cepat menunjukkan ada yang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Jika diakumulasi, suara mereka sebenarnya mampu untuk mengusung sendiri pasangan capres dan cawapres. Tapi beranikah mereka?
Dari beberapa parpol Islam dan parpol yang berbasis massa Islam, PKB meraih kenaikan perolehan suara tertinggi dibandingkan pemilu 2009. PKB dengan menjual nama Rhoma Irama, Mahfud MD dan Jusuf Kalla mampu meraih 9.20 persen di quick count sejumlah lembaga survei.
Sementara Partai Amanat Nasional bisa menggapai 7,50 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6,90 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6,70 persen dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,60 persen. Alhasil jika suara parpol-parpol Islam dikumulatifkan, jauh melebihi persyaratan ambang batas pengajuan pasangan capres dan cawapres sendiri.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi melihat kendala besar untuk menyatukan aspirasi parpol Islam dalam bangunan koalisi. Karakter parpol-parpol Islam sendiri memang tidak memiliki sikap moderat dan pembaharu. Sikap parpol-parpol Islam begitu cair karena semuanya ingin bermain aman dan tetap merasa nyaman di koalisi yang memerintah. Tidak ada jiwa oposisi dari mereka.
"PPP sejak awal berdirinya hingga kini bersikap oportunis sejati.Posisi jabatan menteri agama sudah lebih dari cukup. Padahal PPP punya sejarah manis dengan keberanian kadernya HJ Naro yang pernah nekat ingin menjadi wakil presiden di era Soeharto. Bahkan Hamzah Haz, pernah menjadi RI-2 ketika rezim Megawati. Dengan raihan suara PPP yang minim, tentu ikut dalam gerbong koalisi parpol yang berpotensi memimpin menjadi langkah cari aman. Kenangan indah pembentukan Poros Tengah yang dimotori Amien Rais kini tinggal cerita usang," ujar Ari kepada merdeka.com, Kamis (10/4).
Menurut pengajar Program Pascasarjana di beberapa universitas ini, PKB yang paling unggul dalam raihan suara serta PAN di urutan kedua di blok parpol Islam justru memiliki posisi tawar yang tinggi dalam rancang bangun koalisi.
Ari menilai, melihat peta koalisi yang kemungkinan terbentuk serta melihat intensitas pertemuan antar elite parpol, sepertinya parpol-parpol Islam akan 'pecah'. PKB dan PAN akan merapat ke PDIP sedangkan PKS yang memang sulit menyatu dengan kandang banteng akan berkoalisi dengan Gerindra.
"Sebaliknya bagi PPP, mengikuti arah angin menjadi pilihan sejatinya. PBB karena tergolong partai Islam yang paling fakir tentu akan mewakafkan suaranya untuk kemaslahatan ummat, yakni memberikan suaranya untuk PDIP, Golkar atau Gerindra," pungkas Ari.
Reporter : Iqbal Fadil | Kamis, 10 April 2014 08:08

Kampanye PKS. ©2014 merdeka.com/imam buhori
Merdeka.com - Raihan suara parpol-parpol berbasis Islam di pemilu legislatif 2014 seperti yang dilansir berbagai hasil hitung cepat menunjukkan ada yang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Jika diakumulasi, suara mereka sebenarnya mampu untuk mengusung sendiri pasangan capres dan cawapres. Tapi beranikah mereka?
Dari beberapa parpol Islam dan parpol yang berbasis massa Islam, PKB meraih kenaikan perolehan suara tertinggi dibandingkan pemilu 2009. PKB dengan menjual nama Rhoma Irama, Mahfud MD dan Jusuf Kalla mampu meraih 9.20 persen di quick count sejumlah lembaga survei.
Sementara Partai Amanat Nasional bisa menggapai 7,50 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6,90 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 6,70 persen dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,60 persen. Alhasil jika suara parpol-parpol Islam dikumulatifkan, jauh melebihi persyaratan ambang batas pengajuan pasangan capres dan cawapres sendiri.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi melihat kendala besar untuk menyatukan aspirasi parpol Islam dalam bangunan koalisi. Karakter parpol-parpol Islam sendiri memang tidak memiliki sikap moderat dan pembaharu. Sikap parpol-parpol Islam begitu cair karena semuanya ingin bermain aman dan tetap merasa nyaman di koalisi yang memerintah. Tidak ada jiwa oposisi dari mereka.
"PPP sejak awal berdirinya hingga kini bersikap oportunis sejati.Posisi jabatan menteri agama sudah lebih dari cukup. Padahal PPP punya sejarah manis dengan keberanian kadernya HJ Naro yang pernah nekat ingin menjadi wakil presiden di era Soeharto. Bahkan Hamzah Haz, pernah menjadi RI-2 ketika rezim Megawati. Dengan raihan suara PPP yang minim, tentu ikut dalam gerbong koalisi parpol yang berpotensi memimpin menjadi langkah cari aman. Kenangan indah pembentukan Poros Tengah yang dimotori Amien Rais kini tinggal cerita usang," ujar Ari kepada merdeka.com, Kamis (10/4).
Menurut pengajar Program Pascasarjana di beberapa universitas ini, PKB yang paling unggul dalam raihan suara serta PAN di urutan kedua di blok parpol Islam justru memiliki posisi tawar yang tinggi dalam rancang bangun koalisi.
Ari menilai, melihat peta koalisi yang kemungkinan terbentuk serta melihat intensitas pertemuan antar elite parpol, sepertinya parpol-parpol Islam akan 'pecah'. PKB dan PAN akan merapat ke PDIP sedangkan PKS yang memang sulit menyatu dengan kandang banteng akan berkoalisi dengan Gerindra.
"Sebaliknya bagi PPP, mengikuti arah angin menjadi pilihan sejatinya. PBB karena tergolong partai Islam yang paling fakir tentu akan mewakafkan suaranya untuk kemaslahatan ummat, yakni memberikan suaranya untuk PDIP, Golkar atau Gerindra," pungkas Ari.
Koalisi
Nasionalis = PDiP + Nasdem + PKB ( + mungkin PAN tergantung amien rais)
Koalisi Militer = Gerinda + Hanura + BemoKarat
Koalisi Lumpur = Golkar + PKS

0
1K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan