

TS
leewellyn
...Akhirnya Pariwisata diakui sebagai Ilmu Mandiri...
Hi Gan...! 

Salam kenal sebelumnya... ini Thread pertama saya, mohon maaf sebelumnya apabila ada tata cara membuat Thread yang salah ataupun kurang baik... ^____^
Ane mau share mengenai perjalanan Pariwisata di Indonesia dimana sekarang sudah diakui lho menjadi Ilmu Mandiri. Perjalanannya cukup menarik dilihat dari para Pengajar dan Pelaku industri pariwisata bahu membahu untuk menjadikan Pariwisata diakui sebagai Ilmu.


Bukti Ane dapat Beasiswa Unggulan...
Dan dibawah ini saya coba sharing untuk perjalanan Pariwisata yang pada akhirnya diakui sebagai Ilmu Mandiri. Berikut kita simak perjalanannya... (Ane bukan maksud apa2 ya hanya ingin sharing mengenai Dunia Pariwisata dan pengalaman ane belajar Ilmu Pariwisata)

Jika Agan berkenan, semoga dapat memberi Cendol yang segar... tapi janganlah memberi Bata karena ane masih belajar membuat Thread...







Bukti No Repost di kaskus ya
Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia menurut Pintu Masuk, 1997-2012
Pariwisata diakui sebagai Ilmu
oleh : Amir Sodikin
Sumber
Thanks untuk Agan2 yang sudah mampir di Thread Ane... Hayooo kita bersama2 membangun Pariwisata Indonesia yang lebih baik lagi.
dan juga semoga Thread ini memacu para Pemuda Bangsa untuk lebih semangat mempelajari Ilmu Pariwisata dan Perkembangannya demi Kemajuan Pariwisata di Indonesia.
Janganlah patah semangat untuk belajar, carilah beasiswa yang sesuai dengan minat Agan sekalian...


Salam kenal sebelumnya... ini Thread pertama saya, mohon maaf sebelumnya apabila ada tata cara membuat Thread yang salah ataupun kurang baik... ^____^

Ane mau share mengenai perjalanan Pariwisata di Indonesia dimana sekarang sudah diakui lho menjadi Ilmu Mandiri. Perjalanannya cukup menarik dilihat dari para Pengajar dan Pelaku industri pariwisata bahu membahu untuk menjadikan Pariwisata diakui sebagai Ilmu.


Spoiler for Sharing Pengalaman:
Pariwisata merupakan salah satu asset negara yang dimana menjadi pemasukkan, dan membangun negara Indonesia tercinta ini kedepannya.
Indonesia memiliki Potensi Wisata khususnya Wisata Alam yang sangat banyak, dan belum ter-expose dan diolah dengan baik. Dimana saat ini banyak sekali wisatawan yang lebih tertarik dengan Wisata Alam. Oleh karena itu saat ini Pemerintah berupaya untuk memperbanyak serta melatih Sumber Daya Manusia untuk kebutuhan Pariwisata.
Kalau boleh sharing, ane merupakan lulusan D4 Hotel Management di salah satu Sekolah Tinggi Pariwisata di Jakarta. Ane pikir saat lulus, cukuplah hanya dengan modal gelar SST (Sarjana Sains Terapan) untuk dapat menopang hidup ane kedepannya.
Akan tetapi seiring waktu, ane baru sadar bahwa penting sekali pendidikan bagi masa depan. Tapi ane mikir bagaimana caranya? Karena kehidupan ane juga sebenarnya pas2an. Dimana saat itu untuk melanjutkan S2 sangat mahal.
Ane tidak menyerah begitu saja, ane coba cari2 beasiswa bahwa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti bekerjasama dengan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan Nasional, memberikan beasiswa kepada masyarakat yang akan melanjutkan studi ke Program Studi Magister Pariwisata, Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti.
Ane sangat tertarik dan ane ikut lah pendaftaran di Program Beasiswa tersebut. Dan Ane diberikan kesempatan untuk lanjut ke S2 dengan Beasiswa. Ane dapat Beasiswa Unggulan dari BPKLN dan Kementrian Pendidikan Nasional pada periode 2012 – 2013. Ane sekarang sedang nyusun Thesis akhir.. Doakan Ane ya Gan supaya lancar sampai Sidang...
Indonesia memiliki Potensi Wisata khususnya Wisata Alam yang sangat banyak, dan belum ter-expose dan diolah dengan baik. Dimana saat ini banyak sekali wisatawan yang lebih tertarik dengan Wisata Alam. Oleh karena itu saat ini Pemerintah berupaya untuk memperbanyak serta melatih Sumber Daya Manusia untuk kebutuhan Pariwisata.
Kalau boleh sharing, ane merupakan lulusan D4 Hotel Management di salah satu Sekolah Tinggi Pariwisata di Jakarta. Ane pikir saat lulus, cukuplah hanya dengan modal gelar SST (Sarjana Sains Terapan) untuk dapat menopang hidup ane kedepannya.
Akan tetapi seiring waktu, ane baru sadar bahwa penting sekali pendidikan bagi masa depan. Tapi ane mikir bagaimana caranya? Karena kehidupan ane juga sebenarnya pas2an. Dimana saat itu untuk melanjutkan S2 sangat mahal.
Ane tidak menyerah begitu saja, ane coba cari2 beasiswa bahwa Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti bekerjasama dengan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Kementrian Pendidikan Nasional, memberikan beasiswa kepada masyarakat yang akan melanjutkan studi ke Program Studi Magister Pariwisata, Program Pascasarjana, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti.
Ane sangat tertarik dan ane ikut lah pendaftaran di Program Beasiswa tersebut. Dan Ane diberikan kesempatan untuk lanjut ke S2 dengan Beasiswa. Ane dapat Beasiswa Unggulan dari BPKLN dan Kementrian Pendidikan Nasional pada periode 2012 – 2013. Ane sekarang sedang nyusun Thesis akhir.. Doakan Ane ya Gan supaya lancar sampai Sidang...
Bukti Ane dapat Beasiswa Unggulan...
Spoiler for Bukti Beasiswa:

Dan dibawah ini saya coba sharing untuk perjalanan Pariwisata yang pada akhirnya diakui sebagai Ilmu Mandiri. Berikut kita simak perjalanannya... (Ane bukan maksud apa2 ya hanya ingin sharing mengenai Dunia Pariwisata dan pengalaman ane belajar Ilmu Pariwisata)

Jika Agan berkenan, semoga dapat memberi Cendol yang segar... tapi janganlah memberi Bata karena ane masih belajar membuat Thread...




...Semoga menjadi Hot Thread...
Vincent Sylvester Leewellyn
Mahasiswa Beasiswa Unggulan Batch 6
Program Magister Pariwisata
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti
Mahasiswa Beasiswa Unggulan Batch 6
Program Magister Pariwisata
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti




Bukti No Repost di kaskus ya
Spoiler for No Repost in Kaskus:

Jumlah Kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia menurut Pintu Masuk, 1997-2012
Spoiler for www.bps.go.id:

Pariwisata diakui sebagai Ilmu
oleh : Amir Sodikin
Sumber
Spoiler for Pariwisata diakui sebagai Ilmu:
Pengembangan Pariwisata Indonesia selama ini bisa disebut sebagai “tak ada landasan akademis” yang kuat atau dibangun dengan “tanpa ilmu”. Akibatnya, kebijakan pariwisata sudah pasti disetir birokrat yang notabene tak memiliki dasar pengetahuan mumpuni.
Tak Banyak orang menyadari, ternyata selama ini pariwisata hanya dianggap sebelah mata, bahkan tak diakui sebagai disiplin ilmu mandiri. Ini bisa menjelaskan, kenapa kualitas pengelolaan pariwisata tak sensitif terhadap pengembangan dan inovasi. Stagnan, malah makin rusak.
“Kami senang karena perjuangan panjang kami terkabul. Tahun ini kami sudah bisa membuka S-1 Pariwisata karena pariwisata sudah diakui sebagai ilmu mandiri,” begitu kata Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Upiek Haersyah Sadkar.
Kegembiraan tersebut lantas dirayakan karena perjuangan mereka sudah lama. Lemahnya bangsa ini dalam mengelola aset dan potensi pariwisata ternyata juga didukung fakta masih sedikit Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlatih dan mengerti benar soal pariwisata.
Dari sisi akademik, ilmu pariwisata di Indonesia baru diakui sebagai satu disiplin ilmu mandiri sejak 31 Maret 2008. “Kami pernah mengajukan S-1 Pariwisata tahun 1998, perguruan tinggi lain ada yang mengajukan sejak tahun 1980, tapi waktu itu ditolak karena pariwisata dianggap bukan ilmu mandiri,” kata Upiek.
Sebagai “pelipur lara”, STP Bandung berhasil mendirikan S-2 namun di bawah rumpun ilmu lain, yaitu manajemen dengan gelar Magister Manajemen Pariwisata (MMPar). Program S-1 untuk Sarjana Pariwisata (SPar) belum bisa dibuka tahun itu.
Iklim berpikir pun berubah seiring meningkatnya kebutuhan tenaga ahli di bidang pariwisata. Tentu keberhasilan itu disambut gembira kalangan perguruan tinggi yang selama ini hanya menggelar program Diploma (D-1 hingga D-4) Pariwisata.
Berkat “reformasi” itu, mulai tahun akademik 2008/2009, STP Bandung bisa menerima mahasiswa baru S-1 Studi Destinasi Pariwisata, S-1 Studi Industri Perjalanan Wisata, serta S-1 Studi Akomodasi dan Katering. STP Bali juga akan membuka S-1 Pariwisata.
Sejak 1985
Anggota dan Sekretaris Tim IX Penyusunan Naskah Akademik Pariwisata sebagai Ilmu Mandiri, yang juga Pembantu Ketua Bidang Akademik Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Kusmayadi, mengatakan, perjuangan itu dilakukan sejak 1985.
“Tahun 2006 perjuangan digiatkan lagi saat STP Trisakti jadi Sekretariat Hildiktipari,” katanya.
Maka, pada 31 Maret 2008, keluarlah surat izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional untuk membuka S-1 Pariwisata di STP Bandung dan STP Bali. Sejak itu kalangan pelaku pariwisata menganggapnya sebagai sinyal pengakuan dari pemerintah.
“Sejak tanggal itu, pemerintah mengakui pariwisata sebagai ilmu mandiri,” kata Kusmayadi.
Hildiktipari atau Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia merupakan wadah komunikasi perguruan tinggi pariwisata. Mereka terus menyosialisasikan ilmu pariwisata sebagai disiplin ilmu mandiri. Dalam situsnya, [url=http://www.hildiktipari.org,]www.hildiktipari.org,[/url] diungkapkan empat hal mengapa pariwisata layak menjadi ilmu mandiri.
Pertama, peran penting pariwisata yang meliputi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan itu, kedepannya akan semakin besar dan menjadi industri besar di dunia.
Kedua, dari perspektif filsafat, pariwisata memiliki basis yang kuat sebagai ilmu mandiri karena syarat-syarat ontologis, epistemologis, dan aksiologis sudah terpenuhi.
Ketiga, pengalaman sejarah menunjukkan kelahiran suatu cabang ilmu yang baru selalu diwarnai pro-kontra.
Keempat, untuk mengembangkan pariwisata tak cukup pendidikan vokasional. Di sini diperlukan pendidikan yang berisifat akademik dan profesi.
“Kalau dari diploma, SDM yang dihasilkan belum untuk pemikir, peneliti, birokrat, dan teknokrat. Kita butuh perencana untuk menciptakan atraksi. Kita butuh pemikir yang bisa menciptakan inovasi,” kata Kusmayadi.
“Yang utama, dengan diakuinya pariwisata sebagai ilmu mandiri adalah menjaga keberlanjutan pengembangan pariwisata itu sendiri, sustainable tourism development,” kata Kusmayadi.
Perjalanan “Pariwisata”
Prof Dr IG Pitana MSc, guru besar Pariwisata Universitas Udayana yang juga Direktur Promosi Luar Negeri, Ditjen Pemasaran, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, mengatakan, pengakuan secara formal terhadap pariwisata sebagai ilmu mandiri di Indonesia adalah hasil kerja keras semua pemangku kepentingan pariwisata.
Ilmu pariwisata dirumuskan sebagai “ilmu yang mempelajari teori dan praktik tentang perjalanan wisatawan, aktivitas masyarakat yang memfasilitasi perjalanan wisatawan, dan berbagai implikasinya”.
“Wacana tentang keilmuan pariwisata di Indonesia dilontarkan pertama kali oleh Nyoman S Pendit lewat tulisannya di Bali Post, 23 Maret 1983. Tahun 1985 diadakan seminar keilmuan pariwisata di Universitas Udayana, Bali, dengan menghadirkan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu,” papar Pitana dalam orasi ilmiah dies natalis ke-39 Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Senin (2/6) di Jakarta.
Namun pariwisata saat itu tetap hanya dijadikan objek kajian ilmu yang telah mapan. Usaha Universitas Udayana, STP Bandung dan beberapa universitas, institut, dan sekolah tinggi lain untuk membuka program S-1 pariwisata selalu dimentahkan dengan alasan utama “pariwisata bukan suatu disiplin ilmu”.
“Tak diakuinya pariwisata sebagai ilmu berimbas terhadap statisnya pengembangan SDM pariwisata Indonesia,” katanya.
Masih menurut Pitana, SDM pariwisata di tingkat tenaga teknis dan profesional memang berkualitas tinggi dan diperebutkan pasar tenaga kerja pariwisata dunia. Bahkan World Economic Forum dalam The Travel and Tourism Competitiveness Report 2008, menempatkan daya saing SDM pariwisata Indonesia pada peringkat ke-34 dari 130 negara.
“Tetapi daya saing Pariwisata Indonesia secara keseluruhan tetap rendah, yaitu peringkat ke-80 dunia karena tak berkembangnya pilar-pilar daya saing lainnya. Banyak pilar tersebut memerlukan penanganan SDM yang punya kualifikasi bidang pariwisata secara akademis,” katanya.
Pariwisata sebagai bidang ilmu mandiri, kata Pitana, bukan akhir perjuangan namun awal bagi perjuangan baru. “Seluruh stakeholder pariwisata harus terus membangun opini keilmuan pariwisata serta mengembangkannya dalam berbagai aspek, termasuk publikasi hasil penelitian,” paparnya.
Amir Sodikin adalah wartawan Harian Kompas
Sumber : http://cetak.kompas.com(Kompas, Jumat, 6 Juni 2008)
Sumber Photo : http://hellobalimagazine.com
Tak Banyak orang menyadari, ternyata selama ini pariwisata hanya dianggap sebelah mata, bahkan tak diakui sebagai disiplin ilmu mandiri. Ini bisa menjelaskan, kenapa kualitas pengelolaan pariwisata tak sensitif terhadap pengembangan dan inovasi. Stagnan, malah makin rusak.
“Kami senang karena perjuangan panjang kami terkabul. Tahun ini kami sudah bisa membuka S-1 Pariwisata karena pariwisata sudah diakui sebagai ilmu mandiri,” begitu kata Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Upiek Haersyah Sadkar.
Kegembiraan tersebut lantas dirayakan karena perjuangan mereka sudah lama. Lemahnya bangsa ini dalam mengelola aset dan potensi pariwisata ternyata juga didukung fakta masih sedikit Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlatih dan mengerti benar soal pariwisata.
Dari sisi akademik, ilmu pariwisata di Indonesia baru diakui sebagai satu disiplin ilmu mandiri sejak 31 Maret 2008. “Kami pernah mengajukan S-1 Pariwisata tahun 1998, perguruan tinggi lain ada yang mengajukan sejak tahun 1980, tapi waktu itu ditolak karena pariwisata dianggap bukan ilmu mandiri,” kata Upiek.
Sebagai “pelipur lara”, STP Bandung berhasil mendirikan S-2 namun di bawah rumpun ilmu lain, yaitu manajemen dengan gelar Magister Manajemen Pariwisata (MMPar). Program S-1 untuk Sarjana Pariwisata (SPar) belum bisa dibuka tahun itu.
Iklim berpikir pun berubah seiring meningkatnya kebutuhan tenaga ahli di bidang pariwisata. Tentu keberhasilan itu disambut gembira kalangan perguruan tinggi yang selama ini hanya menggelar program Diploma (D-1 hingga D-4) Pariwisata.
Berkat “reformasi” itu, mulai tahun akademik 2008/2009, STP Bandung bisa menerima mahasiswa baru S-1 Studi Destinasi Pariwisata, S-1 Studi Industri Perjalanan Wisata, serta S-1 Studi Akomodasi dan Katering. STP Bali juga akan membuka S-1 Pariwisata.
Sejak 1985
Anggota dan Sekretaris Tim IX Penyusunan Naskah Akademik Pariwisata sebagai Ilmu Mandiri, yang juga Pembantu Ketua Bidang Akademik Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Kusmayadi, mengatakan, perjuangan itu dilakukan sejak 1985.
“Tahun 2006 perjuangan digiatkan lagi saat STP Trisakti jadi Sekretariat Hildiktipari,” katanya.
Maka, pada 31 Maret 2008, keluarlah surat izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional untuk membuka S-1 Pariwisata di STP Bandung dan STP Bali. Sejak itu kalangan pelaku pariwisata menganggapnya sebagai sinyal pengakuan dari pemerintah.
“Sejak tanggal itu, pemerintah mengakui pariwisata sebagai ilmu mandiri,” kata Kusmayadi.
Hildiktipari atau Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia merupakan wadah komunikasi perguruan tinggi pariwisata. Mereka terus menyosialisasikan ilmu pariwisata sebagai disiplin ilmu mandiri. Dalam situsnya, [url=http://www.hildiktipari.org,]www.hildiktipari.org,[/url] diungkapkan empat hal mengapa pariwisata layak menjadi ilmu mandiri.
Pertama, peran penting pariwisata yang meliputi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan itu, kedepannya akan semakin besar dan menjadi industri besar di dunia.
Kedua, dari perspektif filsafat, pariwisata memiliki basis yang kuat sebagai ilmu mandiri karena syarat-syarat ontologis, epistemologis, dan aksiologis sudah terpenuhi.
Ketiga, pengalaman sejarah menunjukkan kelahiran suatu cabang ilmu yang baru selalu diwarnai pro-kontra.
Keempat, untuk mengembangkan pariwisata tak cukup pendidikan vokasional. Di sini diperlukan pendidikan yang berisifat akademik dan profesi.
“Kalau dari diploma, SDM yang dihasilkan belum untuk pemikir, peneliti, birokrat, dan teknokrat. Kita butuh perencana untuk menciptakan atraksi. Kita butuh pemikir yang bisa menciptakan inovasi,” kata Kusmayadi.
“Yang utama, dengan diakuinya pariwisata sebagai ilmu mandiri adalah menjaga keberlanjutan pengembangan pariwisata itu sendiri, sustainable tourism development,” kata Kusmayadi.
Perjalanan “Pariwisata”
Prof Dr IG Pitana MSc, guru besar Pariwisata Universitas Udayana yang juga Direktur Promosi Luar Negeri, Ditjen Pemasaran, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, mengatakan, pengakuan secara formal terhadap pariwisata sebagai ilmu mandiri di Indonesia adalah hasil kerja keras semua pemangku kepentingan pariwisata.
Ilmu pariwisata dirumuskan sebagai “ilmu yang mempelajari teori dan praktik tentang perjalanan wisatawan, aktivitas masyarakat yang memfasilitasi perjalanan wisatawan, dan berbagai implikasinya”.
“Wacana tentang keilmuan pariwisata di Indonesia dilontarkan pertama kali oleh Nyoman S Pendit lewat tulisannya di Bali Post, 23 Maret 1983. Tahun 1985 diadakan seminar keilmuan pariwisata di Universitas Udayana, Bali, dengan menghadirkan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu,” papar Pitana dalam orasi ilmiah dies natalis ke-39 Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Senin (2/6) di Jakarta.
Namun pariwisata saat itu tetap hanya dijadikan objek kajian ilmu yang telah mapan. Usaha Universitas Udayana, STP Bandung dan beberapa universitas, institut, dan sekolah tinggi lain untuk membuka program S-1 pariwisata selalu dimentahkan dengan alasan utama “pariwisata bukan suatu disiplin ilmu”.
“Tak diakuinya pariwisata sebagai ilmu berimbas terhadap statisnya pengembangan SDM pariwisata Indonesia,” katanya.
Masih menurut Pitana, SDM pariwisata di tingkat tenaga teknis dan profesional memang berkualitas tinggi dan diperebutkan pasar tenaga kerja pariwisata dunia. Bahkan World Economic Forum dalam The Travel and Tourism Competitiveness Report 2008, menempatkan daya saing SDM pariwisata Indonesia pada peringkat ke-34 dari 130 negara.
“Tetapi daya saing Pariwisata Indonesia secara keseluruhan tetap rendah, yaitu peringkat ke-80 dunia karena tak berkembangnya pilar-pilar daya saing lainnya. Banyak pilar tersebut memerlukan penanganan SDM yang punya kualifikasi bidang pariwisata secara akademis,” katanya.
Pariwisata sebagai bidang ilmu mandiri, kata Pitana, bukan akhir perjuangan namun awal bagi perjuangan baru. “Seluruh stakeholder pariwisata harus terus membangun opini keilmuan pariwisata serta mengembangkannya dalam berbagai aspek, termasuk publikasi hasil penelitian,” paparnya.
Amir Sodikin adalah wartawan Harian Kompas
Sumber : http://cetak.kompas.com(Kompas, Jumat, 6 Juni 2008)
Sumber Photo : http://hellobalimagazine.com
Spoiler for Dikti sediakan Beasiswa bidang Pariwisata:
Penulis: NAL
Rabu, 16 September 2009
Penulis : NAL
JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan Kepariwisataan di Indonesia diakui United Nation World Tourism Organization (UN-WTO) sebagai berkelas dunia, menyusul diserahkannya Sertifikat Tourism Education Quality (TEDQUAL) oleh Chief Documentary Resourses UN-WTO, Mr Patrice Tedjini kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Rabu (16/9) di Jakarta.
"Indonesia peroleh Sertifikat TEDQUAL setelah Themis Foundation yang merupakan lembaga pengembangan sumberdaya manusia pariwisata yang berada di bawah naungan UN-WTO, sejak tahun 2007 telah melaksanakan pre-audit hingga proses audit yang telah dilaksanakan pada November 2008," kata Jero Wacik.
Patrice Terdjini mengatakan, Indonesia dalam hal ini sekolah tinggi pariwisata Bandung dan Bali, adalah institusi pendidikan tinggi kepariwisataan yang ke-4 di kawasan Asia, setelah Hongkong, Macao, dan China yang telah memperoleh Sertifikat TEDQUAL. Sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia satu-satunya sekolah tinggi pariwisata yang telah memperoleh Sertifikat TEDQUAL tersebut.
Jero Wacik bercerita panjang bagaimana lika-likunya sampai diakuinya pendidikan kepariwisataan untuk program strata satu (S1), hingga akhirnya meraih sertifikat, sebagai pengakuan kelas dunia. "Betapa pentingnya SDM Pariwisata tidak hanya pada tingkatan tenaga teknis saja, tetapi juga pada tingkatan akademisi/peneliti, teknokrat dan professional. Dan itu hanya bisa kita peroleh apabila ilmu pariwisata telah diakui sebagai ilmu yang mandiri, sejajar dengan ilmu-ilmu lainnya," katanya.
Atas perjuangan Jero Wacik, Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Republik Indonesia memberikan Hildiktipari Award, yang diserahkan langsung Ketua Hildiktipari Himawan Bramanto.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Fasli Jalal mengatakan, akan sia-sia kita sebagai bangsa dengan penduduk sekitar 220 juta jiwa, tidak didukung dengan sumberdaya manusia pariwisata. Pariwisata sebagai ilmu murni perlu ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian, penerbitan jurnal-jurnal. "Karena ilmu itu lahir dari pembelajaran yang baik, maka kualitas SDM Pariwisata diharapkan bisa bangkit," katanya.
Untuk memacu penelitian, Fasli Jalal mengungkapkan, bahwa pihaknya menyediakan beasiswa dan blockgrand. Sebanyak 1.700 dosen telah dikirim ke berbagai perguruan tinggi di dunia. Diharapkan kelak, SDM pariwisata bisa meningkat dan berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia.
"Menyontoh Perancis, jumlah wisatawan yang datang ke negara tersebut mencapai 76 juta orang, melebihi jumlah penduduknya yang sekitar 70 j uta. Dengan SDM pariwisata Indonesia yang berkualitas, diharapkan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia bisa mencapai 100 juta orang," paparnya.
Sumber
Rabu, 16 September 2009
Penulis : NAL
JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan Kepariwisataan di Indonesia diakui United Nation World Tourism Organization (UN-WTO) sebagai berkelas dunia, menyusul diserahkannya Sertifikat Tourism Education Quality (TEDQUAL) oleh Chief Documentary Resourses UN-WTO, Mr Patrice Tedjini kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Rabu (16/9) di Jakarta.
"Indonesia peroleh Sertifikat TEDQUAL setelah Themis Foundation yang merupakan lembaga pengembangan sumberdaya manusia pariwisata yang berada di bawah naungan UN-WTO, sejak tahun 2007 telah melaksanakan pre-audit hingga proses audit yang telah dilaksanakan pada November 2008," kata Jero Wacik.
Patrice Terdjini mengatakan, Indonesia dalam hal ini sekolah tinggi pariwisata Bandung dan Bali, adalah institusi pendidikan tinggi kepariwisataan yang ke-4 di kawasan Asia, setelah Hongkong, Macao, dan China yang telah memperoleh Sertifikat TEDQUAL. Sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia satu-satunya sekolah tinggi pariwisata yang telah memperoleh Sertifikat TEDQUAL tersebut.
Jero Wacik bercerita panjang bagaimana lika-likunya sampai diakuinya pendidikan kepariwisataan untuk program strata satu (S1), hingga akhirnya meraih sertifikat, sebagai pengakuan kelas dunia. "Betapa pentingnya SDM Pariwisata tidak hanya pada tingkatan tenaga teknis saja, tetapi juga pada tingkatan akademisi/peneliti, teknokrat dan professional. Dan itu hanya bisa kita peroleh apabila ilmu pariwisata telah diakui sebagai ilmu yang mandiri, sejajar dengan ilmu-ilmu lainnya," katanya.
Atas perjuangan Jero Wacik, Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Republik Indonesia memberikan Hildiktipari Award, yang diserahkan langsung Ketua Hildiktipari Himawan Bramanto.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Fasli Jalal mengatakan, akan sia-sia kita sebagai bangsa dengan penduduk sekitar 220 juta jiwa, tidak didukung dengan sumberdaya manusia pariwisata. Pariwisata sebagai ilmu murni perlu ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian, penerbitan jurnal-jurnal. "Karena ilmu itu lahir dari pembelajaran yang baik, maka kualitas SDM Pariwisata diharapkan bisa bangkit," katanya.
Untuk memacu penelitian, Fasli Jalal mengungkapkan, bahwa pihaknya menyediakan beasiswa dan blockgrand. Sebanyak 1.700 dosen telah dikirim ke berbagai perguruan tinggi di dunia. Diharapkan kelak, SDM pariwisata bisa meningkat dan berdampak pada peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia.
"Menyontoh Perancis, jumlah wisatawan yang datang ke negara tersebut mencapai 76 juta orang, melebihi jumlah penduduknya yang sekitar 70 j uta. Dengan SDM pariwisata Indonesia yang berkualitas, diharapkan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia bisa mencapai 100 juta orang," paparnya.
Sumber
Spoiler for Perkembangan Ilmu Pariwisata Stagnan:
ANTARA News
Sumber
Pewarta : Hanni Sofia
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Pangestu, menilai, ilmu kepariwisataan stagnan selama ini di Tanah Air karena beberapa penyebab. "Salah satunya dinamisme regulasi pendidikan di Indonesia, dan penurunan komunikasi para penggiat bidang ilmu pariwisata," katanya, di Jakarta, Selasa.
"Selain itu, hal ini juga disebabkan kekurangan kegiatan strategis yang dapat memperkokoh perkembangan ilmu pariwisata, sehingga tujuan untuk menyejajarkan ilmu pariwisata dengan ilmu-ilmu lainnya sedikit tersendat," ucapnnya.
Padahal ilmu pariwisata telah diakui sebagai ilmu mandiri sejak 13 Februari 2008.
Pengakuan itu pada awalnya disambut secara antusias dengan banyaknya pengajuan pembukaan perguruan tinggi pariwisata baru yang pertumbuhannya mencapai 12 persen pada 2010.
"Kondisi ini menunjukkan respon positif masyarakat terhadap perkembangan ilmu pariwisata di Tanah Air," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya mencari terobosan untuk mendongkrak perkembangan ilmu pariwisata.
Salah satu upaya itu mencetuskan inisiasi Pembentukan Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), dan Deklarasi Lembaga Akreditasi Mandiri Pariwisata pada September 2010 di Yogyakarta.
Dua tahun setelah lahir, pada 4 Juni 2013 bertempat di Balairung Soesilo Soedarman Gedung Sapta Pesona, kepengurusan ICPI pun dikukuhkan Pangestu.
Kepengurusan Dewan Pengurus Pusat ICPI, terdiri dari Prof Azril Azahari, PhD (Ketua Umum), Dr Tonny Hendratono (Wakil Ketua I), Dr Diena M. Lemy (Wakil Ketua II), Ir Kusmayadi, MM (Sekjen), Dr Dewa Putu Oka (Wakil Sekjen).
Selain itu, Suhendroyono, SH, MM, M.Par (Ketua I Organisasi dan Kelembagaan), Dr Bet E. Silisna Lagarense (Ketua II Litbang), Hera Oktadiana, SST, MM, MBA, CHE (Ketua III Kerja sama), J. Ganef Pah, M.Sc (Ketua IV Perencanaan dan Pengembangan SDM), Drs I Made Sujana, M.Si (Ketua V Bidang Usaha), Dr Devi Kausar (Bendahara Umum) dan Yuliana, SST (Wakil Bendahara Umum).
Pada acara pengukuhan itu, sekaligus diselenggarakan diskusi panel serta pameran 30 Ikon Kuliner Nusantara dan buku-buku kuliner nusantara.
Pangestu berharap keberadaan dua organisasi dan lembaga itu akan kembali mendorong perkembangan ilmu pariwisata sebagai ilmu yang mandiri dan dinamis serta diminati oleh masyarakat.
(H016/C004)
Editor: Ade Marboen
Sumber
Pewarta : Hanni Sofia
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Pangestu, menilai, ilmu kepariwisataan stagnan selama ini di Tanah Air karena beberapa penyebab. "Salah satunya dinamisme regulasi pendidikan di Indonesia, dan penurunan komunikasi para penggiat bidang ilmu pariwisata," katanya, di Jakarta, Selasa.
"Selain itu, hal ini juga disebabkan kekurangan kegiatan strategis yang dapat memperkokoh perkembangan ilmu pariwisata, sehingga tujuan untuk menyejajarkan ilmu pariwisata dengan ilmu-ilmu lainnya sedikit tersendat," ucapnnya.
Padahal ilmu pariwisata telah diakui sebagai ilmu mandiri sejak 13 Februari 2008.
Pengakuan itu pada awalnya disambut secara antusias dengan banyaknya pengajuan pembukaan perguruan tinggi pariwisata baru yang pertumbuhannya mencapai 12 persen pada 2010.
"Kondisi ini menunjukkan respon positif masyarakat terhadap perkembangan ilmu pariwisata di Tanah Air," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya mencari terobosan untuk mendongkrak perkembangan ilmu pariwisata.
Salah satu upaya itu mencetuskan inisiasi Pembentukan Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI), dan Deklarasi Lembaga Akreditasi Mandiri Pariwisata pada September 2010 di Yogyakarta.
Dua tahun setelah lahir, pada 4 Juni 2013 bertempat di Balairung Soesilo Soedarman Gedung Sapta Pesona, kepengurusan ICPI pun dikukuhkan Pangestu.
Kepengurusan Dewan Pengurus Pusat ICPI, terdiri dari Prof Azril Azahari, PhD (Ketua Umum), Dr Tonny Hendratono (Wakil Ketua I), Dr Diena M. Lemy (Wakil Ketua II), Ir Kusmayadi, MM (Sekjen), Dr Dewa Putu Oka (Wakil Sekjen).
Selain itu, Suhendroyono, SH, MM, M.Par (Ketua I Organisasi dan Kelembagaan), Dr Bet E. Silisna Lagarense (Ketua II Litbang), Hera Oktadiana, SST, MM, MBA, CHE (Ketua III Kerja sama), J. Ganef Pah, M.Sc (Ketua IV Perencanaan dan Pengembangan SDM), Drs I Made Sujana, M.Si (Ketua V Bidang Usaha), Dr Devi Kausar (Bendahara Umum) dan Yuliana, SST (Wakil Bendahara Umum).
Pada acara pengukuhan itu, sekaligus diselenggarakan diskusi panel serta pameran 30 Ikon Kuliner Nusantara dan buku-buku kuliner nusantara.
Pangestu berharap keberadaan dua organisasi dan lembaga itu akan kembali mendorong perkembangan ilmu pariwisata sebagai ilmu yang mandiri dan dinamis serta diminati oleh masyarakat.
(H016/C004)
Editor: Ade Marboen
Spoiler for SDM Pariwisata harus bisa bersaing di pasar Global:
Eksistensi Ilmu dan Prodi S1 Pariwisata
SDM Pariwisata Harus Bisa Bersaing di Pasar Global
Sumber
JAKARTA – Meski masih hitungan jari profesor bidang kepariwisataan di tanah air, namun pengakuan pariwisata sebagai ilmu mandiri patut diajungi jempol. Bahkan, pembukaan program akademik S1 Pariwisata di lembaga pendidikan tinggi di Indonesia baru dijalankan pada 2008, tapi sumber daya manusia (SDM) pariwisata tanah air terus mampu bersaing di pasar global.
Diawali dari pembukaan jenjang Program Sarjana (S1) dalam beberapa program studi pada STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) Bali dan STP Bandung, S1 Pariwisata juga dibuka di beberapa perguruan tinggi lain seperti Universitas Pancasila, STP Trisakti, STP Sahid, Universitas Pelita Harapan, dan sebagainya. Sebelum 2008, pengembangan SDM pariwisata melalui pendidikan formal hanya dilakukan melalui jenjang pendidikan vokasi yang menghasilkan tenaga teknis dan terampil di bidang hospitaliti dan pariwisata.
Hal itu dijelaskan Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Workshop Pendidikan Tinggi Pariwisata dengan tema ‘Eksistensi Ilmu dan Program Studi (Prodi) S1 Pariwisata’ di Jakarta, Kamis (13/2). ”Pariwisata telah tumbuh sangat pesat menjadi salah satu industri terbesar di dunia dari sebelumnya yang dianggap industri remeh-temeh dalam mengelola waktu luang manusia.
Mengutip data dari UNWTO 2014 menunjukkan bahwa jumlah wisatawan internasional tumbuh pesat dari hanya 277 juta pada 1980, menjadi 674 juta di 2010. Jumlah tersebut terus menanjak hingga 1,087 milliar wisatawan pada 2013 atau tumbuh lima persen (bertambah 52 juta) dibanding tahun sebelumnya,’’ tutur Mari. Lebih lanjut, dia mengatakan, UNWTO memperkirakan dalam kurun waktu 2010-2030 wisatawan internasional akan tumbuh rata-rata sekitar 43 juta setiap tahun.
Artinya, diperkirakan akan ada 1,809 miliar wisatawan internasional yang bepergian ke seluruh dunia pada tahun 2030. Sehingga, membangun pariwisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab diperlukan SDM pariwisata profesional di semua tataran. Pemenuhan akan kebutuhan SDM pariwisata profesional tersebut tidak cukup dilakukan melalui jalur sertifi kasi tenaga kerja pariwisata dan pendidikan vokasi pariwisata yang meluluskan para sarjana sains terapan yang memiliki kemampuan teknis dan operasional.
Perlu juga melalui jalur pendidikan akademis yang menghasilkan para sarjana akademik di bidang pariwisata baik pada tingkat S1, S2, maupun S3 untuk dapat mengisi kebutuhan SDM pariwisata lainnya seperti teknokrat, akademisi/peneliti, perencana dan tenaga profesional lainnya.
”Kebutuhan terhadap pentingnya SDM pariwisata lulusan jalur pendidikan akademik tidak hanya dirasakan oleh negara kita. Negara-negara lain seperti Amerika Serikat misalnya, saat ini memiliki 154 colleges yang menawarkan Bachelor’s Degree (program S1) dalam bidang pariwisata, 36 colleges yang menawarkan Master’s Degree (program S2), dan 14 colleges yang memiliki PhD Doctoral Degree (program S3) dalam bidang pariwisata,’’ jelasnya.
Sebagai catatan, lanjut Mari, tahun lalu daya saing kepariwisataan Indonesia secara keseluruhan membaik peringkatnya dari peringkat ke-74 (dari 139 negara) pada 2011 menjadi peringkat ke-70 (dari 140 negara) pada 2013 sebagaimana dilapor kan oleh World Economic Forum (2013) dalam laporan Travel and Tourism Competitiveness 2013.
”Meski demikian, daya saing SDM kepariwisataan Indonesia menurut WEF (2013) dalam laporan yang sama menduduki peringkat ke- 61 dengan skor indeks 4,9 dari 140 negara. Ini artinya kita harus terus me ningkatkan kualitas SDM kepariwisataan negara kita apalagi menjelang dilaksanakannya ASEAN Economic Community pada 2015,’’ ujarnya. (nel)
SDM Pariwisata Harus Bisa Bersaing di Pasar Global
Sumber
JAKARTA – Meski masih hitungan jari profesor bidang kepariwisataan di tanah air, namun pengakuan pariwisata sebagai ilmu mandiri patut diajungi jempol. Bahkan, pembukaan program akademik S1 Pariwisata di lembaga pendidikan tinggi di Indonesia baru dijalankan pada 2008, tapi sumber daya manusia (SDM) pariwisata tanah air terus mampu bersaing di pasar global.
Diawali dari pembukaan jenjang Program Sarjana (S1) dalam beberapa program studi pada STP (Sekolah Tinggi Pariwisata) Bali dan STP Bandung, S1 Pariwisata juga dibuka di beberapa perguruan tinggi lain seperti Universitas Pancasila, STP Trisakti, STP Sahid, Universitas Pelita Harapan, dan sebagainya. Sebelum 2008, pengembangan SDM pariwisata melalui pendidikan formal hanya dilakukan melalui jenjang pendidikan vokasi yang menghasilkan tenaga teknis dan terampil di bidang hospitaliti dan pariwisata.
Hal itu dijelaskan Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Workshop Pendidikan Tinggi Pariwisata dengan tema ‘Eksistensi Ilmu dan Program Studi (Prodi) S1 Pariwisata’ di Jakarta, Kamis (13/2). ”Pariwisata telah tumbuh sangat pesat menjadi salah satu industri terbesar di dunia dari sebelumnya yang dianggap industri remeh-temeh dalam mengelola waktu luang manusia.
Mengutip data dari UNWTO 2014 menunjukkan bahwa jumlah wisatawan internasional tumbuh pesat dari hanya 277 juta pada 1980, menjadi 674 juta di 2010. Jumlah tersebut terus menanjak hingga 1,087 milliar wisatawan pada 2013 atau tumbuh lima persen (bertambah 52 juta) dibanding tahun sebelumnya,’’ tutur Mari. Lebih lanjut, dia mengatakan, UNWTO memperkirakan dalam kurun waktu 2010-2030 wisatawan internasional akan tumbuh rata-rata sekitar 43 juta setiap tahun.
Artinya, diperkirakan akan ada 1,809 miliar wisatawan internasional yang bepergian ke seluruh dunia pada tahun 2030. Sehingga, membangun pariwisata yang berkelanjutan dan bertanggung jawab diperlukan SDM pariwisata profesional di semua tataran. Pemenuhan akan kebutuhan SDM pariwisata profesional tersebut tidak cukup dilakukan melalui jalur sertifi kasi tenaga kerja pariwisata dan pendidikan vokasi pariwisata yang meluluskan para sarjana sains terapan yang memiliki kemampuan teknis dan operasional.
Perlu juga melalui jalur pendidikan akademis yang menghasilkan para sarjana akademik di bidang pariwisata baik pada tingkat S1, S2, maupun S3 untuk dapat mengisi kebutuhan SDM pariwisata lainnya seperti teknokrat, akademisi/peneliti, perencana dan tenaga profesional lainnya.
”Kebutuhan terhadap pentingnya SDM pariwisata lulusan jalur pendidikan akademik tidak hanya dirasakan oleh negara kita. Negara-negara lain seperti Amerika Serikat misalnya, saat ini memiliki 154 colleges yang menawarkan Bachelor’s Degree (program S1) dalam bidang pariwisata, 36 colleges yang menawarkan Master’s Degree (program S2), dan 14 colleges yang memiliki PhD Doctoral Degree (program S3) dalam bidang pariwisata,’’ jelasnya.
Sebagai catatan, lanjut Mari, tahun lalu daya saing kepariwisataan Indonesia secara keseluruhan membaik peringkatnya dari peringkat ke-74 (dari 139 negara) pada 2011 menjadi peringkat ke-70 (dari 140 negara) pada 2013 sebagaimana dilapor kan oleh World Economic Forum (2013) dalam laporan Travel and Tourism Competitiveness 2013.
”Meski demikian, daya saing SDM kepariwisataan Indonesia menurut WEF (2013) dalam laporan yang sama menduduki peringkat ke- 61 dengan skor indeks 4,9 dari 140 negara. Ini artinya kita harus terus me ningkatkan kualitas SDM kepariwisataan negara kita apalagi menjelang dilaksanakannya ASEAN Economic Community pada 2015,’’ ujarnya. (nel)
Thanks untuk Agan2 yang sudah mampir di Thread Ane... Hayooo kita bersama2 membangun Pariwisata Indonesia yang lebih baik lagi.
dan juga semoga Thread ini memacu para Pemuda Bangsa untuk lebih semangat mempelajari Ilmu Pariwisata dan Perkembangannya demi Kemajuan Pariwisata di Indonesia.
Janganlah patah semangat untuk belajar, carilah beasiswa yang sesuai dengan minat Agan sekalian...
Cheers,


Vincent S.L.


Vincent S.L.
Diubah oleh leewellyn 06-04-2014 13:44
0
2.6K
Kutip
2
Balasan
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan