TS
emodh13
SINIS
Assalamualaikum gan,, ane mau sedikit cerita tentang pengalaman ane waktu awal2 kuliah dulu, silahkan di simak, mohon maaf kalo bahasanya sedikit aneh karena ane coba pake cara nulis yg agak beda , heheh
kisah:
makasih udah mau baca gan, mohon komen yg membangun
kisah:
Spoiler for kisah:
“Oh kamukah cinta?” , kataku pada jumpa pertama, dua tatapan tak berniat saling bertemu kini terjalin. Paras manis dan matanya yang tajam selalu sukar kuenyahkan dari bayangku. Banyak hari kulewati bersamanya, berusaha untuk mengetahui siapakah dia. Sering ku jalan berdua walau sekedar makan di Angkringan murah, asal kami punya waktu yang hangat, kurasa itu lebih dari menyenangkan. Satu bulan telah berlalu, aku semakin yakin dialah cinta. Sikapnya yang makin anggun dan senyumnya yang bertambah manis itulah alasanya.
Hari dan bulan berlalu cepat bersamanya. Beberapa selisih pendapat kadang terjadi diantara kami. Ku pikir itu hal biasa dalam sebuah hubungan. Seseorang pernah berkata bahwa ‘ pertengkaran merupakan pemanis sebuah hubungan, yang akan menguatkan ikatan hati dua orang yang saling mencintai’. Dan sepertinya perkataan orang bijak satu ini memang benar, hubungan kami selalu lebih hangat saat pertengkaran kami selesai, mungkin karena satu perbedaan antara kami sudah hilang, teoriku. Tak lupa, kusampaikan apresiasiku pada pujangga yang kata-katanya sampai ke telingaku, kau paham betul perihal bercinta bung.
Aku punya seorang sahabat yang kukenal sejak kecil, namanya adalah ujian. Dia memiliki wajah yang rupawan dan postur tubuh yang bagus. Di suatu malam tenang, ku kenalkan cinta dengan ujian dengan harapan hubunganku dengan cinta akan lebih mengasyikan ketika kita bisa bercanda dengan lebih banyak orang. Cinta sangat senang saat kukenalkan pada ujian. Dia mulai memuji suara dan tingkah laku temanku itu. Kulihat sekilas sinar matanya sedikit lebih cerah dari biasanya. Kupikir itu bukan hal yang aneh, mungkin dia hanya senang mendapatkan teman baru. Malam itupun kami lalui bersama dengan tawa, tawa yang kelak akan digantikan dengan air mata dan senyum pahit.
Tak sampai satu bulan setelah malam itu. Entah hanya perasaanku saja yang terlalu sensitive, atau karena aku yang sedikit posesif, yang jelas sifat cinta mulai berubah di mataku. Dia yang dulu selalu tertawa riang dengan guyonanya saat bersamaku, kini mendadak acuh, menjawab seperlunya saat aku bertanya, dan diam telah jadi hobi barunya. Aku bingung. ‘ada apa gerangan? Adakah sesuatu yang salah telah kulakukan?’. Kucoba sampaikan pikiranku padanya, yang selalu ditanggapinya dengan kata yang sama, ‘aku gak papa, itu perasaanmu saja’. Ada apa denganmu cinta?
Tiga hari sudah kelakuan cinta membuatku bingung tak menentu. Atas dasar itulah yang menggerakanku untuk mendesaknya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Sunyi cukup lama setelah pertanyaan kulontarkan. Akhirnya dia membuka mulut dan mulai berkata, ‘lebih baik kita berteman saja seperti orang lain, itu akan lebih baik untuk kita’. Sekarang giliranku yang kesusahan untuk menggerakan lidahku. ‘ada apa denganya? Kenapa dia berkata seperti itu? Bukankah kamu cinta?’ rintihku dalam hati. Dengan pikiran dan perasaan yang tak menentu, aku hanya mampu mengiyakan lalu pergi meninggalkan cinta, ah, cinta? Apakah kamu benar dirimulah cinta itu? Aku mulai sangsi.
Sakit hatiku ini terasa lebih pahit dari getah lidah buaya. Otakku menolak untuk berkonsentrasi, entah apa yang di kehendakinya. Hanya air mata dan ratapan kecilkulah aktifitas yang dapat kusadari. 48 jam sudah berlalu semenjak pertemuan kemarin lusa, aku belum bisa menerima apa yang telah terjadi. Cinta yang sangat kuyakini dan percayai , entah kenapa berubah menjadi makhluk yang begitu lihai menorehkan luka padaku.
Malam-malam berkabut harus kulewati tiap kali sang surya telah masuk ke ufuk barat. Aku yang enggan manampakkan wajah sedih di depan teman-temanku, harus menunggu malam untuk kembali berkeluh kesah, kembali menyelam dalam duka, atau kadang menghujat tuhan sebagai tanda terimakasih atas takdir pahit yang kualami.
Kondisiku benar-benar parah. Untuk makan yang merupakan kebutuhan dasar manusiapun aku malas melakukanya. Sedih kurasa jika teringat tentang cinta, hmm, mungkin ku ganti menyebutnya dengan teman. Bukankah itu hal yang diinginkanya? . Spekulasi tentang apa kesalahanku padanya muncul setiap hari dan semuanya sia-sia. Pesan-pesan yang kukirim hanya jadi komunikasi satu arah tanpa balasan. Ingin mati saja kataku waktu itu…
Satu bulan berlalu dalam perasaan yang tak menentu. Rasa bersalah, sesal, sedih semua jadi satu membuatku bingung mana yang harus kurasakan dahulu. Pandanganku sudah kosong, tak sedikitpun kupikirkan apa yang akan terjadi di hari depan. Saat itulah sepertinya tuhan sudah mulai iba padaku. Malam itu ditunjukanya padaku bintang-bintang cerah dilangit yang dapat kulihat jelas dari atap gedung bertingkat lima tempat ku berada sekarang. Perlahan ketenangan merasuki hatiku. Pikiranku menjadi lebih jernih. Ide-ide dan janji kehidupan yang baru mulai mengalir di otakku. ‘sial, sepertinya aku telah salah’ umpatku dalam hati sambil mengulas senyum sinis. Setelah kumulai bisa berfikir lagi barulah kesadaran datang, mungkin dia bukan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang kutahu adalah suatu ikatan antara dua orang, yang berakibat kebahagiaan bagi mereka. ketika yang satu bahagia, lainya akan merasakanya juga. Begitupun ketika bersedih, kalut, atau bimbang, dua orang itu akan merasakanya bersama lalu mencari solusi akan masalah-masalah itu. Kebenaran yang datang bagai badai itu menerpa diriku, dia bukanlah cinta. Aku tak sudi lagi menyebutnya cinta. Hal remeh seperti ujian takkan mampu memalingkan cinta. Ckck, aku merasa sudah jadi terlalu naïf. Mencoba menafsirkan cinta dengan mengandalkan otakku yang masih kekanak-kanakan. ‘sial’ umpatku lagi. Begitu bodoh diriku hanya karena cinta yang salah ini senyumku telah hilang. Tak ada lagi canda tawa dari diriku yang dikenal teman-temanku juga diriku. Aku bangkit dari dudu lalu menatap kedepan sambil berikrar, ‘aku harus bangkit dari jurang keterpurukan ini’.
Esok hari kurasa lebih berwarna. Hangat mentari pagi kembali bisa kulit kusamku rasakan. Berhari-hari mengurug diri cukup untuk merubah mukaku sperti mayat hidup. Tubuhku pun terlihat lebih kurus dari biasanya. ‘Tak apalah’ aku bergumam. Ini adalah awal hidup baruku. Jikalu orang lain tak bisa menjadi cinta, biar aku yang melakukanya. Akulah cinta!
Kampus menyambutku dengan janji-janji masa depanya. Senyuman dari teman-temanku belum berubah, masih tulus seperti dahulu. Aku berharap hari itu menjadi hari yang baik sampai kulihat temanku dan ujian sedang duduk sambil tersenyum bersama diujung mataku menatap. Awalnya perih, lalu kuyakinkan diriku. ‘kamulah cinta, dan kamu akan tersenyum ketika yang kau cintai tersenyum’. Akhirnya kucoba untuk tersenyum, walau dalam kepura-puraan.
**********
Waktu bagai angin yang bertiup kencang, tak ada yang mampu menghentikan atau membalikanya. Dua bulan sudah aku bangkit dari keterpurukan ini. Hatiku telah terkendali sepenuhnya. Tentang cinta, aku bukan orang yang sepeduli dulu lagi. Sikap skeptis muncul ketika berurusan dengan hal itu. Tersenyum sinis ketika ingat kebodohanku berpura-pura menjadi cinta. Tatapanku merendahkan ketika cinta disebutkan. Haha, manusia memang cepat berubah.
**********
EPILOG
Sekarang Aku tidak kenal cinta dan yakin bahwa hal itu tidak ada dalam benak manusia. kau mau bicara tentang cinta ibu pada anaknya? Ku jelaskan dengan singkat. Ibu hanya sayang padamu karena kau suatu yang dikandungnya selama 9 bulan dan susah payah dilahirkanya, dia mendidikmu agar usahanya tidak sia-sia. Dan mungkin sedikit maksud untuk melanjutkan keturunanya. Sebuah bukti kecil, tak pernah kulihat seorang ibu mau berkorban apapun untuk anak orang lain. Ayah? Lihatlah siapa yang lebih sering marah dari ibumu.
Janganlah kau bicarakan tentang cinta monyet. Hal itu terlalu hina untuk kau sebut sebagai cinta. Aku selalu berpesan pada temanku yang telah salah menemukan cinta dan merasakan perih sepertiku. “nikamtilah saat-saat kau disakiti, dihina, atau dijauhi. Kelak kau akan bisa tersenyum sinis saat mengingatnya”.
Cinta sejati hanya milik tuhan. Tak pernah lelah dia memberikan nikmat pada hambanya. Jika sesorang memaki tuhan karna nasibnya, kukatakan dia adalah orang bodoh, sama sepertiku dulu. Tuhan pasti punya maksud dalam setiap perbuatanya. Dan itu akan menjadikanmu lebih baik, seprti yang kualami. Cintailah tuhanmu, cintailah dengan tulus. Ketika kau pernah merasakan cinta yang tak berbalas, sakit kah? Untukmu mungkin sakit, dan itu salahmu sendiri berurusan dengan apa yang kau sebut cinta. Tetapi coba ingatlah tuhan. Apakah dia marah ketikau kufur akan nimatnya? Apakah dia cemburu ketika kau lebih mencintai makhluknya dari pada dia? Apakah dia hentikan nikmatnya ketikai kau tak mensyukurinya?. Tidak boi.. aku sudah paham hal itu, tuhan tak memiliki sifat-sifat buruk yang manusia punya. Malulah pada tuhan yang tetap baik setelah ribuan pembangkanganmu. Cintailah tuhanmu, kau takkan pernah menyesal.
Hari dan bulan berlalu cepat bersamanya. Beberapa selisih pendapat kadang terjadi diantara kami. Ku pikir itu hal biasa dalam sebuah hubungan. Seseorang pernah berkata bahwa ‘ pertengkaran merupakan pemanis sebuah hubungan, yang akan menguatkan ikatan hati dua orang yang saling mencintai’. Dan sepertinya perkataan orang bijak satu ini memang benar, hubungan kami selalu lebih hangat saat pertengkaran kami selesai, mungkin karena satu perbedaan antara kami sudah hilang, teoriku. Tak lupa, kusampaikan apresiasiku pada pujangga yang kata-katanya sampai ke telingaku, kau paham betul perihal bercinta bung.
Aku punya seorang sahabat yang kukenal sejak kecil, namanya adalah ujian. Dia memiliki wajah yang rupawan dan postur tubuh yang bagus. Di suatu malam tenang, ku kenalkan cinta dengan ujian dengan harapan hubunganku dengan cinta akan lebih mengasyikan ketika kita bisa bercanda dengan lebih banyak orang. Cinta sangat senang saat kukenalkan pada ujian. Dia mulai memuji suara dan tingkah laku temanku itu. Kulihat sekilas sinar matanya sedikit lebih cerah dari biasanya. Kupikir itu bukan hal yang aneh, mungkin dia hanya senang mendapatkan teman baru. Malam itupun kami lalui bersama dengan tawa, tawa yang kelak akan digantikan dengan air mata dan senyum pahit.
Tak sampai satu bulan setelah malam itu. Entah hanya perasaanku saja yang terlalu sensitive, atau karena aku yang sedikit posesif, yang jelas sifat cinta mulai berubah di mataku. Dia yang dulu selalu tertawa riang dengan guyonanya saat bersamaku, kini mendadak acuh, menjawab seperlunya saat aku bertanya, dan diam telah jadi hobi barunya. Aku bingung. ‘ada apa gerangan? Adakah sesuatu yang salah telah kulakukan?’. Kucoba sampaikan pikiranku padanya, yang selalu ditanggapinya dengan kata yang sama, ‘aku gak papa, itu perasaanmu saja’. Ada apa denganmu cinta?
Tiga hari sudah kelakuan cinta membuatku bingung tak menentu. Atas dasar itulah yang menggerakanku untuk mendesaknya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Sunyi cukup lama setelah pertanyaan kulontarkan. Akhirnya dia membuka mulut dan mulai berkata, ‘lebih baik kita berteman saja seperti orang lain, itu akan lebih baik untuk kita’. Sekarang giliranku yang kesusahan untuk menggerakan lidahku. ‘ada apa denganya? Kenapa dia berkata seperti itu? Bukankah kamu cinta?’ rintihku dalam hati. Dengan pikiran dan perasaan yang tak menentu, aku hanya mampu mengiyakan lalu pergi meninggalkan cinta, ah, cinta? Apakah kamu benar dirimulah cinta itu? Aku mulai sangsi.
Sakit hatiku ini terasa lebih pahit dari getah lidah buaya. Otakku menolak untuk berkonsentrasi, entah apa yang di kehendakinya. Hanya air mata dan ratapan kecilkulah aktifitas yang dapat kusadari. 48 jam sudah berlalu semenjak pertemuan kemarin lusa, aku belum bisa menerima apa yang telah terjadi. Cinta yang sangat kuyakini dan percayai , entah kenapa berubah menjadi makhluk yang begitu lihai menorehkan luka padaku.
Malam-malam berkabut harus kulewati tiap kali sang surya telah masuk ke ufuk barat. Aku yang enggan manampakkan wajah sedih di depan teman-temanku, harus menunggu malam untuk kembali berkeluh kesah, kembali menyelam dalam duka, atau kadang menghujat tuhan sebagai tanda terimakasih atas takdir pahit yang kualami.
Kondisiku benar-benar parah. Untuk makan yang merupakan kebutuhan dasar manusiapun aku malas melakukanya. Sedih kurasa jika teringat tentang cinta, hmm, mungkin ku ganti menyebutnya dengan teman. Bukankah itu hal yang diinginkanya? . Spekulasi tentang apa kesalahanku padanya muncul setiap hari dan semuanya sia-sia. Pesan-pesan yang kukirim hanya jadi komunikasi satu arah tanpa balasan. Ingin mati saja kataku waktu itu…
Satu bulan berlalu dalam perasaan yang tak menentu. Rasa bersalah, sesal, sedih semua jadi satu membuatku bingung mana yang harus kurasakan dahulu. Pandanganku sudah kosong, tak sedikitpun kupikirkan apa yang akan terjadi di hari depan. Saat itulah sepertinya tuhan sudah mulai iba padaku. Malam itu ditunjukanya padaku bintang-bintang cerah dilangit yang dapat kulihat jelas dari atap gedung bertingkat lima tempat ku berada sekarang. Perlahan ketenangan merasuki hatiku. Pikiranku menjadi lebih jernih. Ide-ide dan janji kehidupan yang baru mulai mengalir di otakku. ‘sial, sepertinya aku telah salah’ umpatku dalam hati sambil mengulas senyum sinis. Setelah kumulai bisa berfikir lagi barulah kesadaran datang, mungkin dia bukan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang kutahu adalah suatu ikatan antara dua orang, yang berakibat kebahagiaan bagi mereka. ketika yang satu bahagia, lainya akan merasakanya juga. Begitupun ketika bersedih, kalut, atau bimbang, dua orang itu akan merasakanya bersama lalu mencari solusi akan masalah-masalah itu. Kebenaran yang datang bagai badai itu menerpa diriku, dia bukanlah cinta. Aku tak sudi lagi menyebutnya cinta. Hal remeh seperti ujian takkan mampu memalingkan cinta. Ckck, aku merasa sudah jadi terlalu naïf. Mencoba menafsirkan cinta dengan mengandalkan otakku yang masih kekanak-kanakan. ‘sial’ umpatku lagi. Begitu bodoh diriku hanya karena cinta yang salah ini senyumku telah hilang. Tak ada lagi canda tawa dari diriku yang dikenal teman-temanku juga diriku. Aku bangkit dari dudu lalu menatap kedepan sambil berikrar, ‘aku harus bangkit dari jurang keterpurukan ini’.
Esok hari kurasa lebih berwarna. Hangat mentari pagi kembali bisa kulit kusamku rasakan. Berhari-hari mengurug diri cukup untuk merubah mukaku sperti mayat hidup. Tubuhku pun terlihat lebih kurus dari biasanya. ‘Tak apalah’ aku bergumam. Ini adalah awal hidup baruku. Jikalu orang lain tak bisa menjadi cinta, biar aku yang melakukanya. Akulah cinta!
Kampus menyambutku dengan janji-janji masa depanya. Senyuman dari teman-temanku belum berubah, masih tulus seperti dahulu. Aku berharap hari itu menjadi hari yang baik sampai kulihat temanku dan ujian sedang duduk sambil tersenyum bersama diujung mataku menatap. Awalnya perih, lalu kuyakinkan diriku. ‘kamulah cinta, dan kamu akan tersenyum ketika yang kau cintai tersenyum’. Akhirnya kucoba untuk tersenyum, walau dalam kepura-puraan.
**********
Waktu bagai angin yang bertiup kencang, tak ada yang mampu menghentikan atau membalikanya. Dua bulan sudah aku bangkit dari keterpurukan ini. Hatiku telah terkendali sepenuhnya. Tentang cinta, aku bukan orang yang sepeduli dulu lagi. Sikap skeptis muncul ketika berurusan dengan hal itu. Tersenyum sinis ketika ingat kebodohanku berpura-pura menjadi cinta. Tatapanku merendahkan ketika cinta disebutkan. Haha, manusia memang cepat berubah.
**********
EPILOG
Sekarang Aku tidak kenal cinta dan yakin bahwa hal itu tidak ada dalam benak manusia. kau mau bicara tentang cinta ibu pada anaknya? Ku jelaskan dengan singkat. Ibu hanya sayang padamu karena kau suatu yang dikandungnya selama 9 bulan dan susah payah dilahirkanya, dia mendidikmu agar usahanya tidak sia-sia. Dan mungkin sedikit maksud untuk melanjutkan keturunanya. Sebuah bukti kecil, tak pernah kulihat seorang ibu mau berkorban apapun untuk anak orang lain. Ayah? Lihatlah siapa yang lebih sering marah dari ibumu.
Janganlah kau bicarakan tentang cinta monyet. Hal itu terlalu hina untuk kau sebut sebagai cinta. Aku selalu berpesan pada temanku yang telah salah menemukan cinta dan merasakan perih sepertiku. “nikamtilah saat-saat kau disakiti, dihina, atau dijauhi. Kelak kau akan bisa tersenyum sinis saat mengingatnya”.
Cinta sejati hanya milik tuhan. Tak pernah lelah dia memberikan nikmat pada hambanya. Jika sesorang memaki tuhan karna nasibnya, kukatakan dia adalah orang bodoh, sama sepertiku dulu. Tuhan pasti punya maksud dalam setiap perbuatanya. Dan itu akan menjadikanmu lebih baik, seprti yang kualami. Cintailah tuhanmu, cintailah dengan tulus. Ketika kau pernah merasakan cinta yang tak berbalas, sakit kah? Untukmu mungkin sakit, dan itu salahmu sendiri berurusan dengan apa yang kau sebut cinta. Tetapi coba ingatlah tuhan. Apakah dia marah ketikau kufur akan nimatnya? Apakah dia cemburu ketika kau lebih mencintai makhluknya dari pada dia? Apakah dia hentikan nikmatnya ketikai kau tak mensyukurinya?. Tidak boi.. aku sudah paham hal itu, tuhan tak memiliki sifat-sifat buruk yang manusia punya. Malulah pada tuhan yang tetap baik setelah ribuan pembangkanganmu. Cintailah tuhanmu, kau takkan pernah menyesal.
makasih udah mau baca gan, mohon komen yg membangun
anasabila memberi reputasi
1
1.3K
Kutip
2
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan