- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bukan Hanya Jokowi Gubernur DKI yang Bernafsu Jadi RI 1


TS
ndJoe
Bukan Hanya Jokowi Gubernur DKI yang Bernafsu Jadi RI 1
Spoiler for "berita":
JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan, "batu loncatan" dari Gubernur DKI Jakarta menjadi calon presiden tidak hanya dilakukan oleh Joko Widodo. Hal itu juga pernah dilakukan oleh dua mantan Gubernur DKI Jakarta, yakni Ali Sadikin dan Sutiyoso.
"Pada tahun 1977 lalu, Ali Sadikin sudah purnabakti dan warga mendukung beliau menjadi Presiden. Hanya saja, syarat (menjadi presiden) di orde baru dulu berat, harus berpengalaman jadi Presiden sebelumnya," kata Yayat, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (1/4/2014).
Meskipun saat itu warga Jakarta dan Indonesia mendukung Ali Sadikin menjadi presiden, namun tetap saja tidak ada partai politik yang mencalonkannya. Padahal, saat itu, Ali dipandang sebagai seorang pemimpin yang mampu melakukan pembangunan di Jakarta.
Pada masanya, mantan Presiden Soeharto lah yang mendapat keuntungan. Sebab, hanya dia tokoh nasional yang berpengalaman menjadi presiden sebelumnya.
Kemudian, akademisi Universitas Trisakti itu mengatakan, Sutiyoso adalah salah satu "lulusan" Gubernur DKI yang memiliki ambisi menjadi Presiden RI.
Dengan bermodal menata kawasan Monumen Nasional (Monas) dan moda transportasi transjakarta, Sutiyoso percaya diri menjadi calon presiden melalui partai politiknya, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Bahkan, lanjut dia, Sutiyoso pernah menjanjikan membangun moda transportasi Transjawa menyusul kesuksesan Transjakarta. Hal itulah yang menjadi credit point Sutiyoso.
Selanjutnya, pada pemerintahan Jokowi-Basuki, Jokowi mencoba menawarkan kepada masyarakat, program apa saja yang telah terlaksana. Menurut Yayat, satu kekurangan Jokowi adalah sikapnya yang kerap diintervensi oleh parpol tempatnya bernaung, yakni PDI-P.
Seharusnya, kata dia, Jokowi dapat mencontoh gaya kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Menurut Yayat, Risma merupakan pribadi yang enggan diintervensi parpol saat memimpin sebuah kota. Padahal, Risma merupakan kader PDI-P. Risma telah memiliki track record yang baik saat memimpin Surabaya. Seperti bersedia turun ke lapangan membersihkan sampah, menyapu lingkungan, dan lainnya.
Yayat juga mengapresiasi langkah Risma menentang kebijakan pemerintah pusat, dengan menolak pembangunan jalan tol dalam kota. Risma justru memilih untuk membangun tol di pinggir kota dan membangun monorel serta trem di dalam kota.
"Sekarang yang bisa 'dibawa' oleh Pak Jokowi apa kalau di ranah nasional? Saya justru lebih kagum dengan segala pencapaian oleh Bu Risma," kata Yayat.
Menurutnya, posisi Gubernur DKI Jakarta berbeda dengan gubernur kota lainnya di Indonesia. Gubernur Yogyakarta misalnya, dipilih berdasarkan keturunan, dan harus berhadapan dengan Bupati dan Wali Kota yang dipilih masyarakat. Sementara Gubernur DKI Jakarta dipilih oleh masyarakat dan berhadapan dengan Bupati serta Wali Kota yang tidak dipilih oleh masyarakat.
Ia mengatakan, hak setiap warga negara Indonesia (WNI) untuk menjadi presiden. Hanya saja, dalam hal ini, etika politik yang harus diperhatikan. Meskipun hampir seluruh survei menempatkan Jokowi di posisi teratas sebagai Presiden potensial, namun tidak semua masyarakat berpikiran yang sama.
"Untuk kota seperti Jakarta ini memerlukan aktor besar, karena problemnya lain dari kota-kota lain. Terbukti, jabatan gubernur DKI bisa membawa ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu presiden," ujar Yayat.
"Pada tahun 1977 lalu, Ali Sadikin sudah purnabakti dan warga mendukung beliau menjadi Presiden. Hanya saja, syarat (menjadi presiden) di orde baru dulu berat, harus berpengalaman jadi Presiden sebelumnya," kata Yayat, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (1/4/2014).
Meskipun saat itu warga Jakarta dan Indonesia mendukung Ali Sadikin menjadi presiden, namun tetap saja tidak ada partai politik yang mencalonkannya. Padahal, saat itu, Ali dipandang sebagai seorang pemimpin yang mampu melakukan pembangunan di Jakarta.
Pada masanya, mantan Presiden Soeharto lah yang mendapat keuntungan. Sebab, hanya dia tokoh nasional yang berpengalaman menjadi presiden sebelumnya.
Kemudian, akademisi Universitas Trisakti itu mengatakan, Sutiyoso adalah salah satu "lulusan" Gubernur DKI yang memiliki ambisi menjadi Presiden RI.
Dengan bermodal menata kawasan Monumen Nasional (Monas) dan moda transportasi transjakarta, Sutiyoso percaya diri menjadi calon presiden melalui partai politiknya, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Bahkan, lanjut dia, Sutiyoso pernah menjanjikan membangun moda transportasi Transjawa menyusul kesuksesan Transjakarta. Hal itulah yang menjadi credit point Sutiyoso.
Selanjutnya, pada pemerintahan Jokowi-Basuki, Jokowi mencoba menawarkan kepada masyarakat, program apa saja yang telah terlaksana. Menurut Yayat, satu kekurangan Jokowi adalah sikapnya yang kerap diintervensi oleh parpol tempatnya bernaung, yakni PDI-P.
Seharusnya, kata dia, Jokowi dapat mencontoh gaya kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Menurut Yayat, Risma merupakan pribadi yang enggan diintervensi parpol saat memimpin sebuah kota. Padahal, Risma merupakan kader PDI-P. Risma telah memiliki track record yang baik saat memimpin Surabaya. Seperti bersedia turun ke lapangan membersihkan sampah, menyapu lingkungan, dan lainnya.
Yayat juga mengapresiasi langkah Risma menentang kebijakan pemerintah pusat, dengan menolak pembangunan jalan tol dalam kota. Risma justru memilih untuk membangun tol di pinggir kota dan membangun monorel serta trem di dalam kota.
"Sekarang yang bisa 'dibawa' oleh Pak Jokowi apa kalau di ranah nasional? Saya justru lebih kagum dengan segala pencapaian oleh Bu Risma," kata Yayat.
Menurutnya, posisi Gubernur DKI Jakarta berbeda dengan gubernur kota lainnya di Indonesia. Gubernur Yogyakarta misalnya, dipilih berdasarkan keturunan, dan harus berhadapan dengan Bupati dan Wali Kota yang dipilih masyarakat. Sementara Gubernur DKI Jakarta dipilih oleh masyarakat dan berhadapan dengan Bupati serta Wali Kota yang tidak dipilih oleh masyarakat.
Ia mengatakan, hak setiap warga negara Indonesia (WNI) untuk menjadi presiden. Hanya saja, dalam hal ini, etika politik yang harus diperhatikan. Meskipun hampir seluruh survei menempatkan Jokowi di posisi teratas sebagai Presiden potensial, namun tidak semua masyarakat berpikiran yang sama.
"Untuk kota seperti Jakarta ini memerlukan aktor besar, karena problemnya lain dari kota-kota lain. Terbukti, jabatan gubernur DKI bisa membawa ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu presiden," ujar Yayat.
sebelum komen, emang quote yg bawah ini bener ya?

Quote:
"Pada tahun 1977 lalu, Ali Sadikin sudah purnabakti dan warga mendukung beliau menjadi Presiden. Hanya saja, syarat (menjadi presiden) di orde baru dulu berat, harus berpengalaman jadi Presiden sebelumnya," kata Yayat, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (1/4/2014).
trus gimana caranya jadi presiden kalo salah satu syaratnya harus jadi presiden dulu

sumber
Spoiler for "komen":
ane sependapat sama Yayat, pakde Jo emang lebih keliatan disetir eyang Mega
0
1.7K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan