Nuwun Sewu gan, ane cuma mau bikin thread yang bisa menjadi semacam kliping yang merekam kembali denyut politik orde baru. Dalam hal ini ane tertarik dengan dinamika manuver politik para jenderal, imbas dari penerapan dwifungsi ABRI.
Ane bakal coba update thread dengan kliping-kliping sumber yang mennceritakan permasalahan ini gan...
Quote:
INTERUPSI LEGENDARIS BRIGJEN TNI IBRAHIM SALEH
Mengenai siapa calon Presiden Republik 2009-2014,
ia memuji Prabowo Subiyanto yang diamati cukup membumi dan menyentuh hati rakyat dalam menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh rakyat banyak lewat televisi. Menurutnya tingkah laku serta niat dan keinginan luhur Prabowo untuk banyak berdharma bhakti kepada rakyat Indonesia sebaiknya dikerjakan dan diamalkan dalam kehidupan nyata para pemimpin bangsa yang ada di tanah air.
ibrahim_salehSiapa tak kenal dengan Jenderal fenomenal Ibrahim Saleh? Ia pernah menggegerkan Sidang Umum MPR 1988 lalu. Saat itu, Kamis, 9 Maret 1988, rapat paripurna baru saja secara aklamasi mengangkat kembali Jenderal (Purn) Soeharto sebagai presiden RI untuk masa bakti kelima, 1988-1993.
Padahal pimpinan sidang Kharis Suhud berancang-ancang hendak menutup sidang pagi itu. Tapi sekonyong-konyong, Brigadir Jenderal Ibrahim Saleh, yang duduk di deretan kursi fraksi ABRI, berlari menuju podium sambil berteriak: “Pak Ketua….Interupsi.”
Tanpa menunggu jawaban dari pimpinan sidang, Ibrahim berdiri di atas mimbar. Ia lalu membacakan secarik kertas yang telah disiapkannya. “Assalamualaikum…Majelis telah sepakat dan secara aklamasi meminta Soeharto untuk memangku kembali jabatan presiden untuk masa jabatan 1983-1988…eh 1988-1992 eh……” ujarnya terengah-engah.
“Kami telah mendengar desas-desus yang mengatakan bahwa pencalonan wakil presiden tidak fair…” Kontan saja sebagian anggota majelis berteriak-teriak,”Turun…turuuunn..” Ibrahim memang mempertanyakan pencalonan Sudharmono sebagai wapres dengan dalih identitasnya meragukan.
Suasana pun geger.
Pangab Jenderal Try Sutrisno dan Pangkopkamtib Jenderal Benny Moerdani bergegas menuju meja pimpinan sidang. Mereka tampak berbicara dengan Kharis Suhud sambil menunjuk ke arah mimbar tempat Ibrahim melakukan interupsi. Belakangan, Ketua F-ABRI, Mayjen Harsudiyono Hartas, mengajaknya turun mimbar. Hartas kaget atas ulah Ibrahim, lalu meminta maaf pada pimpinan sidang.
Keruan saja berita media massa langsung membidik Ibrahim. Ia sampai dianggap tengah menderita stress berat, bahkan gila, karena ulahnya itu. Tuduhan itu sama sekali tidak benar. Keinginan untuk menginterupsi itu datang dari diri saya sendiri. Jenderal L.B Moerdani sama sekali tidak memberi perintah apa pun pada saya.
Bagaimana semua itu bisa terjadi?
Menurut Brigjen (Purn) Ibrahim Saleh yang tetap fit di usia hampir tujuh puluh tahun ini dalam pertemuan ketiga jalur keluarga besar Golkar tanggal 28 Februari 1988, untuk pertama kalinya nama Sudharmono disebut-sebut sebagai calon wakil presiden. Ketika itu ia bertanya pada Soegiarto, Kassospol ABRI saat itu. “Gie, kamu tahu siapa Sudharmono ini?”
Saat itu samar-samar Ibrahim ingat sebuah peristiwa yang terjadi di tahun 1964, ketika masih berdinas di Kodam Diponegoro dan berpangkat letnan dua. Sewaktu ia pulang ke Semarang dari Solo, dan melewati Boyolali, otobus yang ditumpangi terjebak kemacetan. Rupanya penyebab kemacetan itu karena PKI sedang berpawai.
Sesampainya di Semarang, Ibrahim mendapat informasi dari Kolonel Soediro, Kasdam Diponegoro saat itu, bahwa yang mengadakan arak-arakan di Boyolali itu adalah Sudharmono. Jadi, ketika 28 Februari itu Sudharmono disebut sebagai calon wapres, Ibrahim belum yakin, dan masih bertanya-tanya, apakah Sudharmono ini orang yang sama dengan yang terlibat pawai tahun 1964?
Ketika ada pertemuan keluarga besar Golkar pada 29 Februari, Ibrahim mulai mendengar pencalonan Sudharmono sebagai wapres. Pada 1 Maret 1988, malam harinya, Ibrahim rasa-rasan dengan Soegiarto tentang siapa calon wapres dari ABRI? Masa mau mendukung orang yang riwayat hidupnya kita nggak tahu. Tadinya Ibrahim dkk. berniat mendukung Try, tetapi dia merasa sungkan.
Akhirnya, pada 2 Maret, saat berlangsung rapat fraksi ABRI, kembali ia bertanya kepada Pak Try sebagai pimpinan sidang tentang riwayat hidup Sudharmono ini. Tapi jawabannya mengambang. Dan akhirnya, ABRI memutuskan mendukung Soeharto sebagai presiden dan Sudharmono sebagai wakil presiden.
Maka, Ibrahim pun lalu memberanikan diri menginterupsi sidang umum yang saat itu dipimpin Kharis Suhud pada 9 Maret.
Dalam UUD 45, presiden dan wapres dipilih dengan suara terbanyak. Artinya, sah jika pemilihan itu dilakukan dengan voting. Tetapi mengapa pemilihan presiden selama Orde Baru dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. Jadi jelas terjadi penyimpangan penafsiran. Setelah interupsi biasanya sidang diskors dulu.
Ketika jeda itu berlangsung lobi-lobi. Walaupun kecil, kemungkinan terjadinya perubahan hasil sidang ada. Saat itu, akibat interupsi yang Ibrahim lakukan, hampir terjadi voting. Tetapi anehnya setelah itu pencalonan Naro sebagai wapres, dicabut oleh PPP. Sehingga Sudharmono terpilih menjadi wapres sebagai calon tunggal.
Bagaimana sosok Ibrahim Saleh saat ini? Pria kelahiran 22 Rajab 1357 H (10/8/1939) di Dusun TanahAbang,Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Prabumulih, Sumatera Selatan ini menikah dengan Rukiawati, gadis sekampungnya. Setelah peristiwa interupsi itu, Ibrahim pensiun dari sebagai anggota Legislatif F-TNI/Polri pada 1993.
Kini, ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan sosial, seperti pengurus koperasi khusus pedagang kaki lima, panti asuhan anak yatim piatu, maupun sesekali menjadi da’i yang berkhotbah di masjid. Alasannya, menjadi apa pun kita, tidaklah terlalu penting. “Yang lebih penting bagaimana kita bisa mengabdi pada Allah,” katanya di sela acara Ulang Tahun Yayasan Lumbung Rakyat yang ke-10 pada Sabtu (18/10/2008) sore di Posko TAP, Gg.Berdikari No.27, Jl.Lawang Gintung, Kel.Batutulis, Bogor.
Mengenai siapa calon Presiden Republik 2009-2014, ia memuji Prabowo Subiyanto yang diamati cukup membumi dan menyentuh hati rakyat dalam menyampaikan pesan-pesan yang menyentuh rakyat banyak lewat televisi. Menurutnya tingkah laku serta niat dan keinginan luhur Prabowo untuk banyak berdharma bhakti kepada rakyat Indonesia sebaiknya dikerjakan dan diamalkan dalam kehidupan nyata para pemimpin bangsa yang ada di tanah air.
Label: suaratokoh.com
sumber: http://*networkedblogs.com/f1k9R
Konsep Dwifungsi ABRI yang ditanamkan Jenderal AH Nasution, dan diamalkan oleh Soeharto (menurut interpretasinya sendiri) di era Orba, ternyata tak hanya menimbulkan kesan militeristik pada pemerintahan zaman itu.
Mungkin orang asing pada hari itu memandang Indonesia seperti halnya kita pada hari ini memandang Korea Utara atau Myanmar. Itu kira-kira karakter militer yang tercitrakan pada pemerintahan Orba.
Namun selain kesan karakter kuat pemerintahan junta militer yang tertanam pada Orde Baru, konsep Dwifungsi ABRI yang diamalkan oleh Soeharto ini juga menimbulkan rekaman sejarah tentang pergulatan politik praktis para petinggi militer.
Ingin naik pangkat, ambisi politik menjadi pejabat, hingga ujung-ujungnya adalah perselisihan para Jenderal. Munculnya Hanura dan Gerindra, serta perdebatan tak kunjung henti seputar rencana kudeta Prabowo pada hari ini adalah salah satu ekses yang masih terlihat dari penerapan Dwifungsi yang dipraktekkan oleh Pak Harto.
List update kliping:
Quote:
mohon bimbingannya
