ichsanalfathAvatar border
TS
ichsanalfath
Harapan Baru kondisi listrik di medan
ane newbie....sory kalo kurang menarik....ane copy paste dari BOD note Direktur Operasi Jawa Bali Sumatera Pak Ngurah Adnyana langsung aja gan ini artikel nya:

Selasa 18 Maret 2014 sore, saya dengan Pak Nasri Sebayang (Direktur (Konstruksi dan Energi Baru Terbarukan)) sudah siap di Bandara Soekarno-Hatta sejak jam 16.15 WIB untuk berangkat ke Medan dengan pesawat jam 17.05. Ternyata sampai jam 17.00 belum juga boarding. Baru jam 17.30 diminta naik ke pesawat. Ada info, pesawat yang mau mengangkut kami ke Medan belum datang. Karena tidak datang-datang atau mungkin terjadi kerusakan mesin, pesawat ke Medan diganti dengan pesawat lainnya.

Sambil berjalan ke pesawat, saya nyeletuk ke Pak Nasri :
“Untung Garuda punya pesawat pengganti yang siap diberangkatkan. Kalau tidak penumpangnya tidak jadi berangkat. Penumpang bisa marah-marah”
“Benar tuh. Untung Garuda punya cadangan pesawat…..!” Pak Nasri menimpali.

Kejadian ini identik dengan pelayanan kelistrikan di satu daerah atau satu negara. Kalau terjadi kerusakan atau gangguan di salah satu pembangkit dan perusahaan listriknya tidak punya pembangkit cadangan sebagai pengganti, listriknya pasti padam. Dan pelanggannya pasti marah-marah. Makanya perusahaan listrik perlu memiliki pembangkit cadangan yang dalam bahasa kelistrikan disebut reserve margin, sehingga pelayanan tetap berjalan walaupun ada pembangkit yang stop beroperasi.

Sesampainya di bandara Kualanamu jam 20.30, saya berpisah dengan Pak Nasri. Saya langsung ke Belawan dan Pak Nasri bergabung dengan teman-teman konstruksi ke kantor Unit Induk Pembangunan (UIP) untuk memantau persiapan pertemuan besok harinya dengan Wakil Menteri ESDM. Pak Nasri juga mau makan nasi goreng istimewa di depan Komdak yang sudah dipesan sejak berangkat dari Jakarta. Kata Pak Nasri, nasi gorengnya enak sekali……! Saya tidak tahu enaknya bagaimana karena tidak diajak ikut….eh tidak bisa ikut karena saya sendiri langsung ke Belawan bersama Pak Antono – Manajer Operasi Pembangkitan Sumatera Bagian Utara.
Sesampai di Belawan sejam kemudian, saya lihat telah berkumpul banyak orang di lokasi Gas Turbin blok 2, unit 2 yang lebih dikenal dengan GT 22 Belawan. Ada Pak Bernadus – GM Pembangkitan Sumatera bagian Utara, ada Pak Leo Sitinjak – Manajer Sektor Belawan bersama beberapa stafnya, ada teman-teman dari PJB Services dan beberapa engineer dari Mapna (perusahaan Iran yang melaksanakan LTE – Life Time Extension GT 22) beserta mitranya dari Nusantara Turbin & Propulsi (NTP) anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia. Setelah bersalaman, Pak Krisno – Asman Enjinering Sektor Belawan lapor :
“Pak, dalam 5 -10 menit kedepan kita akan start-up GT 22 ini.”
Wah, rupanya saya tiba tepat waktu.

GT 22 yang berkapasitas 132 MW ini memang sangat ditunggu-tunggu bisa segera beroperasi untuk menambah pasokan listrik di Sumut yang selama ini mengalami pemadaman karena defisit daya. Sejak minggu kedua Februari. Sumut sudah mengalami defisit daya sehingga teman-teman PLN di Wilayah Sumut, Medan dan Wilayah Aceh menjadi sibuk menghadapi protes, demo, keluhan dari pelanggan umum maupun pengusaha. Masyarakat tidak bisa menjalankan berbagai kegiatan karena tidak tersedianya listrik. Listrik memang sudah menjadi kebutuhan primer, terlebih di era pesatnya pertumbuhan teknologi yang tidak lepas dari dukungan listrik sebagai penggeraknya.

Setelah persiapan selesai, GT 22 mulai distart. Semua merasa tegang karena teman-teman ini sudah berhari-hari bekerja dan begadang sampai jam 3 – 4 subuh agar GT 22 ini siap beroperasi. Begitu distart, mesin berputar dengan mulus, wajah-wajah terlihat sumringah. Tapi suasana senang ini hanya berlangsung beberapa saat. GT 22 harus distop lagi. Lho ada apa ? Semua kembali tegang, suasana kembali hening. Ternyata ada masalah kecil, bahan bakarnya belum bisa masuk ke ruang bakar secara penuh.

Setelah bahan bakarnya disetel ulang, jam 22.12 GT 22 mulai distart lagi. Wajah-wajah kembali tegang. Ternyata mesin berputar lagi dengan mulus. Bahan bakar mengalir lancar. Wajah-wajah mulai sumringah lagi. Tahap berikutnya GT 22 kemudian sinkron dengan sistem jaringan 150 kV dan mulai dibebani dengan 5 MW. Beberapa saat kemudian bebannya dinaikkan lagi menjadi 10 MW, 15 MW. Yes……semua berjalan mulus. Ini pertanda bagus, berhasil.

Ketegangan teman-teman mulai sirna, muncul inisiatif baru……berfoto. Beberapa teman mengeluarkan telepon genggamnya untuk berfoto, mengabadikan keberhasilan ini. Tak ketinggalan Tuan Jafar – komandan enjiner Mapna, foto sana, foto sini. Sayapun ikut berfoto-foto di tengah malam itu.
GT 22 kemudian dinaikkan bebannya, 20 MW, 25 MW sampai 50 MW. Semua berjalan mulus. Getaran gas turbin yang sedang berputar ini tidak terasa. Vibrasi ternyata hanya 1,6 dari target 4,5 mm/s sesuai kontrak. Sebetulnya beberapa hari sebelumnya GT 22 ini sudah siap beroperasi, tapi distop lagi karena vibrasinya pas-pasan 4,5 mm/s. Kontraktor Mapna dan teman-teman tidak puas. Harus diupayakan vibrasinya jauh lebih rendah. Sialnya, saat itu di Iran ada perayaan Tahun Baru Persia, sehingga ahli vibrasi dari Mapna tidak bisa segera ke Belawan. Dari pada menunggu selesainya perayaan tahun baru di Iran vibrasinya baru diperbaiki oleh Mapna, disepakati meminta bantuan ahli vibrasi PJBS yang saat itu ada di Labuan Angin untuk membantu memulihkan PLTU Labuan Angin yang sedang gangguan. Dengan bantuan enjiner PJBS inilah kemudian vibrasi GT 22 berhasil diturunkan menjadi 1,6 mm/s.
Malam itu pula GT 22 dites dengan dibebani lebih tinggi lagi apakah bisa mencapai 132 MW sesuai kontraknya. Ternyata dibebani sampai 143 MW GT 22 masih mulus beroperasi. Ini membuktikan bahwa memakai spare part Mapna, GT 22 -yang aslinya produksi Siemens- bisa beroperasi dengan mulus, bisa melebihi kapasitas aslinya. Ini karena Mapna pun sudah memproduksi atau menjadi engine maker gas turbine tipe V94-2 seperti GT 22 setelah sebelumnya mendapat lisensi dari Siemens.

Apakah kelistrikan Medan aman ?

Setelah GT 22 menambah pasokan kelistrikan Sumut dengan 132 MW, PLTU Labuan Angin, PLTU Nagan Raya masing-masing sudah beroperasi satu unit, apakah Sumut dan Aceh aman dari sisi kelistrikan ? Beberapa orang menyatakan, Medan aman karena sudah tidak ada pemadaman. Tapi menurut saya, kelistrikan Sumut belum aman.

Suatu sistem kelistrikan dikatakan aman kalau mempunyai cadangan daya minimal 30% dari beban puncak atau beban tertingginya. Tidak bisa dikatakan listrik sudah aman ketika pasokan cukup untuk melayani beban sesaat. Ya memang betul aman, tapi aman sementara. Aman sesaat. Tetapi ketika ada satu pembangkit stop beroperasi entah karena rusak/mengalami gangguan atau harus dipelihara, maka akan ada pemadaman lagi. Maka masyarakat pun akan mengomel lagi : “Bagaimana PLN ini, katanya aman. Begitu ada gangguan di satu mesin, langsung diadakan pemadaman” Akhirnya muncul persepsi negatif di masyarakat. PLN tidak bisa bekerja baik. Terjadi salah pengelolaan atau mis-manajemen di PLN dan seterusnya. Persepsi inilah yang harus dirubah.

Perusahaan-perusahaan listrik di negara lain semua memakai prinsip reserve margin 30% atau lebih. Seperti di ASEAN, TNB di Malaysia, EGAT di Thailand semua punya cadangan diatas 30%. Apalagi Singapore Power, cadangannya bisa diatas 50%. Malah beberapa sumber menyebut cadangannya sampai 100%. Tanpa cadangan daya listrik yang sangat cukup, bagaimana Singapore berani menyelenggarakan lomba balap mobil Formula-1 atau F-1 dimalam hari yang sangat banyak membutuhkan listrik dan harus sangat andal.
Seperti juga kondisi Garuda di awal tulisan ini, perusahaan layanan publik harus punya cadangan kalau ingin memberikan layanan yang baik bagi pelanggannya. Ketika ada pesawat yang dipelihara atau gangguan, maka harus ada penggantinya. Begitu juga di PLN.
Reserve margin atau cadangan diperlukan untuk mengantisipasi :
1) Ada pembangkit listrik yang dipelihara. Pembangkit listrik dipelihara adalah keharusan agar kapasitasnya tetap terjaga sesuai desain awal. Alat produksi apapun perlu dipelihara, dijaga kesehatannya.
2) Ada pembangkit listrik yang mengalami gangguan atau rusak sehingga kapasitasnya hilang 100% atau turun sebagian (derating). Pembangkit listrik rusak bisa saja terjadi tiba-tiba diluar kendali pengelolanya. Pembangkit listrik mengalami derating atau berkurang kapasitasnya, juga bisa terjadi jika batu bara pada PLTU menurun kualitasnya, atau ada proses produksinya terganggu seperti suhu udara luar (ambient temperature) sedang panas.
3) Terjadinya pertumbuhan atau lonjakan beban. Lonjakan beban tidak bisa diatur. Kalau pasokan listrik pas-pasan, dan terjadi lonjakan beban, maka bisa terjadi pemadaman.

Lalu kapan kelistrikan Sumatera bagian Utara aman ?

Sistem kelistrikan Sumut dan Aceh akan aman dengan cadangan diatas 30% bila PLTU Nagan Raya 2×112 MW dan PLTU Pangkalan Susu 2×200 MW sudah beroperasi penuh. Kapan akan beroperasi penuh ? Ketika jaringan transmisi 275 kV dari Pangkalan Susu ke Binjai sudah beroperasi dan PLTU nya siap beroperasi. Kapan itu terjadi ? Ketika sudah tidak ada masalah pembebasan lahan dari masyarakat untuk tapak tower dan jalur transmisinya serta kedua PLTU itu sudah bisa diselesaikan oleh kontraktornya. Pada tahap berikutnya bila PLTA Asahan 3 (2×90 MW) sudah beroperasi, yang saat ini PLN sudah siap melaksanakannya tetapi masih menunggu ijin dari Kementerian PU dan Kementerian Kehutanan.

Jadi kondisi kelistrikan di Sumut dan Aceh tidak bisa dipisahkan dari dukungan masyarakat, dukungan pemerintah daerah, kementerian terkait dan tentu profesionalitas para kontraktor. PLN tidak bisa jalan sendiri, perlu dukungan dari pihak-pihak diluar PLN.
0
1.4K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan