Lalu apa itu gigi sensitif?
drg. Ahmad Syaifiyang akrab disapa dengan drg. Asep menerangkan gigi sensitif atau hipersensitivitas dentin merupakan sensasi nyeri yang pendek dan tajam yang terasa di gigi. Apalagi di Indonesia, yang notabene suka makanan yang dingin, panas, manis, atau asam, risiko masyarakatnya terkena gigi sensitif bisa jadi lebih tinggi.

Sebab makanan manis yang tekanan osmosisnya lebih tinggi daripada jenis makanan lainnya diduga memberikan tekanan yang lebih besar pada gigi sehingga dapat menimbulkan abrasi leher gigi. Abrasi atau pengikisan pada leher gigi inilah cikal bakal dari gigi sensitif.
“Tapi kebanyakan kasus gigi sensitif sebenarnya terjadi karena sikat gigi yang salah. 91 Persen masyarakat Indonesia sudah menyikat gigi, namun hanya 7,3 persen saja yang sudah melakukannya dengan benar,” ujar Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof Soedomo Universitas Gadjah Mada tersebut.
“Dan perlu diingat, menggosok gigi itu bukan untuk memutihkan gigi tapi hanya membuang plak. Makanya kalau setelah digosok tapi tetep nggak putih-putih, orang akan terus mencari pasta gigi yang bisa memutihkan, padahal itu tidak benar. Karena terus digosok, dentinnya terbuka, sehingga terjadi abrasi email leher gigi dan gusi melorot. Pada akhirnya inilah yang menyebabkan gigi sensitif,” tegasnya.
Sensasi nyeri yang tajam dan pendek yang dialami penderita gigi sensitif biasanya dipicu oleh udara dingin, tekanan udara yang tinggi, gigi mengering, paparan gula maupun asam, atau adanya tekanan tertentu pada gigi.
drg. Asep mengingatkan bahwa permasalahan gigi sensitif ini tak dapat diabaikan. Dengan mengacu pada konsep ‘oral health related to quality of life’, gigi sensitif tergolong ke dalam faktor psikososial yang menyebabkan kualitas hidup seseorang bisa menurun karena menimbulkan ketidaknyamanan. Jika tidak ditangani dengan benar, gigi sensitif akan berdampak buruk terhadap kesehatan gigi dan mulut secara menyeluruh.
Namun karena masalah utama pada kasus gigi sensitif dewasa ini adalah kurangnya kepedulian masyarakat terhadap hal itu, maka solusinya diperlukan tenaga kesehatan yang getol dan ajeg mempromosikan kesehatan gigi dan mulut, berikut prosedur perawatannya. Tak lain demi mencegah terjadinya gigi sensitif yang dapat menurunkan kualitas hidup si pasien.