- Beranda
- Komunitas
- Food & Travel
- Catatan Perjalanan OANC
SELAMAT MENDAKI GUNUNG SELAMET


TS
Justape
SELAMAT MENDAKI GUNUNG SELAMET


Spoiler for Gunung Selamet:
#PART 1
Tanggal 6-9 Oktober 2011 merupakan waktu yang telah dilalui penulis dan 1 orang sahabat penulis yang akrab di panggil "bapak" dalam melaksanakan misi pendakian gunung yang awalnya berkeinginan untuk mendaki sekaligus tiga Gunung dengan awalan huruf S di Jawa Tengah yang dikalangan pendaki dikenal dengan triple S ( Sindoro, Sumbing, Slamet), hanya saja karena pada waktu itu kami mendapatkan info bahwa dua gunung diantaranya yaitu Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing sedang dalam kondisi yang tidak kondusif untuk para pendaki melakukan aktifitas pendakian di kedua Gunung tersebut, alasan penyebabnya adalah banyak kebakaran yang melanda lahan di kedua gunung tersebut sehingga jalur pendakian di tutup. memang pada waktu itu kondisi cuaca sedang dalam musim kemarau sehingga lahan-lahan disana rentan dilanda kebakaran baik yang di picu oleh alam itu sendiri maupun ulah tangan manusia yang ingin instant dalam membersihkan lahan untuk kepentingannya. Dari kenyataan itu lalu secara otomatis hanya Gunung Slamet yang menjadi target tunggal kami untuk melaksanakan misi "mensucikan diri" (lebay ihh) dengan membasuh dahaga hasrat kami yang mungkin telah kering dihinggapi kegalauan dan kejengahan akut oleh panasnya situasi alam dan interaksi manusia yang ada dikehidupan kota maupun berita-berita dimedia yang kami temui dalam kehidupan nyata kami sehari-hari. yhapp, ketika semua orang terbius dan terpasung dalam "goa kenyamanan" yang direfleksikan oleh rutinitas dimensi aktifitas kehidupan dikota dan dengan pemberitaan dimedia yang menjadikan skandal politik menjadi hot topic yang mencengangkan masyarakat, kami dua manusia muda Indonesia memilih untuk sejenak keluar dari dalam goa tersebut, bukan untuk melarikan diri karena takut dan menghindar dari semua hiruk pikuk tersebut melainkan kami ingin sejenak mencharger spirit jiwa raga yang kami rasa cukup banyak terkuras dalam menghadapi problemaika kehidupan sehari-hari kami yang kemudian ketika spirit itu kami rasa telah terpenuhi pada nantinya akan kami bawa pulang kembali semangat tersebut dalam mengarungi kerasnya kehidupan dan berkeinginan untuk membaginya ke sesama melalui beragam cara...dan saya memilih untuk bercerita...tentang kami, gunung Slamet dan Tuhan taelaaaahh..cukup puitis dan melankolis kan? #di seruduk kebo'
Spoiler for Visualisasi Penampakan syok:
Gunung Slamet ( 3428 MDPL) merupakan salah satu tipe gunung berapi yang mencuat kokoh dari permukaan bumi jawa dimana Gunung ini berada di perbatasan kabupaten Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah, dan merupakan yang tertinggi di Jawa Tengah serta kedua tertinggi di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru. Terdapat empat kawah di puncaknya yang semuanya aktif. ada beberapa jalur yang bisa dipilih oleh pendaki untuk mencapai puncaknya, diantaranya bisa lewat jalur Bambangan yang merupakan jalur standar atau populer, selain itu bisa juga di akses lewat jalur Guci yang terdapat pemandian air panasnya dan juga bisa ditempuh lewat jalur Batu Raden. dan pada akhirnya kami memutuskan untuk memilih jalur via Bambangan.
Berbagai persiapan telah kami lakukan dalam usaha memuluskan misi pendakian kami ke Gunung Slamet, diantaranya dalam hal biaya pendakian kami berdua rela (demen lebih tepat karena gonjrang gonjreng gak karuan dan suara pas-pasan bisa mendapat uang,hehehe) mengamen di beberapa titik keramaian di kota Yogya, sebut saja Alun-alun kidul dan di sepanjang jalan masuk kampus UGM yang ramai oleh masyarakat yang membuka lapak-lapak dagangan menu buka puasa dan pembelinya di dominasi oleh Mahasiswa ketika memasuki saat berbuka puasa karena pada waktu setengah bulan dalam masa persiapan pendakian merupakan bulan Ramadhan, sehingga moment dan cara seperti itu saya rasa cukup efektif untuk meringankan pembiayaan yang mesti kami siapkan untuk misi kami mendaki Gunung. Untuk Logistik milik pribadi dalam bentuk peralatan pendakian syukurnya kami cukup lengkap, peralatan yang kami pinjam dari orang lain hanya kompor gas kecil itupun karena kompor gas yang saya punya ternyata tidak bisa digunakan secara baik karena mungkin faktor umur dan cukup layak untuk dimuseumkan ( padahal sih kurang perawatan juga )
Singkat cerita (padahal intronya banyak kuahnya) setelah melewati 99 godaan dan 99 rintangan akhirnya masa persiapan telah rampung dan kamipun siap untuk melakukan misi suci dengan bercelana..eh berkelana maksudnya! kami mengawali pengembaraan kami dengan menaiki kendaraan besi berkaki empat (bus) dari padepokan pasar Gamping, Bantul Jogjakarta. sekitar jam 10-12 malam kami menunggu kendaraan tersebut menghampiri dan membawa kami ke Purwokerto, walaupun selama dua jam tersebut kami mendapati kenyataan bahwa ada kesempatan lain yang dilewatkan dari sebuah kendaraan Taxi yang menawarkan untuk kami memakai jasanya dengan kompensasi harga jasanya Rp. 30.000,- dengan dibumbui alasan dia sekalian ingin pulang ke pangkalannya di Purwokerto, namun karena kami belum tau info harga perjalanan dari Jogja-Purwokerto antar jenis kendaraan, kamipun menawar lebih murah yang ditolak oleh supir taxi tersebut dan akhirnya ada penumpang lain yang mengambil kesempatan itu. baru setelah Taxi tersebut terlebih dahulu berangkat memulai perjalanan menuju Purwokerto dan setelah kami mendapati bus yang kami tumpangi dan membayar tiket yang ditarik oleh kernet didalam bus itu baru kami menyadari bahwa kesempatan tadi merupakan kesempatan emas yang telah kami lewatkan karena tiket bus ekonomi yang kami tumpangi ternyata lebih mahal yaitu Rp. 35.000,- terbayang kalau seandainya (emang indah klo berandai-andai) kami jadi menaiki Taxi tersebut, jelas selain lebih hemat dalam pengeluaran biaya juga berpengaruh terhadap pengalaman prestise alat transportasi yang kami gunakan dalam proses perjalanan menuju sasaran gunung pendakian. saya teringat kata-kata bijak "bapak"_ rekan saya yang cukup syok (efek syoknya dia tidur dengan kedua mata tertutup, mulut menganga.hahahaha) setelah mengetahui kenyataan itu dia berujar (sambil kepalanya dirubungi laler, coz rambut gimbalnya naudzubillah deh..gembelnya! hahahaha) "memang pengalaman itu adalah sesuatu hal yang mahal harganya" lalu kemudian dia tertidur pulas dipangkuan sang dewi malam setelah sempat membantu mendorong bus ekonomi yang kami tumpangi sekali mogok ditengah perjalanan.
Setelah menempuh selama 3 jam perjalanan dan setelah melewati 9 masa purnama serta 9 bukit perjalanan berkuda, jam 3 dini hari kami sampai di terminal besar Purwokerto. kamipun langsung mencari info kendaraan selanjutnya untuk mendekati gunung Slamet melalui pedagang didalam terminal, dari mereka kami mendapatkan info bahwa kami mesti menunggu pagi menjelang yang diasumsikan jam 6 pagi oleh kami untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kendaraan angkot dari Terminal itu menuju Batu Raden. jadi selama 3 jam menuju pagi hari itu kami lalui di dalam terminal dengan berbagai aktifitas, saya lebih memilih untuk bersih-bersih jiwa raga dengan mandi dan sholat shubuh (padahal sangat jarang tuh kalau dikota untuk bangun pagi apalagi kalau untuk sholat shubuh.hihihi) di masjid yang ada di dalam terminal sedangkan rekan saya yang gimbal tapi Insha Allah nasibnya gak jadi gembel, asyik dengan seduhan susu hangat yang dipesannya dari pedagang dengan diselingi kepulan asap rokok yang keluar dari bibir hitamnya...yah mudah-mudahan nasibmu tidak sehitam bibirmu kawan..hehehehe. setelah saya selesai bersih-bersih dan bergabung menikmati seduhan susu hangat kombinasi rokok, tak terasa jam 6 pagi telah menjelang lalu kami berdua pun segera bergerak mencari angkot menuju Batu Raden.
Spoiler for Visualisasi angkot Terminal Purwokerto ke Batu Raden:
Tanpa kesulitan berarti kami berduapun berhasil mendapatkan angkot tersebut didalam terminal, walaupun mesti agak lama menunggu angkot tersebut memulai perjalanan dari terminal karena masih menunggu beberapa kemungkinan ada penumpang lain selain kami, akhirnya selang kurang lebih 1 jam perjalanan angkot tersebut sukses membawa kami mendekati gunung Slamet dengan menurunkan kami di gerbang masuk wana wisata Batu Raden yaitu sebuah lokasi hutan wisata yang didalamnya dipenuhi beragam pepohonan rindang nan hijau dengan kesejukan udara yang meliputinya sehingga sangat memanjakan mata dan jiwa bagi yang berada disana.Setelah memindahkan uang Rp 16.000,- utk kami berdua ke kantong supir angkot, sesampainya di wana wisata Batu Raden kami tak serta merta langsung melanjutkan perjalanan menuju desa Bambangan, karena kami rasa kami perlu bersosialisasi pikiran dan perut (baca: lapar) dulu dengan masyarakat sekitar. akhirnya kami memilih untuk sarapan dulu dan mencari info-info lainnya yang terkait dan berguna dalam proses pendakian kami ke warung makan yang banyak berjejer disisi jalan yang berada tak jauh dari depan gerbang wana wisata. setelah tanpa peri ketumbuh-tumbuhan dan perikehewanan kami pun menyantap dengan kalapnya sajian menu makanan berisi nasi kombinasi telur tempe dan sayur mayur. selama bersosialisasi dengan masyarakat yang kami temui diwarung ini, kami mendapatkan beberapa cerita yang menarik terkait aktifitas pendakian yang sudah-sudah di Gunung Slamet. seperti apa yang di ceritakan oleh seorang ibu-ibu setengah baya yang mempunyai anak 1 bahwa dulu beliau merupakan pendaki gunung juga yang telah memiliki pengalaman mendaki bebrapa gunung di pulau jawa, menurut beliau Gunung Slamet dibalik keindahan dan pesonanya ternyata menyimpan berbagai peristiwa kelam atas berbagai tragedi pendakian yang merenggut korban jiwa dari pendaki gunung, dia menyebut dahulu ada sekelompok pendaki dari kalangan mahasiswa yang tewas dalam aktifitasnya mendaki gunung Slamet dikarenakan faktor cuaca dan kondisi alam gunung Slamet yang dalam aktifitasnya sebagai gunung berapi mengeluarkan gas beracun berbahaya yang disinyalir menjadi salah satu faktor penyebab meninggalnya sekelompok pendaki gunung kalangan mahasiswa tersebut yang menurut beliau sebelumnya sudah diperingatkan untuk mewaspadai hal tersebut, tak hanya itu saja, menurut beliau selain itu banyak pula pendaki yang tertimpa musibah di gunung Slamet tersebut karena kurangnya persiapan dari segi peralatan maupun pengetahuan sehingga menyebabkan mereka kurang mampu untuk bisa bersahabat dalam mengakomodir suguhan tantangan dalam proses pendakian di gunung tersebut, hilang arah lalu tersesat kemudian karena mental dan fisik serta logistik yang di bawa sudah terkuras sehingga membawa mereka sendiri kedalam sebuah tragedi yang kerap merenggut nyawa mereka atau bila masih beruntung bisa diselamatkan oleh tim penyelamat atau mereka sendiri walau dengan kondisi yang jauh dari normal dan nyaman. belum lagi cerita-cerita mistiknya yang biasanya di tiap gunung mesti ada cerita mistik yang melingkupinya, seperti apa yang diceritakan oleh ibu itu, beliau punya pengalaman mistik di Gunung Slamet ketika dahulu beliau mengambil foto rekan pendakiannya waktu mereka mendaki gunung Slamet, saat dia mencuci foto tersebut dia mendapati pundak rekan pendakinya di tumpangi oleh sesosok anak kecil berperawakan wanita berpakaian ala busana tempo dulu zaman belanda dengan memakai topi caping lebar yang menutupi sebagian wajah anak kecil tersebut, padahal waktu dia mengambil foto tersebut dia yakin sekali tidak ada orang lain yang ada di pundak rekannya itu, bahkan dia sempat berulang kali mencuci foto tersebut untuk meyakinkan apabila mungkin ada kesalahan saat mencuci foto tersebut dan ternyata hasilnya tetap sama! sosok anak kecil itu tetap ada di pundak rekannya itu...hiyyyyy....seyemmmm..(bagi yang tidak kuat, lambaikan tangan ya...). Tetapi selain dari cerita-cerita yang diatas tersebut beliau juga berpesan untuk selalu waspada dan menghormati segala hal yang ada di sekitar gunung yang akan di daki, tak terkecuali gunung Slamet. hormatilah kearifan lokal masyarakat disekitarnya, baik itu yang menyangkut etika maupun mitos yang ada serta selalu menjaga niat yang baik dalam proses pendakian gunung, dengan itu mudah-mudahan akan mendatangkan spirit keselamatan dan kelancaran dalam proses pendakian itu sendiri.
Spoiler for Visualisasi Ibu muda (warga sekitar) Pendaki Gunung:
Spoiler for Visualisasi Gerbang wana wisata Batu Raden:
Spoiler for Visualisasi Warung dekat gerbang wana wisata:
Setelah bersosialisasi dengan masyarakat sekitar diwarung makan itu dan dirasa perut sudah cukup berisi akhirnya kamipun melanjutkan perjalanan menuju desa Bambangan dengan menumpangi mobil sayuran (atas rekomendasi ibu pemilik warung makan) yang biasanya tiap pagi dan sore hari kerap lalu lalang menuju dan dari desa Bambangan yang melewati daerah sekitar wana wisata Batu Raden. sungguh masyarakat yang kami temui selama perjalanan menuju Gunung Slamet sangat ramah dan baik responnya terhadap kami, hal itu terjadi lagi ketika mobil sayuran yang kami tumpangi ban nya terperosok di tepi jalan aspal yg di bagian paling tepinya merupakan tanah yang gembur, kami berdua ikut membantu mendorong mobil tersebut sehingga bannya yang amblas didalam tanah bisa keluar, lalu tak lama kemudian setelah sempat transit dan ikut membantu juga menurunkan isi muatan mobil tersebut yang semuanya merupakan sayuran milik ibu-ibu warga sekitar yang juga menumpangi mobil yang sama dengan kami, ibu-ibu tersebut dan supir angkutan kami memanggil kami untuk masuk kedalam rumah dan dipersilahkan untuk menikmati hidangan nasi goreng khas daerah situ yang disiapkan oleh ibu pemilik sayuran tersebut. wah sungguh suatu pengalaman yang indah dan menyenangkan bisa begitu dekat dan ramah berinteraksi dengan masyarakat yang baru saja dikenal. “....Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai masyarakat Indonesia (kemanusiaan) Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung” quote Soe Hok Gie yaitu aktifis Mahasiswa era Revolusi ’60-an terasa lebih bermakna dan memiliki arti yang riil pada saat itu..
Spoiler for Visualisasi Riang dan gembira di dalam angkutan mobil sayuran:
Spoiler for
Visualisasi ban mobil sayuran yang terperosok di tepi jalan:
Spoiler for Visualisasi vegetasi di dalam areal wana wisata:
Spoiler for
Visualisasi menikmati hidangan nasi goreng bersama supir mobil sayuran:
Setelah kurang lebih selama 2 jam perjalanan, akhirnya sampai juga kami di desa Bambangan, yaitu desa yang merupakan gerbang awal kami mendaki gunung Slamet dengan berjalan kaki. setelah kami berbelanja logistik makanan dan minuman di desa tersebut dan terlebih dahulu menyempatkan diri untuk mengikuti sholat Jum'at lalu istirahat tidur di desa tersebut, akhirnya langkah kaki kamipun mulai menari disepanjang jalur pendakian yang bermula di gerbang pendakian desa Bambangan, jam menunjukkan sekitar pukul 3 sore dan cuaca cukup bersahabat ketika kami memulai aktifitas pendakian.
Spoiler for Visualisasi Gerbang masuk jalur pendakian di desa Bambangan:
Spoiler for Visualisasi Penulis (kiri) dan "bapak" rekan pendaki penulis berpose sebelum start melakukan pendakian via Bambangan:
Spoiler for
Visualisasi Base Camp pendakian desa Bambangan:
Spoiler for Video Youtube TS:
Diubah oleh Justape 25-03-2014 11:07
0
9.3K
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan