Mayor Alfredo, Perjuangan dan kematiannya yang kontroversial
TS
Ijo.royoroyo
Mayor Alfredo, Perjuangan dan kematiannya yang kontroversial
Welcome to my thread
Melalui thread ini ane ingin mengangkat kembali kisah dari salahsatu tokoh dalam sejarah pergolakan di timor timur yang tidak kenal lelah berjuang untuk membela kebenaran, melindungi rakyat, dan menghentikan kekacauan yang terjadi di tanah timor timur. Mayor Alfredo merupakan seorang yang memiliki integritas tinggi, berpegang teguh pada prinsip dan tidak kenal lelah memperjuangkan apa yang menurut dia benar. Perjalanan hidup Mayor Alfredo sangat menarik untuk diikuti,jadi silahkan cermati thread ini dan semoga semoga kita semua bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah hidup beliau
Spoiler for Mayor Alfredo menurut wikipedia:
Alfredo Alves Reinado (lahir 11 November 1968 – meninggal di Dili, 11 Februari 2008 pada umur 39 tahun) adalah mantan mayor pada angkatan bersenjata Timor Leste, FDTL. Ia adalah pemimpin pemberontak pada krisis Timor Leste yang terjadi pada tahun 2006 dan juga pada aksi penembakan terhadap Presiden Timor Leste José Ramos Horta dan Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao pada 11 Februari 2008. Reinado tewas pada peristiwa penembakan tersebut.
Pada 4 Mei 2006, ia bersama lebih kurang 600 anggota FDTL – yang berkekuatan total 1.400 prajurit – melakukan desersi sebagai protes atas perlakuan diskriminatif terhadap prajurit dari Timor Leste bagian timur. Karena desersi ini, pada April 2006, Panglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak melakukan pemecatan massal terhadap para desertir atas restu atau titah Perdana Menteri Mari Alkatiri.
Para korban pemecatan marah besar. Reinado yang merupakan tentara didikan Australia dan rekannya, Mayor Augusto Araujo (Tara), memimpin pemberontakan bersenjata. Aksi Gastao Salsinha (pimpinan para serdadu yang dipecat) itu memicu gelombang kerusuhan di Dili, yang kemudian menyebar di kalangan geng-geng sipil bersenjata.
Kerusuhan di Timor Leste yang meluas menjadi pertikaian antar etnis (timur dan barat) ini menewaskan sedikitnya 20 orang dan puluhan orang dilaporkan hilang. Ratusan bagunan dibakar dan dijarah. Sekitar 100.000 warga mengungsi sampai ke perbatasan dengan Indonesia di NTT.
Dalam menjalankan aksinya, Reinado menggunakan taktik mirip Fretilin, kelompok pimpinan Xanana Gusmao yang memberontak terhadap integrasi Timtim ke Indonesia, yaitu taktik hit and run (pukul dan lari).
Reinado melakukan hal serupa. Ia membangun basis di perbukitan Maubisse, 70 km di selatan Dili, dengan senjata M-16 di tangan. Selain menuntut Alkatiri mundur ia juga menuntut penempatan kembali rekan-rekannya yang sama-sama dipecat oleh Alkatiri.
Para mantan tentara yang marah karena dipecat itu melakukan berbagai aksi yang membuat kota Dili porak poranda dan berdarah.
Nama Mayor Alfredo naik kepermukaan setelah kerusuhan di dili yang menyebabkan tewasnya beberapa orang. Dia dituduh sebagai otak pemberontakan yang sebenarnya merupakan fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka dengan sepak terjangnya
Spoiler for Pengakuan Mayor Alfredo:
Namanya mencuat ketika terjadi kerusuhan di kota Dili, Timor Leste. Kerusuhan yang mengakibatkan 21 orang tewas dan 130 ribu penduduk mengungsi itu merupakan buntut dari bentrokan antara tentara yang marah dengan polisi yang mencoba mencegah mereka masuk kota.
Sekitar 600 tentara Timor Leste itu mengamuk sebab merasa selama ini mereka diperlakukan diskrimininatif karena berasal dari suku-suku di Barat negara itu. Sementara rekan-rekan mereka dari Timur diperlakukan lebih baik.
Mayor Alfredo Reinado, Komandan Polisi Militer yang mencoba menengahi pertikaian itu justru dituduh sebagai otak di belakang “pemberontakan” itu. “Padahal saya lahir justru karena peristiwa itu. Saya berusaha agar pertikaian internal tentara itu tidak meluas menjadi perang antar-etnis,” ujar Alfredo kepada Andy F. Noya yang mewawancarainya di suatu tempat yang dirahasiakan.
Alfredo saat ini menjadi buronan paling dicari di Timor Leste. Pemimpin negara yang baru merdeka itu, Xanana Gusmao dan Ramos Horta, secara terbuka meminta pasukan keamanan Australia untuk menangkap Mayor Alfredo hidup atau mati.
Alfredo mengaku Xanana mengkhianatinya. Pada saat dia dan pasukannya bertahan di markas polisi militer di atas gunung, Xanana mengimbau agar Alfredo menyerahkan senjata. Alfredo memenuhi imbauan itu dan turun ke Dili menyerahkan sejumlah senjata kepada pasukan Australia. “Karena saya mematuhi perintah presiden sebagai komandan tertinggi,” ujar pria berayah Portugis dan beribu asli Timor Leste ini.
Tapi pada saat itu dengan alasan masih menyembunyikan senjata, dia ditangkap dan dimasukan ke penjara. Belum dua bulan, Alfredo dan sejumlah anak buahnya berhasil melarikan diri. “Sebab upaya hukum saya selalu kandas dan saya dengar saya dan anak buah saya akan dihabisi. Kami menjadi mimpi buruk bagi Xanana dan Ramos Horta serta para politisi pecundang,” ujar Alfredo dengan suar bergetar.
Mengapa pria ganteng berusia 41 tahun ini menjadi “mimpi buruk”? “Karena Xanana dan Ramos Horta hendak menghidupkan faham komunis.”
Hampir setahun sudah Alfredo bersembunyi dari kejaran pasukan Australia. Beberapa bulan lalu perwira marinir ini nyaris tertangkap dalam sebuah serangan mendadak di daerah Same, 50 km dari Dili. Dalam serbuan yang dilakukan pasukan Australia menggunakan empat helikopter dan sejumlah mobil lapis baja itu, empat anak buah Alfredo tewas. Marinir yang pernah dilatih di Australia itu menghilang di hutan-hutan Timor Leste.
“Saya hanya akan turun gunung jika kasus saya diproses secara hukum. Saya belum pernah diputus bersalah oleh pengadilan. Jadi kalau saya dituduh buron, atas kesalahan apa?”
Soal tuduhan desersi juga dibantahnya. “Sampai detik ini belum ada surat pemecatan terhadap saya. Saya masih tentara dan masih komandan polisi militer. Anak buah saya tetap setia.”
Sebaliknya, Alfredo menuduh Xanana dan Ramos Horta sudah melenceng dari tujuan dan cita-cita kemerdekaan Timor Leste. “Xanana yang sekarang bukan Xanana yang dulu lagi,” ujar laki-laki yang menguasai enam bahasa dan pernah dipelihara oleh keluarga Bugis sejak usia sembilan tahun ini dengan suara masgul.
Karena itu, Alfredo menganggap suaranya akan lebih didengar jika dia bisa tampil di Kick Andy. Hanya di Kick Andy mantan tenaga bantuan operasional (TBO) tentara Indonesia ini bicara blak-blakan.
Disaat dirinya menjadi buronan nomor satu pemerintah Timor timur, secara mengejutkan mayor Alfredo muncul diacara Kick Andy untuk menyuarakan apa yang sebenarnya dia perjuangkan. hal itu tentu saja menimbulkan kehebohan, segera saja muncul berbagai opini di masyarakat. ada yang setuju terhadap dirinya dan ada yang menentang apa yang dilakukannya. Namun yang pasti wawancara tersebut membuat pihak pemerintah timor timur kebakaran jenggot.
Spoiler for Mayor Alfredo di Kick Andy:
Empat hari setelah Mayor Alfredo tampil di Kick Andy, saya menerima telepon dari pimpinan tertinggi sebuah lembaga pemerintah. Dia bertanya di mana lokasi wawancara dengan tokoh pemberontak Timor Leste itu.
Informasi itu dia butuhkan untuk menjawab pertanyaan pemerintah Timor Leste yang merasa terganggu oleh wawancara tersebut. Jawaban itu menjadi penting karena berkaitan dengan rencana kunjungan Presiden Ramos Horta ke Jakarta.
Saya minta maaf tidak bisa mengungkapkan karena sebelum wawancara sudah ada perjanjian dengan Mayor Alfredo untuk tidak mengungkapkan lokasi wawancara kepada siapa pun. Ini prasyarat dari Alfredo. Maklum, nyawanya memang terancam. Pada saat itu -- dan sampai tulisan ini saya buat -- Alfredo sedang diburu. Presiden (waktu itu) Xanana Gusmao secara resmi memerintahkan penangkapan Alfredo, hidup atau mati. Pasukan milter Timor Leste dan pasukan Australia yang ada di sana lalu memburu mantan komandan polisi militer Timor Leste ini sampa ke hutan-hutan. Dalam beberapa kali penggerebekan, Alfredo berhasil lolos walau beberapa anak buahnya tewas.
Pemberontakan Mayor Alfredo menimbukan pro dan kontra di kalangan masyarakat Timor Leste. Bagi pendukungnya, Alfredo dianggap pahlawan yang memperjuangkan keadilan berkaitan dengan kemelut di tubuh militer. Sementara yang kontra -- kebanyakan para politisi -- menuding Alfredo hanyalah seorang petualang.
Dalam posisi sedang menjadi buronon itulah, pria yang mengingatkan kita pada tokoh pemberontak militer Filipina Gringo Honasan ini tiba-tiba muncul di Kick Andy. Maka tidak heran jika para petinggi di Timor Leste kebakaran jenggot. Apalagi dalam wawancara itu Alfredo menuding para pemimpin Timor Leste hendak membawa negeri itu menjadi komunis.
Sehari setelah penayangan wawancara itu, saya dan tim Kick Andy mendapat telepon dari berbagai pihak. Dari kedutaan Timor Leste di Jakarta, dari Deplu kita, dari mereka yang mengaku orangnya Xanana dan orangnya Ramos Horta, dari beberapa petinggi militer di Indonesia, termasuk dari Badan Intelijen Nasional. Pertanyaannya sama: di mana wawancara dilakukan, bagaimana prosesnya, dan apa tujuan wawancara itu?
Pimpinan dari lembaga pemerintah yang saya sebut di atas tadi bahkan memaksa saya untuk mengungkapkan di mana wawancara tersebut berlangsung. "Kalau itu di Timor Leste, berarti Anda sudah melawan hukum karena masuk negara orang tanpa dokumen resmi. Nama Anda tidak pernah tercantum sebagai pemohon visa," ujar sang pemimpin. "Kalau wawancara itu di Indonesia, berarti Anda menyelundupkan orang asing ke Indonesia secara ilegal," dia menegaskan. "Apa tujuan wawancara itu?"
Singkatnya, terjadi dialog (atau tepatnya adu argumentasi) antara saya dan dia. Saya tetap bersikukuh tidak akan memberi tahu lokasi wawancara. Untuk itu saya katakan sebaiknya kepada orang-orang di Timor Leste dijelaskan kondisi di Indonesia sudah berubah. Pemerintah tidak lagi bisa menekan pers dengan kekuasaan. Apalagi jika tidak menyangkut kegiatan subversi.
Di ujung pembicaraan, sang pemimpin meminta saya untuk menyetop tayangan ulang Alfredo pada hari Minggu. Permintaan yang saya katakan sulit dipenuhi. Pasalnya, promo wawancara itu sudah bergulir. Masyarakat sudah tahu. Jika dihentkan tiba-tiba, maka saya harus mampu menjelaskan mengapa tayangan itu dihentikan. 'Saya akan jujur mengatakan karena lembaga Anda yang meminta,' ujar saya. Namun saya ingatkan tindakan itu akan merusak citra kedua belah pihak. Masyarakat akan marah jika mengetahui di era reformasi sekarang ini masih ada lembaga yang menekan pers. Sementara kredibiltas Metro TV sendiri akan rusak karena dinilai tidak lagi independen. Karena itu saya memilih tetap menayangkan ulangan wawancara dengan Alfredo tersebut.
Dari Timor Leste, muncul dua reaksi. Mendukung dan mencela. Mereka yang mencela bahkan menuduh Kick Andy dibayar mahal oleh Alfredo. Bahkan reporter Metro TV yang biasa meliput ke Timor Leste diancam tidak dijamin keselamatannya. Bagi yang mendukung, memuji keberanian Kick Andy menayangkan suara hati sang pahlawan.
Semua reaksi itu harus dihargai. Masing-masing pihak memiliki perspektif, memiliki sudut pandang, dalam melihat persoalan ini. Pendukung Xanana sangat menyesalkan tampilnya Mayor Alfredo di Kick Andy. Selama ini mereka mengaku menyukai Kick Andy dan merasa Kick Andy adalah teman karena pernah menayangkan wawancara dengan Xanana. Mereka puas atas wawancara tersebut. Jadi sungguh sulit menerima ketika Kick Andy memberi panggung bagi seorang Alfredo untuk tampil.
Apa tujuan wawancara itu? Sekali lagi memang dibutuhkan pemahaman tentang tugas jurnalistik. Semua pers saat itu dan sampai sekarang) memburu Mayor Alfredo. Semua ingin mengungkapkan alasan Alfredo, perwira militer yang memimpin kesatuan elite itu, melakukan pembelotan. Masyarakat tentu ingin mengetahui duduk persoalannya, terutama langsung dari sang pelaku sendiri.
Maka ketika Mayor Afredo menghubungi saya untuk peluang wawancara, tentu saya sambut antusias dan tanpa pretensi. Tidak ada agenda macam-macam. Apalagi sampai ada tuduhan Kick Andy dibayar. Kalaupun saya menolak mengungkapkan tempat wawancara, semata-mata karena komitmen saya kepada Mayor Alfredo. Termasuk perjanjian untuk menayangkan wawancara tersebut setelah dia dalam posisi aman di tempat persembunyian.
Saya sudah terbiasa menerima pujian dan celaan dalam memandu program Kick Andy. Pro dan kontra saya terima sebagai dinamika. Orang-orang yang dulu memuji saat saya mewawancarai Xanana, sebagian kini mencela Kick Andy setelah Alfredo tampil. Padahal dulu saya harus menelan cercaan ketika menghadirkan Xanana. Sebagian masyarakat Indonesia -- terutama keluarga prajurit TNI yang tewas di Timor Timur waktu itu -- menganggap saya tidak sensitif pada perasaan keluarga pahlawan Seroja. Mereka kecewa karena saya menampilkan tokoh pemberontak Xanana yang menyebabkan banyak prajurit Indonesia kehilangan nyawa di Timor Timur.
Sekali lagi, semua itu saya terima dengan lapang dada. Tidak ada yang salah. Semua benar karena melihat dari sudut pandang masing-masing. Kick Andy hanya ingin menyajikan suatu peristiwa, suatu keadaan, dengan cara yang tidak biasa dan tanpa pretensi. Karena itu, Kick Andy lebih tepat ditonton dengan hati. Biarkan hati yang yang mencernanya. Sebab hati biasanya lebih jujur.
Petikan wawancara Mayor Alfredo di Kick Andy
[youtube]-o2r5y9nX6I[/noparse]
[SPOILER[/youtube]
Spoiler for Alfredo:
Spoiler for Reinado:
Walaupun beliau kontroversial dan dianggap sebagai pemberontak oleh beberapa pihak namun ane tetep mengidolakan beliau. Semoga kau tenang disana mayor, perjuanganmu tidak akan pernah sia-sia
Gile aus juga ya bikin thread, kalau berkenan bagi ijo-ijonya dong