- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Muhammadiyah Tolak RUU KUHP-KUHAP


TS
arkyu
Muhammadiyah Tolak RUU KUHP-KUHAP
YOGYAKARTA - Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah menganggap pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP oleh Pemerintah dan DPR mengancam keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Untuk itu, MPM mengajak semua pihak untuk menolak upaya pelemahan KPK tersebut. “Kami akan terus mendukung upaya KPK dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi. Maka dari itu, upaya pelemahan KPK melalui pembahasan RUU KUHP dan KUHAP harus ditolak. Kehadiran KPK saat ini sangat penting. Ini sudah terbukti, dengan fasilitas dan segala kewenangan yang ada, banyak kasus besar pejabat yang terbongkar,”kata Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah Said Tahuleley.
Menurut Said, keberadaan RUU KUHP dan KUHAP merupakan bentuk kemunduran dan pengingkaran komitmen pemerintah terhadap langkah pemberantasan korupsi. “Korupsi sudah menjadi masalah besar di bangsa dan negara kita. Karenanya keberlangsungan KPK harus di-support. Kami pun ingin mengajak semua pihak untuk sadar dan mau berjuang bersama memberantas korupsi di Indonesia,” kata Said.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Muliana Girsang mengatakan, jika pemerintah masih memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa maka bentuk RUU KUHP dan KUHAP yang berupa kodifikasi dalam hukum pidana materiil dan pidana formil belum saatnya diberlakukan saat ini. “Kalau disusun 30 tahun yang lalu tidak masalah, tidak melemahkan, sebab dahulu KPK belum lahir,” kata Chatarina.
Chatarina mengatakan, keberatan KPK terhadap RUU tersebut berkaitan dengan adanya lima delik luar biasa, termasuk delik korupsi. Dengan adanya lima delik hukum tersebut hilang sudah kekhususan karena sifat delik korupsi menjadi sama dengan delik pencurian, penggelapan, dan delik lainnya yang selama ini ada di KUHP.
“Dengan menjadi delik biasa, asas lex specialis yang diatur dalam Pasal 211 dan 758 RUU KUHP tidaklah berlaku untuk delik kelima tersebut. Asas lex specialis tersebut hanya berlaku untuk delik-delik diatur dalam buku II KUHP, yaitu tindak pidana perpajakan, perbankan, penyeludupan, atau bea cukai,”kata Chatarina.
Saat ini, pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP di DPR telah masuk pada tahap panitia kerja yang membahas substansi berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
http://news.okezone.com/read/2014/03...ruu-kuhp-kuhap
setuju saja sama muhammadiyah
Untuk itu, MPM mengajak semua pihak untuk menolak upaya pelemahan KPK tersebut. “Kami akan terus mendukung upaya KPK dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi. Maka dari itu, upaya pelemahan KPK melalui pembahasan RUU KUHP dan KUHAP harus ditolak. Kehadiran KPK saat ini sangat penting. Ini sudah terbukti, dengan fasilitas dan segala kewenangan yang ada, banyak kasus besar pejabat yang terbongkar,”kata Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah Said Tahuleley.
Menurut Said, keberadaan RUU KUHP dan KUHAP merupakan bentuk kemunduran dan pengingkaran komitmen pemerintah terhadap langkah pemberantasan korupsi. “Korupsi sudah menjadi masalah besar di bangsa dan negara kita. Karenanya keberlangsungan KPK harus di-support. Kami pun ingin mengajak semua pihak untuk sadar dan mau berjuang bersama memberantas korupsi di Indonesia,” kata Said.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Muliana Girsang mengatakan, jika pemerintah masih memandang korupsi sebagai kejahatan luar biasa maka bentuk RUU KUHP dan KUHAP yang berupa kodifikasi dalam hukum pidana materiil dan pidana formil belum saatnya diberlakukan saat ini. “Kalau disusun 30 tahun yang lalu tidak masalah, tidak melemahkan, sebab dahulu KPK belum lahir,” kata Chatarina.
Chatarina mengatakan, keberatan KPK terhadap RUU tersebut berkaitan dengan adanya lima delik luar biasa, termasuk delik korupsi. Dengan adanya lima delik hukum tersebut hilang sudah kekhususan karena sifat delik korupsi menjadi sama dengan delik pencurian, penggelapan, dan delik lainnya yang selama ini ada di KUHP.
“Dengan menjadi delik biasa, asas lex specialis yang diatur dalam Pasal 211 dan 758 RUU KUHP tidaklah berlaku untuk delik kelima tersebut. Asas lex specialis tersebut hanya berlaku untuk delik-delik diatur dalam buku II KUHP, yaitu tindak pidana perpajakan, perbankan, penyeludupan, atau bea cukai,”kata Chatarina.
Saat ini, pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP di DPR telah masuk pada tahap panitia kerja yang membahas substansi berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
http://news.okezone.com/read/2014/03...ruu-kuhp-kuhap
setuju saja sama muhammadiyah

0
616
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan