10 Perwira Berdarah Tionghoa di Masa Indonesia Modern
TS
dr.hfz
10 Perwira Berdarah Tionghoa di Masa Indonesia Modern
Quote:
10 Perwira Berdarah Tionghoa di Masa Indonesia Modern
Quote:
WELCOME TO MY THREAD
Selama Orde Baru, ada dua profesi yang konon tak boleh disentuh oleh mereka yang beretnis Tionghoa. Menjadi pegawai negeri sipilatau tentara. Itulah sebabnya, mereka umumnya memilih menjadi pedagang sebagai profesi. Tapi cerita itu tak sepenuhnya benar.
Nyatanya, ada sejumlah warga keturunan Tionghoa yang dengan cara dan tekadnya sendiri sengaja mendarmabaktikan diri menjadi tentara. Bahkan beberapa di antaranya mencapai jenjang kepangkatan hingga jenderal. Berikut beberapa perwira Tionghoa yang mencapai jenjang kepangkatan tinggi seperti dihimpun Majalah Detik dari www.kodam-tanjungpura.mil.id dan sumber-sumber lain:
1. Letnan Jenderal TNI Kuntara
Spoiler for :
Alumnus Akademi Militer 1963 ini seangkatan dengan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Wismoyo Arismunandar, mantan Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman, dan mantan Pangdam Udayana Letjen Sintong Panjaitan. Kuntara turut dalam Operasi Woyla untuk membebaskan para sandera dalam pesawat Garuda Indonesia yang dibajak di Bangkok, Thailand, 1981.
Selain menjadi Komandan Jenderal Kopassus(1988-1992) beliau pernah menjabat Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (1992-1994). Setelah pensiun dari ketentaraan, beliau dipercaya menjadi Duta Besar RI untuk China. Sebagai lulusan SMA berbahasa China di Bandung, beliau sangat fasih berbahasa Mandarin.
Spoiler for :
2. Brigadir Jenderal TNI Teguh Santosa (Tan Tiong Hiem)
Spoiler for :
Alumnus Akademi Militer Nasional 1963, Korps Peralatan. Jabatan terakhir adalah Wakil Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Darat (1993-1995).
3. Mayor Jenderal TNI Iskandar Kamil (Liem Key Ho)
Spoiler for :
Alumnus Akmil 1964, kini menjadi hakim agung. Beliau pernah menjadi Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI. Pada Agustus 2006, Beliau menghukum mati enam dari delapan terdakwa kasus penyelundupan heroin seberat 8,2 kilogram dari Bali ke Australia, yang dikenal dengan sebutan Bali Nine. Juga menghukum mati Hengky Gunawan pemilik pabrik narkotik di Surabaya.
Spoiler for :
4. Brigadir Jenderal TNI Teddy Yusuf (Him Tek Ji)
Spoiler for :
Lulusan Akmil 1965, pernah menjadi Wakil Komandan Batalion Infanteri 507 Kodam V Brawijaya, Komandan Detasemen Tempur RTP 16 di Timtim, Komandan Kodim 0503 Jakarta Barat, Asisten Perencanaan Kodam IV Diponegoro, Komandan Korem 131 Santiago, Manado. Terakhir, anggota Fraksi ABRI di Dewan Perwakilan Rakyat (1995-1999). Kini beliau aktif di Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia.
Spoiler for :
5. Mayor Jenderal TNI Bambang Soembodo
Spoiler for :
Lulusan Akmil 1965, Korps Infanteri. Lama berkarier di Kopassus, jabatan terakhir adalah Asisten Logistik Kepala Staf Umum TNI (1996-1999). Beliau pernah menjadi Asisten Personel Komandan Jenderal Kopassus, Komandan Yonif Linud 328/Kujang II Kostrad (1978-1979).
6. Marsekal Pertama TNI Ir Billy Tunas, MSc
Spoiler for :
Lulusan Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara ke-30 dan Naval Post Graduate School 1978. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Pertahanan (1992-1993)
7. Brigadir Jenderal TNI Paulus Prananto
Spoiler for :
Alumnus Akmil 1970, pernah melanjutkan studi di US Naval Post Graduate School dan lulus pada 1990. Jabatan terakhirnya adalah Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Pertahanan (1999-2002).
8. Laksamana Pertama TNI FX Indarto Iskandar (Siong Ing)
Spoiler for :
Alumnus Akademi Angkatan Laut 1971, seangkatan dengan mantan Menteri Perhubungan Laksamana Madya Freddy Numberi. Pernah bersekolah di US Naval Post Graduate School, Monterey, California, 1996. Pernah menjadi Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Departemen Pertahanan.
9. Mayjen TNI dr Daniel Tjen, SpS
Spoiler for :
Kini menjabat Kepala Pusat Kesehatan TNI. Menjadi anggota TNI melalui Sekolah Perwira Militer Wajib ABRI, 1984. Beliau pernah bertugas di Timor Timur selama enam tahun. Lalu masuk ke Kostrad, dan bertugas di lingkungan Kodam III Siliwangi.
Spoiler for :
10. Kolonel Surya Margono alias Chen Ke Cheng (Tjhin Kho Syin)
Spoiler for :
Lelaki kelahiran Mempawah, Kalimantan Barat, 5 Desember 1962, merupakan lulusan Akabri Udara pada 1987. Beliau terlahir dari pasangan Bong Chiukhiun (ibu) dan Tjhin Bitjung (ayah). Sebelum menjadi Atase Pertahanan di KBRI Beijing, Cina, sejak 10 September 2009, kariernya banyak dihabiskan di Angkatan Udara dan Bais (Badan Intelijen Strategis) ABRI.
Spoiler for :
Quote:
*) Isi dari artikel ini sudah dimuat dalam Majalah Detik Edisi 114 yang terbit 3 Februari 2014
Bonus
Spoiler for John Lie:
Spoiler for :
Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie Tjeng Tjoan, atau yang lebih dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma (lahir di Manado, Sulawesi Utara, 9 Maret 1911 – meninggal di Jakarta, 27 Agustus 1988 pada umur 77 tahun) adalah salah seorang perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Terdapat versi lain atas tanggal lahir beliau yaitu 11 Maret 1911.
Ketika Perang Dunia II berakhir dan Indonesia merdeka, beliau memutuskan bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI. Semula beliau bertugas di Cilacap, Jawa Tengah, dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan beliau berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu. Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor. Kemudian beliau memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon, Manila, dan New Delhi.Pada awal 1950 ketika ada di Bangkok, ia dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Subiyakto dan ditugaskan menjadi komandankapal perang Rajawali. Pada masa berikut ia aktif dalam penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku lalu PRRI/Permesta. Ia mengakhiri pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.
Quote:
Menurut kesaksian Jenderal Besar AH Nasution pada 1988, prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut” karena dia adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.