Sebagian besar biasanya mempunyai hobi yang berbentuk kegiatan positif bagi dirinya seperti berolahraga, membaca buku ataupun menulis. Tapi tidak bagi seorang Dato Sri Prof. Dr. Tahir. Hobi pria kelahiran maret 1952 yang akrab dipanggil Dr. Tahir ini adalah berdonasi. Puluhan juta dolar untuk pengembangan pendidikan dan kesehatan sudah mengalir dari kantong pemilik Mayapada Group ini, Donasinya tidak sekadar membawa manfaat bagi masyarakat lokal tetapi juga internasional.

Layaknya berbisnis, Tahir juga menerapkan strategi untuk berdonasi. Ia kerap menggandeng sejumlah mitra agar donasi yang dikucurkannya berlipat ganda dan bermanfaat lebih luas lagi bagi sesama. Salah satu donasi terbaru adalah 75 juta dollar Amerika Serikat yang dikucurkan Tahir untuk pemberantasan HIV, Tuberkulosis dan Malaria di Indonesia. Donasinya pun digandakan Bill Gates, warga AS dengan hobi yang sama.

Belum lama setelah ia menggelontorkan uang puluhan juta dolar AS serta menarik Bill Gates untuk kepentingan dunia kesehatan Indonesia tersebut, tiba-tida Tahir datang lagi secara mengejutkan membantu warga Ibukota Indonesia memberikan sumbangan 10 bus TransJakarta untuk Pemprov DKI Jakara, dan membantu korban bencana banjir di Jakarta yang jumlahnya total mencapai Rp 16 Miliar. Tidak luput juga bencana banjir di Manado, Sulawesi Utara dia bantu. Ia baru saja terbang ke Manado membawa 3.000 kompor gratis dan mesin penjernih air. Begitupula dengan banjir Jawa Tengah, baru saja Tahir mengyumbangkan sekitar Rp 3 Miliar untuk Banjir yang menimpa warga disekitar Jalur Pantai Utara, Jawa Tengah.

Sebagai darma bakti terhadap dunia kesehatan Indonesia Tahir juga menggelar operasi jantung gratis bagi 99 pasien tidak mampu yang dikelola oleh Tahir Foundation dan Rumah Sakit Mayapada. “Jantung merupakan salah satu penyakit mematikan di Indonesia, bahkan di dunia. Merupakan momok bagi masyarakat kita karena biaya pengobatannya sangat mahal. Banyak penderita jantung meninggal di usia produktif karena tidak sanggup membayar biaya berobat” ujar orang terkaya ke-12 di Indonesia versi majalah Forbes Asia itu

Tahir mengatakan penyakit seperti jantung, bila dialami oleh masyarakat yang kurang mampu pasti akan memberatkan ekonomi keluarga mereka. Lebih lanjut dia menerangkan, oleh karena itu dirinya merasa terpanggil untuk membantu mereka para penderita jantung yang kebetulan hidup dalam keterbatasan. Dan yang terakhir, juga cukup mengejutkan Tarhir baru menggelontorkan uang pribadinya sebesar Rp 100 Miliar kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membantu dan memberdayakan para Nelayan di sepanjang Jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa yang belum lama terkena musibah akibat banjir yang mengakibatkan banyak infrastruktur pengelolaan hasil laut rusak.

Bencana banjir yang merendam sebagian wilayah pantai utara Jawa beberapa waktu lalu menyisakan kerusakan cukup parah di beberapa desa nelayan. Ratusan hektar sawah dan tambak terendam banjir, jalur distribusi barang juga terputus. Banjir di kawasan Pantura, mengakibatkan gangguan ekonomi yang luar biasa.

Hal tersebutlah yang mendorong Tahir Foundation menyalurkan bantuan kepada nelayan dan petambak sebesar Rp 100 miliar. Untuk itu telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman antara pihak KKP dengan pihak Tahir Foundation. Kemitraan ini didasari oleh prinsip kesetiakawanan sosial atau rasa solidaritas sosial nasional, yang merupakan nilai dasar dari kesejahteraan sosial, modal sosial yang harus terus didayagunakan untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu mensejahterakan masyarakat.

Dari Bisnis Menjadi Berkat

Bagi Tahir, bisnis dan donasi harus sama-sama bermanfaat bagi kemanusiaan. Tahir sangat menghindari bisnis yang hanya mencari keuntungan semata. Terbukti pada banyak sektor bisnis, Tahir juga menggandeng usaha kecil dan menengah. Aksi terobosan Tahir ini pun mendapat apresiasi berupa penghargaan Doktor Kehormatan dari Unversitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

“Saya lahir dan dibesarkan di Indonesia, mencari keuntungan di Indonesia. Kini saatnya bagi saya untuk memberikan manfaat sebanya-banyaknya kepada negeri ini,” ucap Tahir pada suatu kesempatan.

Karena pengabdiannya, sederetan prestasi diraihnya. Tidak hanya berderma pada sektor kesehatan, Ia juga berderma di sektor pendidikan. Tahir mendapatkan gelar Dato Sri dan Profesornya pada tahun 2010 dan 2014. Tepat pada bulan Mei 2010, Tahir mendapatkan anugerah gelar Dato' Sri dari Kesultanan Pahang Malaysia dan anugerah gelar Professor dari Lingnan College, Sun Yat-Sen University pada periode Oktober 2011 sampai dengan September 2014.

Pada tahun 2011, beliau juga mendapatkan penghargaan di bidang pendidikan dari Mr. Lee Kuan Yew, Perdana Menteri Singapura pada saat itu, sekaligus mendapatkan penghargaan Entrepreneur of the Year 2011 dari Ernst & Young. Sejak tahun 2002, beliau juga menjabat sebagai Ambassador dari University of Southern California dan pada tahun 2007, beliau menjadi orang Indonesia dan Asean pertama yang dipercaya menduduki posisi sebagai Board of Trustee (Majelis Wali Amanat) UC Berkeley University, Amerika Serikat sekaligus juga di National University of Singapore (NUS), Singapura.

Sumbangan dana Tahir kepada dunia pendidikan, memang juga sampai ke luar negeri selain di Indonesia. Di antaranya yang pernah dihebohkan dan dipersoalkan oleh banyak orang adalah ketika dia menyumbang sebesar 30 juta dollar AS kepada National University of Singapore (NUS). Selain itu, dia juga pernah memberi sumbangan sebesar 1 juta dollar AS kepada University of California, Berkeley, Amerika Serikat.

Di Indonesia, Bank Mayapada telah menyisihkan dananya sebesar Rp 2,5 triliun dalam bentuk beasiswa penuh selama 2 tahun kepada mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kurang mampu namun berprestasi.Program serupa juga sudah dijalankan di sejumlah universitas terkemuka seperti Universitas Indonesia di Jakarta, dan Universitas Airlangga di Surabaya.

Perlu diketahui bahwa NUS adalah universitas almamaternya dan anaknya, sedangkan University of California adalah almamater dari anaknya yang lain. Sumbanga ke NUS untuk kebutuhan pendidikan dan riset. Sedangkan sumbangan kepada University of Califormia berupa bea siswa untuk mahasiswa internasional yang mengambil program MBA.

Tahir mengatakan pemberian sumbangan itu sebagai cara tanda terima kasih dia kepada almamater dia dan anak-anaknya itu, karena telah menempa dia menjadi orang sukses seperti sekarang.

Dari Anak Pembuat Becak Jadi Orang Terkaya ke-12 Indonesia

Tahir lahir di Surabaya 26 Maret 1952, dan kini berusia 61 tahun. Ia mendapatkan anugerah gelar Dato' Sri dari Kesultanan Pahang Malaysia. Tahir kecil dibesarkan di salah satu sudut Surabaya pada tahun 1952 di sebuah lingkungan yang rata-rata warganya tergolong tidak mampu. Dia dibesarkan oleh seorang ayah yang menghidupi keluarga dengan membuat becak, sementara ibunya turut membantu keluarga dengan mengecat becak yang dibuat ayahnya itu. Tahun 1971, dia menamatkan pendidikan menengah atas (SMA) di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya.

Dekade 60-an, ketika Tahir baru mendapat secarik ijazah SMA dia pernah bercita-cita ingin menjadi seorang dokter namun tidak kesampaian. Cita-cita tersebut kandas karena pada suatu ketika, ayahnya mengalami sakit keras hingga tidak sanggup lagi membiayai keluarga. Rencana Tuhan mengubah jalan hidup yang telah dia rancang. Karena sakit yang diderita oleh ayahnya tersebut Tahir muda harus berhenti kuliah dan melanjutkan bisnis ayahnya di Surabaya.

Namun Tahir tidak mau begitu saja menyerah pada nasib. Ia mencalonkan diri untuk program beasiswa dan kegigihan membuatnya mendapatkan beasiswa sekolah bisnis di National University of Singapore (NUS), Singapura. Di negeri Singa itu, Tahir menempuh studi sembari tiap bulan mencari produk di Singapura untuk dijual di Surabaya. Dia membeli pakaian wanita dan sepeda dari pusat perbelanjaan di Singapura, dan menjualnya kembali ke Indonesia.

Dari sinilah, ia mendapatkan ide untuk kapitalisasi produk impor guna membantu biaya sekolahnya. Inilah pula awal dari bisnis garmen yang kemudian serius dia geluti. Pasca lulus sarjana dari Nanyang University, Singapura, ia bersekolah kembali lalu menyelesaikan pendidikan keuangan di Golden Gates University, Amerika Serikat untuk menyelesaikan program Master.

Pengalaman dan keberaniannya dalam berbisnis pada akhirnya membawanya menjadi seorang pengusaha muda. Dia dikenal sebagai pengusaha ulet dengan bisnis beraneka ragam, dan semuanya sukses di tangan Tahir. Dari garmen lambat laun Tahir muda mulai berani memasuki bidang bisnis lain. Ia memasuki bidang keuangan. Diawali dari Mayapada Group yang didirikannya pada 1986, bisnisnya merambah ke dealer mobil, garmen, perbankan, sampai kesehatan. Tahun 1990 Bank Mayapada lahir menjadi salah satu bisnis andalannya, menggantikan bisnis garmenya yang mengalami stagnasi.

Saat krisis ekonomi 1998 menghantam negeri ini, banyak bank pemerintah maupun swasta yang ambruk. Namun di tengah situasi tidak stabil seperti itu, Bank Mayapada tetap bertahan, malah masuk ke pasar Saham Bursa Efek Jakarta. Aktivitas perbankan Bank Mayapada tidak lumpuh karena ia tidak mengambil kredit dari bank asing sebesar bank-bank di Indonesia pada waktu itu. Bank Mayapada saat itu masih berfokus pada pengucuran kredit usaha kecil dan menengah. Pada 2007, justru bank ini mendapatkan predikat bank umum terbaik nomor 2 dari majalah InfoBank.

Kini Dr. Tahir tercatat sebagai orang terkaya ke-12 di Indonesia. Harta kekayaannya saat ini mencapai 2 miliar dolar AS atau setara dengan 19 triliun rupiah. Dia dikenal sebagai pengusaha ulet dan bertangan dingin karena bisinis yang ia pegang selalu berkembangan dan membuahkan hasil. Dia cerdas dalam membaca situasi bisnis di sekitarnya. Ini-lah yang menjadi kunci kesuksesannya dalam berbisnis.

Setelah mendapatkan kesuksesan di bisnis garmen dan perbankan, Tahir pun mulai melirik ke sektor kesehatan denga membangun sebuah Rumah Sakit karena terinspirasi oleh cita-cita waktu mudanya, dilanjutkan dengan toko bebas bea serta perusahaan media. Saat ini Tahir tercatat sebagai pemegang saham perusahaan PT Wahana Mediatama, yang memiliki izin (lisensi) untuk penerbitan Forbes Indonesia. Selain itu, kelompok usaha Mayapada Group terus berkembang dengan sebelas perusahaan properti yang berlokasi di Bali, Indonesia dan Singapura.