- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
First Love Story
TS
albans
First Love Story
Quote:
Welcome, February!
Kita telah menginjak bulan yang penuh cinta, katanya. Kata siapa? Kata om-om gendut pemilik pabrik coklat terkenal seantero jagad.
“Rayakan hari kasih sayang dengan manisnya coklat! ”
“Berbagi cinta dalam kelembutan coklat yang meleleh dihatimu..”
Teriakan-teriakan lantang demi meraup untung terdengar begitu manis di telinga pemuda pemudi yang sedang di mabuk cinta bak Romeo-Juliet. The most beautiful bullshit I ever heard.
Ok, saya dipaksa untuk menceritakan sesuatu tentang cinta pertamax.
Cinta pertama. Jujur, sepertinya saya lebih tertarik dengan ‘malam pertama’ daripada cinta pertama. Tidak perlu saya jelaskan kenapa. Saya yakin anda pasti mengerti.
Sebagai seorang yang minim dengan pengalaman asmara, saya tidak tau banyak esensi yang berkenaan dengan cinta pertama. Tapi saya punya pengalaman yang mungkin bisa kalian nikmati.
Saya lahir di dunia, dan Tuhan menganugerahi saya dengan jantung yang bisa memompa sendiri, paru-paru yang mampu berkerja tanpa bantuan ekstrinsik, dan tangan dan kaki yang bisa saya gerakan sesuai dengan kemauan saya. Lalu saya berpikir, mungkin Tuhan menciptakan saya untuk mandiri. Namun, ada yang aneh. Saat itu saya belum bisa bicara, duduk, apalagi berlari. Yang saya bisa hanya menangis. Padahal saya butuh makan untuk bertahan hidup di dunia ini.
Hari itu perut saya sangat lapar, saya pun menangis sejadi-jadinya. Apa yang terjadi? Seorang wanita memberikan separuh nutrisi yang Ia makan ke saya. Dengan kata lain, Ia menyusui saya. Saya sangat senang. Betapa mulianya hati wanita ini. Tanpa saya minta, Ia berbagi dengan saya. Disinilah saya mendapatkan kebahagian pertama saya sejak terdampar di bumi.
Saya menatap mata wanita itu, terang dan berbinar. Ia memeluk saya dengan penuh kehangatan. Seketika saya menjadi nyaman. Saya benar-benar merasa nyaman di dekapnya. Namun saya masih tetap berpikir, apa sebenarnya yang diinginkan wanita ini dari saya?
Saya tidak bisa bertanya langsung, karena untuk berterima kasih saja saya belum mampu. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu hingga saya bisa bicara. Dalam fase menunggu ini, saya merekam perjuangan wanita ini dalam merawat saya. Namun Ia tidak sendiri. Ia bersama seorang pria dewasa, yang selalu membuat si Wanita tersenyum. Ah, bahagianya mereka.
Mereka memperlakukan saya bak Raja. Benar-benar spesial. Saya mencoba untuk melemparkan segurat senyum untuk mereka… Dan berhasil! Mereka tersenyum haru melihat senyum saya. Kenapa mereka terlalu baik hati?
Akhirnya, saya disini. Saya sudah bisa berbicara, namun pertanyaan yang dulu menggumpal di otak saya tak kunjung saya utarakan. Saya sudah mendapatkan jawabannya. Terkadang alam benar-benar tahu apa yang perlu dijelaskannya kepada kita.
Pernahkah kalian mendengar cerita tentang belalang jantan yang rela mempersembahkan kepalanya untuk nutrisi setelah membuahi sang betina? Tahukah kalian diluar sana banyak induk burung yang mempertaruhkan nyawa untuk kelangsungan hidup telur-telurnya? Dari sana lah saya mengerti arti kata tulus.
Tidak perlu saya beberkan definisi kata tulus dalam KBBI. Silahkan artikan menurut hati kalian. Buang jauh logika. Jika masih ingin menggunakan logika, kalian takkan mendapatkan ketulusan. Dengan logika, kalian takkan sanggup berkorban tanpa pamrih.
Saya sangat cinta dengan si Wanita dan Pria yang merawat saya sejak bayi, yang sekarang saya sebut mereka Mama dan Papa. Mereka yang telah membuktikan cinta tak harus diucap, cukup ditunjukan dengan perlakuan dan ketulusan hati. Mereka yang mengajarkan, cinta bukan memiliki, melainkan menjaga, merawat, dan saling mencari ketika salah satunya hilang. Saya tidak sanggup berkata banyak, hanya sepatah kata, terima kasih banyak...
Saya mencoba menemukan lagi ‘cinta pertama’ kepada seseorang yang tidak terpaut hubungan sebelumnya. Saya mencoba menelusuri tiap tepi jalan, bertemu ratusan lawan jenis. Dan akhirnya di ujung dermaga, saat mentari mencoba bercumbu dengan permukaan laut, hingga keduanya berkilau jingga, ada seorang wanita yang duduk menikmati percumbuan itu. Hembus angin membawa helaian rambutnya membelai wajah saya. Entah kenapa kami bertemu dan tidak ingin beranjak untuk saling meninggalkan. Hingga nyanyian malam beradu dengan desir ombak… Dan sepertinya saya sudah menemukannya. Haha, I lie about this shit.
Kita telah menginjak bulan yang penuh cinta, katanya. Kata siapa? Kata om-om gendut pemilik pabrik coklat terkenal seantero jagad.
“Rayakan hari kasih sayang dengan manisnya coklat! ”
“Berbagi cinta dalam kelembutan coklat yang meleleh dihatimu..”
Teriakan-teriakan lantang demi meraup untung terdengar begitu manis di telinga pemuda pemudi yang sedang di mabuk cinta bak Romeo-Juliet. The most beautiful bullshit I ever heard.
Ok, saya dipaksa untuk menceritakan sesuatu tentang cinta pertamax.
Cinta pertama. Jujur, sepertinya saya lebih tertarik dengan ‘malam pertama’ daripada cinta pertama. Tidak perlu saya jelaskan kenapa. Saya yakin anda pasti mengerti.
Sebagai seorang yang minim dengan pengalaman asmara, saya tidak tau banyak esensi yang berkenaan dengan cinta pertama. Tapi saya punya pengalaman yang mungkin bisa kalian nikmati.
Saya lahir di dunia, dan Tuhan menganugerahi saya dengan jantung yang bisa memompa sendiri, paru-paru yang mampu berkerja tanpa bantuan ekstrinsik, dan tangan dan kaki yang bisa saya gerakan sesuai dengan kemauan saya. Lalu saya berpikir, mungkin Tuhan menciptakan saya untuk mandiri. Namun, ada yang aneh. Saat itu saya belum bisa bicara, duduk, apalagi berlari. Yang saya bisa hanya menangis. Padahal saya butuh makan untuk bertahan hidup di dunia ini.
Hari itu perut saya sangat lapar, saya pun menangis sejadi-jadinya. Apa yang terjadi? Seorang wanita memberikan separuh nutrisi yang Ia makan ke saya. Dengan kata lain, Ia menyusui saya. Saya sangat senang. Betapa mulianya hati wanita ini. Tanpa saya minta, Ia berbagi dengan saya. Disinilah saya mendapatkan kebahagian pertama saya sejak terdampar di bumi.
Saya menatap mata wanita itu, terang dan berbinar. Ia memeluk saya dengan penuh kehangatan. Seketika saya menjadi nyaman. Saya benar-benar merasa nyaman di dekapnya. Namun saya masih tetap berpikir, apa sebenarnya yang diinginkan wanita ini dari saya?
Saya tidak bisa bertanya langsung, karena untuk berterima kasih saja saya belum mampu. Akhirnya saya memutuskan untuk menunggu hingga saya bisa bicara. Dalam fase menunggu ini, saya merekam perjuangan wanita ini dalam merawat saya. Namun Ia tidak sendiri. Ia bersama seorang pria dewasa, yang selalu membuat si Wanita tersenyum. Ah, bahagianya mereka.
Mereka memperlakukan saya bak Raja. Benar-benar spesial. Saya mencoba untuk melemparkan segurat senyum untuk mereka… Dan berhasil! Mereka tersenyum haru melihat senyum saya. Kenapa mereka terlalu baik hati?
Akhirnya, saya disini. Saya sudah bisa berbicara, namun pertanyaan yang dulu menggumpal di otak saya tak kunjung saya utarakan. Saya sudah mendapatkan jawabannya. Terkadang alam benar-benar tahu apa yang perlu dijelaskannya kepada kita.
Pernahkah kalian mendengar cerita tentang belalang jantan yang rela mempersembahkan kepalanya untuk nutrisi setelah membuahi sang betina? Tahukah kalian diluar sana banyak induk burung yang mempertaruhkan nyawa untuk kelangsungan hidup telur-telurnya? Dari sana lah saya mengerti arti kata tulus.
Tidak perlu saya beberkan definisi kata tulus dalam KBBI. Silahkan artikan menurut hati kalian. Buang jauh logika. Jika masih ingin menggunakan logika, kalian takkan mendapatkan ketulusan. Dengan logika, kalian takkan sanggup berkorban tanpa pamrih.
Saya sangat cinta dengan si Wanita dan Pria yang merawat saya sejak bayi, yang sekarang saya sebut mereka Mama dan Papa. Mereka yang telah membuktikan cinta tak harus diucap, cukup ditunjukan dengan perlakuan dan ketulusan hati. Mereka yang mengajarkan, cinta bukan memiliki, melainkan menjaga, merawat, dan saling mencari ketika salah satunya hilang. Saya tidak sanggup berkata banyak, hanya sepatah kata, terima kasih banyak...
Saya mencoba menemukan lagi ‘cinta pertama’ kepada seseorang yang tidak terpaut hubungan sebelumnya. Saya mencoba menelusuri tiap tepi jalan, bertemu ratusan lawan jenis. Dan akhirnya di ujung dermaga, saat mentari mencoba bercumbu dengan permukaan laut, hingga keduanya berkilau jingga, ada seorang wanita yang duduk menikmati percumbuan itu. Hembus angin membawa helaian rambutnya membelai wajah saya. Entah kenapa kami bertemu dan tidak ingin beranjak untuk saling meninggalkan. Hingga nyanyian malam beradu dengan desir ombak… Dan sepertinya saya sudah menemukannya. Haha, I lie about this shit.
Diubah oleh albans 05-11-2017 06:53
anasabila memberi reputasi
1
986
Kutip
0
Balasan
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan