- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sejarah Dan Asal Usul Bhinneka Tunggal Ika Menjadi Semboyan Indonesia
TS
yokono
Sejarah Dan Asal Usul Bhinneka Tunggal Ika Menjadi Semboyan Indonesia
Sejarah Dan Asal Usul Bhinneka Tunggal Ika Menjadi Semboyan Indonesia
Spoiler for CEK REPOST:
Spoiler for Sejarah Bhineka Tunggal Ika:
Sejarah Bhineka Tunggal Ika
Mpu Tantularyang hidup pada abad ke-14 di Majapahit adalah seorang pujangga ternama Sastra Jawa. Ia hidup pada pemerintahan Raja Rajasanagara. Ia masih saudara sang raja yaitu keponakannya (bhratratmaja dalam bahasa Kawi atau bahasa Sansekerta) dan menantu adik wanita sang raja.
Nama “Tantular” terdiri dari dua kata: Tan (“tidak”) dan Tular (“tular” atau “terpengaruhi”). Artinya ia orangnya ialah “teguh”. Sedangkan kata Mpu merupakan gelar dan artinya adalah seorang pandai atau tukang.
Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, namun ia orangnya terbuka terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Hal ini bisa terlihat pada dua kakimpoi atau syairnya yang ternama yaitu kakimpoi Arjunawijaya dan terutama kakimpoi Sutasoma. Bahkan salah satu bait dari kakimpoi Sutasoma ini diambil menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia: “Bhinneka Tunggal Ika” atau berbeda-beda namun satu jua
Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa oleh Mpu Tantular pada dasarnya pernyataan daya kreatif dalam upaya mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan, sehubungan dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu. Telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan, telah sepenuhnya menyadari bahwa menumbuhkan rasa dan semangat persatuan itulah Bhinneka Tunggal Ika - Kakimpoi Sutasoma (Purudasanta) diangkat menjadi semboyan yang diabadikan lambang NKRI Garuda Pancasila.
Dalam Kakimpoi Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan bidang kepercayaan juga anekaragam agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat Majhapahit.
Dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya diperluas, menjadi tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan keagamaan, melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusaantara raya.
Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan bhinna-ika- tunggal - ika berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab meskipun secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya SATU, satu bangsa dan negara Republik Indonesia.
Lambang NKRI Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal 17 Oktober diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara. Bahwa usaha bina negara baik pada masa pemerintahan Majhapahit maupun pemerintahan NKRI berlandaskan pada pandangan sama yaitu semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar dalam menegakkan negara.
Bhinneka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa adalah ungkapan yang memaknai keberadaan aneka unsur kepercayaan pada masa Majhapahit. Tidak hanya Siwa dan Buddha tetapi juga sejumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih dahulu sebagian besar anggota masyarakat Majhapahit yang bersifat majemuk.
Sehubungan bahwa semboyan tersebut embrio dari Singhasari yakni pada masa Wisnuwarddhana sang dhinarmmeng ring Jajaghu (Candi Jago), maka baik semboyan bhinneka tunggal ika maupun bangunan Candi Jago kemudian disempurnakan pada masa Majhapahit. Oleh sebab itu kedua simbol (wijaksara maupun dan bangunan) tersebut lebih dikenal sebagai hasil peradaban era Majhapahit. Padahal sesungguhnya merupakan hasil proses perjalanan sejarah sejak awal.
Dari segi agama dan kepercayaan Majhapahit merupakan masyarakat majemuk. Di samping mengesankan adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, juga gejala sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa-Budha dan pemujaan roh nenek moyang, namun kepercayaan Pribumi asli tetap bertahan, bahkan mengambil peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat. Ketika itu masyarakat Majhapahit terbagi :
Frase Bhinneka Tunggal Ika telah sama-sama diakui dan dirasakanmempunyai "kekuatan" untuk menyatukan, mengutuhkan dan meneguhkan bangsa Indonesia yang majemuk atau disebut sebagai salah satu sarana pengintegrasi bangsa Indonesia atau sebagai jatidiri bangsa Indonesia.
Nama “Tantular” terdiri dari dua kata: Tan (“tidak”) dan Tular (“tular” atau “terpengaruhi”). Artinya ia orangnya ialah “teguh”. Sedangkan kata Mpu merupakan gelar dan artinya adalah seorang pandai atau tukang.
Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, namun ia orangnya terbuka terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Hal ini bisa terlihat pada dua kakimpoi atau syairnya yang ternama yaitu kakimpoi Arjunawijaya dan terutama kakimpoi Sutasoma. Bahkan salah satu bait dari kakimpoi Sutasoma ini diambil menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia: “Bhinneka Tunggal Ika” atau berbeda-beda namun satu jua
Quote:
Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa oleh Mpu Tantular pada dasarnya pernyataan daya kreatif dalam upaya mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan, sehubungan dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu. Telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan, telah sepenuhnya menyadari bahwa menumbuhkan rasa dan semangat persatuan itulah Bhinneka Tunggal Ika - Kakimpoi Sutasoma (Purudasanta) diangkat menjadi semboyan yang diabadikan lambang NKRI Garuda Pancasila.
Dalam Kakimpoi Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan bidang kepercayaan juga anekaragam agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat Majhapahit.
Dalam lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya diperluas, menjadi tidak terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan keagamaan, melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat (budaya) dan beda kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusaantara raya.
Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan bhinna-ika- tunggal - ika berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab meskipun secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya SATU, satu bangsa dan negara Republik Indonesia.
Lambang NKRI Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal 17 Oktober diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara. Bahwa usaha bina negara baik pada masa pemerintahan Majhapahit maupun pemerintahan NKRI berlandaskan pada pandangan sama yaitu semangat rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar dalam menegakkan negara.
Bhinneka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa adalah ungkapan yang memaknai keberadaan aneka unsur kepercayaan pada masa Majhapahit. Tidak hanya Siwa dan Buddha tetapi juga sejumlah aliran (sekte) yang sejak awal telah dikenal lebih dahulu sebagian besar anggota masyarakat Majhapahit yang bersifat majemuk.
Sehubungan bahwa semboyan tersebut embrio dari Singhasari yakni pada masa Wisnuwarddhana sang dhinarmmeng ring Jajaghu (Candi Jago), maka baik semboyan bhinneka tunggal ika maupun bangunan Candi Jago kemudian disempurnakan pada masa Majhapahit. Oleh sebab itu kedua simbol (wijaksara maupun dan bangunan) tersebut lebih dikenal sebagai hasil peradaban era Majhapahit. Padahal sesungguhnya merupakan hasil proses perjalanan sejarah sejak awal.
Dari segi agama dan kepercayaan Majhapahit merupakan masyarakat majemuk. Di samping mengesankan adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, juga gejala sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa-Budha dan pemujaan roh nenek moyang, namun kepercayaan Pribumi asli tetap bertahan, bahkan mengambil peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat. Ketika itu masyarakat Majhapahit terbagi :
Quote:
1. Golongan pertama, orang-orang yang beragama Islam yang datang dari barat dan tinggal di Majhapahit.
2. Golongan kedua, orang-orang Cina kebanyakan dari Canton, Chang-chou dan Ch’uan-chou (terletak di Fukien) yang menyingkir dan bermukim di sini. Banyak dari mereka yang masuk agama Islam dan bahkan menyiarkan agama tersebut.
3. Golongan ketiga, penduduk pribumi yang bila berjalan tanpa alas kaki, rambutnya disanggul di atas kepala. Mereka percaya sepenuh-nya kepada roh-roh leluhur.
2. Golongan kedua, orang-orang Cina kebanyakan dari Canton, Chang-chou dan Ch’uan-chou (terletak di Fukien) yang menyingkir dan bermukim di sini. Banyak dari mereka yang masuk agama Islam dan bahkan menyiarkan agama tersebut.
3. Golongan ketiga, penduduk pribumi yang bila berjalan tanpa alas kaki, rambutnya disanggul di atas kepala. Mereka percaya sepenuh-nya kepada roh-roh leluhur.
Frase Bhinneka Tunggal Ika telah sama-sama diakui dan dirasakanmempunyai "kekuatan" untuk menyatukan, mengutuhkan dan meneguhkan bangsa Indonesia yang majemuk atau disebut sebagai salah satu sarana pengintegrasi bangsa Indonesia atau sebagai jatidiri bangsa Indonesia.
Quote:
Berhasilnya pemimpin bangsa kita untuk menggali dan menetapkan sebagai semboyan di dalam bagian lambang negara adalah karya besar yang tak ternilai, tetapi ada pertanyaan yang perlu diajukan, siapakah yang menempatkan semboyan tersebut pada bagian lambang negara dan apa latar belakang pemikirannya?
Quote:
Merujuk kepada keterangan Mohammad Hatta dalam bukunya Bung Hatta Menjawab, 1979, disebutkan bahwa semboyan "Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno, setelah merdeka semboyan itu diperkuat dengan lambang yang dibuat Sultan Abdul Hamid Pontianak dan diresmikan pemakaiannya oleh Kabinet RIS tanggal 11 Pebruari 1950"
Istilah "ciptaan Bung Karno" dalam pernyataan Mohammad Hatta di atas dirasa kurang tepat, karena dengan pernyataan itu memberikan pengertian, bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno. Pernyataan ini juga akan bertentangan dengan pidato Presiden Soekarno sendiri pada tanggal 22 Juli 1958 di Istana Negara yang menyatakan bahwa "di bawahnya tertulis seloka buatan Empu Tantular "Bhinneka Tunggal Ika, Bhina ika tunggal ika – berjenis-jenis tetapi tunggal".
Berdasarkan isi pidato Presiden Soekarno di atas, semboyan itu adalah buatan Empu Tantular. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penyelidikan Mohammad Yamin, seperti yang dikemukakan dalam buku 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1954 yang menyatakan, bahwa semboyan itu dinamai seloka Tantular karena kalimat yang tertulis dengan huruf yang jumlah aksaranya 17 itu berasal dari pujangga Tantular yang mengarang kitab Sutasoma pada masa Madjapahit pada abad XIV. Adapun arti seloka Jawa lama itu adalah walaupun berbeda-beda ataupun berlainan agama, keyakinan dan tinjauan tetapi tinggal bersatu atau dalam, bahasa latin: e pluribus unum ("Dari banyak menjadi satu").
Istilah "ciptaan Bung Karno" dalam pernyataan Mohammad Hatta di atas dirasa kurang tepat, karena dengan pernyataan itu memberikan pengertian, bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno. Pernyataan ini juga akan bertentangan dengan pidato Presiden Soekarno sendiri pada tanggal 22 Juli 1958 di Istana Negara yang menyatakan bahwa "di bawahnya tertulis seloka buatan Empu Tantular "Bhinneka Tunggal Ika, Bhina ika tunggal ika – berjenis-jenis tetapi tunggal".
Berdasarkan isi pidato Presiden Soekarno di atas, semboyan itu adalah buatan Empu Tantular. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penyelidikan Mohammad Yamin, seperti yang dikemukakan dalam buku 6000 Tahun Sang Merah Putih, 1954 yang menyatakan, bahwa semboyan itu dinamai seloka Tantular karena kalimat yang tertulis dengan huruf yang jumlah aksaranya 17 itu berasal dari pujangga Tantular yang mengarang kitab Sutasoma pada masa Madjapahit pada abad XIV. Adapun arti seloka Jawa lama itu adalah walaupun berbeda-beda ataupun berlainan agama, keyakinan dan tinjauan tetapi tinggal bersatu atau dalam, bahasa latin: e pluribus unum ("Dari banyak menjadi satu").
Quote:
Bagaimana seloka itu menjadi bagian dari lambang negara yang dibuat Sultan Hamid II ?
Quote:
Semboyan itu menjadi bagian dari lambang negara adalah merupakan kesepakatan antara Sultan Hamid II dengan Mohammad Hatta, Soekarno yaitu atas usul Presiden Soekarno untuk mengganti pita yang dicengkram Garuda, yang semula direncanakan berwarna merah putih kemudian diganti menjadi warna putih dan Presiden Soekarno mengusulkan supaya di atas pita warna putih tersebut dimasukan seloka Bhinneka Tunggal Ika. Sebab warna merah putih dianggap sudah terwakili dalam warna dasar perisai Pancasila.
Dengan demikian yang dimaksudkan oleh Mohammad Hatta dengan pernyataan bahwa "Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno". Dalam buku Bung Hatta Menjawab tahun 1978 itu maksudnya semboyan itu adalah usulan Presiden Soekarno.
Dengan demikian yang dimaksudkan oleh Mohammad Hatta dengan pernyataan bahwa "Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno". Dalam buku Bung Hatta Menjawab tahun 1978 itu maksudnya semboyan itu adalah usulan Presiden Soekarno.
Quote:
Apakah arti yang sebenarnya dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma dan bagaimana semboyan itu disebutkan ?
Quote:
Arti Bhinneka Tunggal Ika dalam kitab Sutasoma itu artinya berbeda itu tetapi satulah itu atau menurut terjemahan Muhammad Yamin:
Quote:
“…berbedalah itu, tetapi satulah itu. Seloka ini falsafah awalnya berasal dari tinjauan hidup untuk memperkuat persatuan dalam kerajaan Keprabuan Majapahit, karena pada waktu itu aliran agama sangat banyak dan aliran fikiran demikian juga. Untuk maksud itu seloka itu disusun oleh Empu Tantular dengan tujuan untuk menyatukan segala aliran dengan mengemukakan persamaan. Persamaan inilah yang mengikat segalanya, yaitu Bhinneka Tunggal Ika…”
Patut pula untuk diketahui, bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika, pertama kali diselidiki oleh Prof. H. Kern pada tahun 1888 Verspreide Geschriften 1916. IV, hal 172 dalam lontar Purusadacanta atau lebih dikenal dengan Sutasoma (lembar 120) yang disimpan diperpustakaan Kota Leiden, dan kemudian diselidiki kembali oleh Muhammad Yamin.
Kemudian semboyan itu menempuh proses kristalisasi mulai pergerakan nasional 1928 sampai berdirinya negara Republik Indonesia 1945 dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam lambang negara sejak 8 Februari 1950.
Latar belakang pemikiran Bhinneka Tunggal Ika dapat dijelaskan melalui keterangan Mohammad Hatta dalam Bukunya Bung Hatta Menjawab, 1979 menyatakan, bahwa Ke Ika-an di dalam Bhinneka Tunggal Ika, adalah berujud unsur-unsur kesatuan dalam kehidupan bangsa, dalam arti adanya segi-segi kehidupan politik, ekonomi, kebudayaan dan kejiwaan yang bersatu dan dipegang bersama oleh segala unsur-unsur ke-Bhinneka-an itu. Unsur keanekaragaman tetap ada pada daerah-daerah dari berbagai adat dan suku. Akan tetapi, makin sempurna alat-alat perhubungan, semakin pesat pembauran putra ¬putri bangsa dan semakin bijak pegawai Pemerintah dan Pemimpin Rakyat melakukan pimpinan, bimbingan dan pengayoman terhadap rakyat seluruhnya, maka akan pastilah pula bahwa unsur-unsur ke Bhinneka itu lambat laun akan cenderung meleburkan diri dan semangatnya kepada unsur ke-lka-an. Bhinneka Tunggal Ika ini menegaskan pula, betapa pentingnya dihubungkan dengan Pancasila sebagai tali pengikat untuk memperkuat unsur ke-lka-an dari adanya unsur-unsur ke-Bhinneka-an itu, dengan kenyataan bahwa dalam lambang negara kita dimana jelas tergambar Pancasila dengan Ketuhanan terletak dipusatnya, maka satu¬-satunya tulisan yang dilekatkan jadi satu dengan lambang itu adalah perkataan Bhinneka Tunggal Ika itu.
Seloka Bhinneka Tunggal Ika yang tertera didalam lambang negara itu memberikan makna tersirat dan tersurat, bahwa bangsa Indonesia menghargai akan kemajemukan, tetapi kemajukan itu bukanlah ancaman tetapi dijadikan sarana mempersatukan dengan tetap menghargai kemajemukan bangsa.
Akar sejarah dari falsafah Bhinneka Tunggal Ika adalah seloka dari Empu Tantular, 1350 M, sebagaimana telah diteliti oleh Muhammad Yamin, hasil penelitian yang dibukukan dalam buku: 6000 Tahun Sang Merah Putih, beliau menyatakan :
Dari ahli filsafah Tantular yang ulung itu berasal kalimat Bhineka Tunggal Ika, dan tanhana dharma mangrwa. Artinya seluruh kalimat seloka Tantular itu : berbedalah itu, tetapi satulah itu ; dan didalam peraturan undang-undang tidak adalah diskriminasi atau dualisme.
Seloka itu dapat menyatukan segala aliran dengan mengemukakan persamaan, dengan pengertian bahwa diantara berbagai fikiran, perbedaan agama dan perbedaan filsafah ada jugalah persamaan yang menyatukan. Dan persamaan inilah yang mengingkat segalanya, yaitu Bhineka Tunggal Ika berjenis-jenis, tetapi tetap tinggal bersatu.Dan dalam perbedaan pikiran dan pendapat ada persamaan yang dapat mengikat dalam pokok kesatuan.
Satu agama tidaklah lebih atau kurang daripada agama lain. Demikian pula dengan aliran politik dan aliran kebudayaan.Itu ditegaskan oleh Empu Tantular. Janganlah segala aliran itu dinilai berbagai-bagai, dan jangan diadakan diskriminasi dan dualisme, melainkan sungguh sama nilai dan sama harganya. Rasa toleransi dapat menyatukan segala aliran.
Kemudian semboyan itu menempuh proses kristalisasi mulai pergerakan nasional 1928 sampai berdirinya negara Republik Indonesia 1945 dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam lambang negara sejak 8 Februari 1950.
Latar belakang pemikiran Bhinneka Tunggal Ika dapat dijelaskan melalui keterangan Mohammad Hatta dalam Bukunya Bung Hatta Menjawab, 1979 menyatakan, bahwa Ke Ika-an di dalam Bhinneka Tunggal Ika, adalah berujud unsur-unsur kesatuan dalam kehidupan bangsa, dalam arti adanya segi-segi kehidupan politik, ekonomi, kebudayaan dan kejiwaan yang bersatu dan dipegang bersama oleh segala unsur-unsur ke-Bhinneka-an itu. Unsur keanekaragaman tetap ada pada daerah-daerah dari berbagai adat dan suku. Akan tetapi, makin sempurna alat-alat perhubungan, semakin pesat pembauran putra ¬putri bangsa dan semakin bijak pegawai Pemerintah dan Pemimpin Rakyat melakukan pimpinan, bimbingan dan pengayoman terhadap rakyat seluruhnya, maka akan pastilah pula bahwa unsur-unsur ke Bhinneka itu lambat laun akan cenderung meleburkan diri dan semangatnya kepada unsur ke-lka-an. Bhinneka Tunggal Ika ini menegaskan pula, betapa pentingnya dihubungkan dengan Pancasila sebagai tali pengikat untuk memperkuat unsur ke-lka-an dari adanya unsur-unsur ke-Bhinneka-an itu, dengan kenyataan bahwa dalam lambang negara kita dimana jelas tergambar Pancasila dengan Ketuhanan terletak dipusatnya, maka satu¬-satunya tulisan yang dilekatkan jadi satu dengan lambang itu adalah perkataan Bhinneka Tunggal Ika itu.
Seloka Bhinneka Tunggal Ika yang tertera didalam lambang negara itu memberikan makna tersirat dan tersurat, bahwa bangsa Indonesia menghargai akan kemajemukan, tetapi kemajukan itu bukanlah ancaman tetapi dijadikan sarana mempersatukan dengan tetap menghargai kemajemukan bangsa.
Akar sejarah dari falsafah Bhinneka Tunggal Ika adalah seloka dari Empu Tantular, 1350 M, sebagaimana telah diteliti oleh Muhammad Yamin, hasil penelitian yang dibukukan dalam buku: 6000 Tahun Sang Merah Putih, beliau menyatakan :
Quote:
"Apabila kita pelajari buah fikiran ahli filsafah Indonesia sesudah abad ke-XIV sampai kini, maka kagumlah kita kepada pertjikan otak ahli pemikir Empu Tantular, seperti dijelaskan dalam kitab Sutasoma yang dikarangnya dalam jaman kentiana keperabuan Majapahit pada pertengahan abad ke-XIV. Hal itu bukanlah suatu hal yang sudah mati.
Dari ahli filsafah Tantular yang ulung itu berasal kalimat Bhineka Tunggal Ika, dan tanhana dharma mangrwa. Artinya seluruh kalimat seloka Tantular itu : berbedalah itu, tetapi satulah itu ; dan didalam peraturan undang-undang tidak adalah diskriminasi atau dualisme.
Seloka itu dapat menyatukan segala aliran dengan mengemukakan persamaan, dengan pengertian bahwa diantara berbagai fikiran, perbedaan agama dan perbedaan filsafah ada jugalah persamaan yang menyatukan. Dan persamaan inilah yang mengingkat segalanya, yaitu Bhineka Tunggal Ika berjenis-jenis, tetapi tetap tinggal bersatu.Dan dalam perbedaan pikiran dan pendapat ada persamaan yang dapat mengikat dalam pokok kesatuan.
Satu agama tidaklah lebih atau kurang daripada agama lain. Demikian pula dengan aliran politik dan aliran kebudayaan.Itu ditegaskan oleh Empu Tantular. Janganlah segala aliran itu dinilai berbagai-bagai, dan jangan diadakan diskriminasi dan dualisme, melainkan sungguh sama nilai dan sama harganya. Rasa toleransi dapat menyatukan segala aliran.
Quote:
Begitu pulalah ajaran Panca Sila yang mengandung maksud untuk memberi dasar bagi perjuangan negara Indonesia yang dilahirkan atas persatuan dan kemerdekaan yang berdaulat. Dan sudah ternyata Panca Sila dapat mempersatukan Bangsa Indonesia sejak hari Proklamasi sampai waktu kini. Jadi seperti filsafah Tantular, maka ajaran Panca Sila ialah sistem filsafah yang mengandung daya pengikat atau alat pemersatu dalamnya untuk memperkuat persatuan Bangsa, yang menjadi sarat mutlak bagi kemerdekaan. Hal itu dapat difahamkan. Ajaran Panca Sila sebagai alat mempersatu tidaklah saja menjadi faktor azasi dalam memperkuat kemerdekaan yang bersemangat, tetapi juga sangatlah penting bagi pelaksanaan pembinaan Bangsa Indonesia yang telah berdiri sejak tahun 1928 dan menjadi Nation Indonesia sejak tahun Proklamasi 1945.
Jadi tegaslah, bahwa ajaran Panca Sila itu benar-benar suatu sistem falsafah untuk mempersatukan berbagai aliran, dan diatasnya dibentuk Negara Indonesia yang meliputi daerah Indonesia yang menjadi dukungan Bangsa Indonesia yang bersatu.
Keterangan Muhammad Yamin di atas semakin membuktikan, bahwa seloka Bhinneka Tunggal Ika yang menurut keterangan Presiden Soekarno adalah masukan dari seorang ahli bahasa, maka bisa dipastikan yang dimaksudkan adalah Muhammad Yamin, hal inipun dikuatkan ketika terminologi Pancasila dinyatakan oleh Presiden Soekarno, juga atas usulan ahli bahasa,"Namanya bukan Panca Darma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Panca Sila, Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi", maka yang dimaksudkan oleh Soekarno dengan teman kita seorang ahli bahasa itu tidak lain adalah Muhammad Yamin.
Jadi tegaslah, bahwa ajaran Panca Sila itu benar-benar suatu sistem falsafah untuk mempersatukan berbagai aliran, dan diatasnya dibentuk Negara Indonesia yang meliputi daerah Indonesia yang menjadi dukungan Bangsa Indonesia yang bersatu.
Keterangan Muhammad Yamin di atas semakin membuktikan, bahwa seloka Bhinneka Tunggal Ika yang menurut keterangan Presiden Soekarno adalah masukan dari seorang ahli bahasa, maka bisa dipastikan yang dimaksudkan adalah Muhammad Yamin, hal inipun dikuatkan ketika terminologi Pancasila dinyatakan oleh Presiden Soekarno, juga atas usulan ahli bahasa,"Namanya bukan Panca Darma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Panca Sila, Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi", maka yang dimaksudkan oleh Soekarno dengan teman kita seorang ahli bahasa itu tidak lain adalah Muhammad Yamin.
Quote:
Apa sebenarnya seloka Bhinneka Tunggal Ika dalam konsep lambang negara dan apakah seperti yang dipahami saat ini, yaitu berbeda-beda tetapi satu jua, transkrip Sultan Hamid II , 15 April 1967 menjawab perspektif tentang Bhinneka Tunggal Ika itu secara jelas
Quote:
Quote:
"……ternjata masih ada keberatan dari beliau, jakni bentuk tjakar kaki jang mentjekram seloka Bhinneka Tunggal Ika dari arah belakang sepertinja terbalik, saja mentjoba mendjelaskan kepada Paduka Jang Mulia, memang begitu burung terbang membawa sesuatu seperti keadaan alamiahnja, tetapi menurut Paduka Jang Mulia Seloka ini adalah hal jang sangat prinsip, karena memang sedjak semula merupakan usulan beliau sebagai ganti rentjana pita merah putih jang menurut beliau sudah terwakili pada warna perisai, selandjutnja meminta saja untuk mengubah bagian tjakar kaki mendjadi mentjekram pita/mendjadi kearah depan pita agar tidak "terbalik" dengan alasan ini berkaitan dengan prinsip "djatidiri" bangsa Indonesia, karena merupakan perpaduan antara pandangan "federalis" dan pandangan "kesatuan" dalam negara RIS, mengertilah saja pesan filosofis Paduka Jang Mulia itu, djadi djika "bhinneka" jang ditondjolkan itu maknanja perbedaan jang menondjol dan djika "keikaan" jang ditondjolkan itulah kesatuan republik jang menondjol, djadi keduanja harus disatukan, karena ini lambang negara RIS jang didalamnja merupakan perpaduan antara pandangan "federalis" dan pandangan "kesatuan" haruslah dipegang teguh sebagai "djatidiri" dan prinsip berbeda-beda pandangan tapi satu djua, "e pluribus unum".
Berdasarkan transkrip Sultan Hamid II di atas, bahwa masuknya seloka Bhinneka Tunggal Ika pada pita yang dicengkram cakar Elang Rajawali Garuda Pancasila adalah sebuah sinergisitas atau perpaduan terhadap pandangan kenegaraan ketika itu, yaitu antara paham federalis (kebhinnekaan) dengan paham kesatuan/Unitaris (Tunggal), sebagaimana kita ketahui Sultan Hamid II adalah tokoh berpandangan federalisme yang mengutamakan prinsip keragaman dalam persatuan, sedangkan Soekarno adalah tokoh berpandangan unitaris yang mengutamakan prinsip persatuan dalam keragaman, hal ini memberikan makna secara semiotika hukum, bahwa pembacaan Bhinneka Tunggal Ika yang tepat seharusnya adalah keragaman dalam persatuan dan persatuan dalam keragaman, karena kata Bhinneka artinya keragaman, sedangkan Tunggal artinya satu, dan Ika artinya itu, maknanya yang beragam-ragam satu itu dan yang satu itu beragam-ragam, apakah yang satu itu, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bukankah sebuah paham multikulturisme modern dan itulah jati diri bangsa Indonesia serta salah satu pilar kebangsaan Indonesia yang bernama Bhinneka Tunggal Ika.
Menelusuri sejarah terbentuknya RIS 1949 dalam kaitannya dengan lambang negara Elang Rajawali Garuda Pancasila bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan menjadi Lambang Negara RIS, pada tanggal 11 Februari 1950 memberikan penegasan, bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah merupakan frase jati diri kebangsaan Indonesia yang tepat untuk menyatukan dua paham kenegaraan ketika itu.
Menelusuri sejarah terbentuknya RIS 1949 dalam kaitannya dengan lambang negara Elang Rajawali Garuda Pancasila bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan menjadi Lambang Negara RIS, pada tanggal 11 Februari 1950 memberikan penegasan, bahwa Bhinneka Tunggal Ika adalah merupakan frase jati diri kebangsaan Indonesia yang tepat untuk menyatukan dua paham kenegaraan ketika itu.
Spoiler for SUMBER:
Sebelumnya Saya Ucapkan Terima kasih kepada Agan pecintasejarahatas threadnya yang berjudul Sejarah Dan Makna Semboyan Bhinneka Tunggal Ika/Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma untuk referensi dalam pembuatan thread ini.
SUMBER 1
SUMBER 2
SUMBER 3
SUMBER 1
SUMBER 2
SUMBER 3
Diubah oleh yokono 02-02-2014 09:56
0
151.7K
Kutip
24
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan