Setelah ane searching forum kita yang tercinta ini, ternyata belum ada yang membahas mengenai buku karangannya Pak Nas mengenai Pokok-pokok Gerilya.
Kebetulan ane punya bukunya. Jika ingin mengetahui isi buku lebih lengkap, bisa membelinya di toko buku terdekat. Bukunya ternyata dijual bebas.
, Jenderal Besar DR. A.H. Nasution, penyunting Kol. Caj. Dra. Nasikhah M., A. Yogaswara, Cet. I - Yogyakarta, Penerbit : NARASI.
Isi buku ane sadur sesuai dengan kesanggupan ane mengetik.
Semoga bisa menjadi referensi bagi kita semua mengenai tulisan Pak Nas mengenai perang gerilya.
POKOK-POKOK GERILYA
I.POKOK-POKOK GERILYA
1. Peperangan abad ini adalah perang rakyat semesta
Dalam peperangan bukan hanya kedua belah pihak angkatan bersenjata yang berperang. Peperangan telah menjadi lebih luas dan lebih dalam, antara lain pula karena kemajuan teknik. Peperangan dewasa ini meminta sifat yang semesta, seantero rakyat baik harta dan tenaganya tersedia untuk diolah, untuk mencapai kemenangan. Semua sumber-sumber yang tersedia harus dipergunakan. Untuk mengalahkan bangsa lawan, bukan saja harus dibinasakan angkatan bersenjatanya, melainkan harus demikian pula semua susunan dan lembaga politik dan sosial ekonominya. Perang dewasa ini, bergolak sekaligus di sektor militer, politik, psikologis, dan sosial-ekonomis. Maka sifat serangan adalah semesta, demikian pula yang diserang menggunakan pertahanan rakyat semesta.
Angkatan bersenjata tidak dapat menyelamatkan kemenangan perang jika front politik, ekonomi, sosial dan psikologis tidak cukup kuat buat menunjangnya dan mengimbangi malah melebihi musuh. Maka pimpinan perang bukan cuma pimpinan militer, melainkan pimpinan pergolakan rakyat yang total. Akan tetapi janglah disalahartikan, bahwa perang itu tidak lagi ditentukan oleh hasil pertarungan kedua angkatan bersenjata. Sesungguhnya kekalahan musuh baru terjadi, kalau angkatan perangnya kalah. Akan tetapi buat kemenangan angkatan perang itu adalah syarat mutlak keteguhan front politik, psikologis, sosial dan ekonomis. Maka seantero lapangan kehidupan rakyat turut dalam pergolakan, dalam hubungan perang yang semesta.
Usaha perang bukanlah cuma usaha angkatan perang saja, melainkan telah menjadi usaha rakyat semesta dipelbagai sektor kehidupannya, yang masing-masing ikut serta dalam usaha yang seluruhnya, yang tak dapat lalai melalaikan lagi. Maka si penyerang mengadakan perang kilat untuk memecah-mecah organisasi lawan, sebelum ia mampu mengerahkan segenap tenaga dan harta rakyatnya buat pertahanan yang semesta. Maka negara-negara yang melalaikan persiapan-persiapan perangnya, adalah yang menjadi mangsa perang yang demikian, sehingga terlambat membangkitkan pertahanan rakyat semestanya. Ini adalah suatu bahaya bagi negara-negara demokrasi, yang dengan sendirinya lazim menjadi yang terserang sehingga ia ketinggalan waktu dalam pengerahan pertahanannya.
Maka dalam perang kemerdekaan Indonesia yang kita alami sendiri Belanda telah melancarkan serangan semesta pula terhadap Republik dan kita telah membalasnya dengan perlawanan rakyat yang semesta. Belanda telah mengolah maksimum kemampuan perang dari rakyatnya yang 10 juta, dan mengerahkan suatu angkatan perang seperti belum pernah sebelumnya. Belanda telah mengadakan ganti-mengganti dan bareng-membarengi ofensif politik, ofensif psikologis, ofensif militer, dan ofensif ekonomi.
Gerakan politiknya menghasilkan kota-kota di Jawa dan Sumatera dengan gencatan senjata serta “Linggarjati” 1947, yang memberi tempo dan ruangan buat mendatangkan dan menyusun tentara penyerbuannya. Gerakan militernya yang pertama membulatkan daerah-daerah tiap suku bangsa untuk menjadi negara-negara bagian buat pengepungan dan pengecilan arti Republik, sambil merebut daerah-daerah padi, daerah-daerah perkebunan, pelabuhan-pelabuhan, dan perhubungan-perhubungan. Gerakan politik “Renville” menghasilkan pengosongan kantong-kantong yang tak dapat dicapai oleh aksi militernya. Gerakan psikologis terus memecah-mecah front dalam negeri kita dengan pertengkaran dan provokasi yang tak habis-habisnya. Blokadenya melaparkan dan mengeringkan daerah-daerah Republik.
Maka kita pun pada pokoknya telah mengolah pertahanan rakyat semesta, walaupun tidak serapi cara lawan kita yang mempunyai organisasi yang jitu. Banyak kekurangan kita karena tiadanya koordinasi militer dan politik, tiadanya ketegasan siasat, sehingga musuh dapat kesempatan untuk mengalahkan kita sektor demi sektor dan taraf demi taraf, walaupun pada permulaannya posisi kita, baik politik dan militer, maupun psikologis, dan sosial-ekonomis, jauh lebih kuat, karena semua syarat ada pada kita. Belanda dapat masuk hanya dengan membonceng pada Inggris-Australia dan mula-mula hanya dapat berkuasa dalam kamp-kamp kawat berduri, sedangkan revolusi rakyat telah menguasai de facto hampir seluruh Indonesia, dan senjata-senjata Jepang yang kita rebut cukup buat beberapa divisi, sambil semua alat-alat produksi kita kuasai.
Maka dengan demikian pada umumnya pertahanan rakyat semesta kita itu adalah baru pada semboyan saja, belumlahh suatu usaha yang nyata. Demikian pula pertahanan rakyat semesta kita itu bukanlah keistimewaan kita, karena lawan kita pun dan lain-lain bangsa berbuat demikian, bangsa yang kecil maupun bangsa yang besar, yang berkehendak hati untuk menyelematkan kemerdekaan dan kedaulatannya terhadap lawan yang melanggar.
Rakyatlah yang berperang, dan bukan cuma angkatan bersenjata. Rakyatlah yang memaklumkan perang dan menentukan damai dan yang melahirkan angkatan bersenjatanya. Kaum militer haruslah senantiasa mengingat akan hal ini, ia adalah ujung tombak dari rakyat itu, yang diarahkan oleh rakyat itu pula.
Maka karena itu pulalah tentara-tentara di masa ini adalah tentara rakyat belaka, yakni bukan lagi suatu kaum yang terpisah dan tersendiri. Rakyat sendiri berlatih dan dari rakyat itu sendiri dikeluarkan dan diutuslah putra-putra buat memanggul senjata, kalau rakyat itu menggap perlu untuk berperang. Kepada rakyat itulah putra-putra itu kembali, jika perang selesai. Rakyat memobilisir putra-putranya untuk bertempur, rakyat kemudian mendemobilisir, memulihkannya lagi sehabis perang.
Buat ketertibannya oleh rakyat itu diatur milisi, dengan kewajiban milisi. Dan dalam kesemestaan perang itu diadakan pula kewajiban berlatih, buat lain lapangan juga kewajiban sipil dan pelbagai keharusan yang khusus.