- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kendal Vs Surabaya


TS
banpresto
Kendal Vs Surabaya
Spoiler for Kendal:
Bupati Widya Nilai PSK adalah Pahlawan Keluarga
KENDAL, KOMPAS.com — Pekerja seks komersial adalah pahlawan keluarga karena mereka umumnya bekerja untuk menghidupi keluarga. Dalam kondisi itu, tidak manusiawi jika tempat pramuriaan ditutup.
“Selain tidak manusiawi, dengan ditutupnya lokalisasi akan menimbulkan persoalan baru, yaitu menambah kemiskinan dan merebaknya penyakit kelamin. Pasalnya, kemungkinan para PSK itu akan mangkal di jalan-jalan bila lokalisasi ditutup,” kata Bupati Kendal, Jawa Tengah, Widya Kandi Susanti, Kamis (23/1/2014).
Widya menjelaskan, menutup lokalisasi pramuriaan adalah hal mudah. Hanya diperlukan persetujuan DPRD dan berkoordinasi dengan Polres dan Satpol PP. Namun, dampak dari penutupan tersebut sangat sulit diatasi.
“Bisa saja menutup tempat pramuriaan, tapi PSK-nya harus diberi pekerjaan dulu,” tegas Bupati.
Widya mengatakan, kerap ditemui bahwa para pramuria yang telah dibekali keterampilan menjahit dan pulang ke kampung halaman, tiga bulan kemudian kembali ke lokalisasi. Alasannya, saat menjadi penjahit, mereka kesulitan mencari pelanggan.
Sementara pada saat yang sama, mereka harus tetap menghidupi anak-anaknya. “Pernah saya tanya kepada para PSK. Kenapa kembali ke lokalisasi? PSK itu menjawab karena kesulitan mencari pelanggan. Sementara kalau dia menjadi PSK, sehari bisa mendapat lima pelanggan,” tambahnya dengan tawa kecil.
Untuk itulah, ujar Widya, dia berencana akan mengganti slogan "Kendal Beribadat" menjadi "Kendal Hebat". Slogan "Kendal Beribadat" sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Kendal.
“Beribadat mempunyai arti yang positif. Sementara di Kabupaten Kendal masih ada beberapa tempat pramuriaan besar dan juga banyak pengguna narkoba. Kalau nanti slogannya diganti dengan 'Kendal Hebat', bisa memotivasi orang Kendal untuk bisa menjadi orang hebat. Sebab, orang hebat bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak,” cetusnya.
Spoiler for Surabaya:
Tri Rismaharini Rela Mati Demi Tutup LokalisasiMetrotvnews.com, Jakarta: Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan bahwa perlahan namun pasti, lokalisasi prostitusi di kotanya akan ditutup semua.
"Di kita lokalisasi ada lima, saya sudah tutup tiga," katanya seusai menjadi pembicara Series Seminar bertajuk Indonesia Menjawab Tantangan: Kepemimpinan Menjadi Bangsa Pemenang yang digagas Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta, Jumat (29/11).
Di penghujung tahun nanti, menurutnya satu lokalisasi lainnya akan ditutup. Lalu terakhir, pihaknya menargetkan pertengahan 2014 nanti lokalisasi terbesar di Surabaya yakni Dolly, sudah ditutup pula.
Meski diakui bahwa banyak demo dan desakan dari berbagai pihak, bahkan dari Jakarta, agar mengurungkan niat penutupan lokalisasi, perempuan yang akrab dipanggil Risma itu menegaskan takkan gentar. "Saya rela mati demi ini," tandasnya yakin.
Keteguhan itu tidak terlepas dari alasan awal keinginannya menutup lokalisasi. Risma bercerita bahwa dulu saat banyak kalangan, terutama kiai, yang memintanya menutup kawasan prostitusi, dialah yang justru tidak yakin mampu. "Kalau saya tutup saat itu, saya belum bisa kasih makan," kisahnya.
Bila demikian, dia meyakini penutupan justru akan menimbulkan masalah baru karena para pekerja seks komersial boleh jadi justru membuka kawasan prostitusi di mana-mana.
Alasan lainnya kenapa dulu ia tidak begitu berkeras untuk menutup lokalisasi, adalah terkait tanggung jawab. "Saya nggak pernah buka kok saya harus nutup," katanya jenaka.
Namun kemudian pandangan itu berangsur berubah sejak dia menyadari bahwa banyak korban perdagangan manusia (human trafficking) banyak terjerumus ke lokalisasi. Keberadaan para korban itu di sana, tentu saja bukan karena kehendak mereka sendiri.
Tetapi kalau berbicara puncak munculnya keyakinan memberangus lokalisasi prostitusi, Risma mengungkap itu tidak terlepas dari perkenalannya dengan seorang pekerja seks komersial yang masih menjajakan tubuhnya walaupun sudah berusia 62 tahun. Suatu kali saat berkeliling ke lokalisasi dan menemui perempuan itu, Risma mengaku heran mengapa nenek itu masih menjadi PSK.
Dia lantas bertanya, "Memang siapa yang sih yang mau (menggunakan jasanya yang sudah tua)?" Jawaban perempuan itu kemudian membuatnya tercengang. "Anak SMP/SMA yang cuma punya seribu dua ribu juga saya layani," katanya mengulangi kalimat PSK tersebut.
Bagi Risma, hal itu persoalan besar. Dia tidak rela membiarkan lebih banyak ada anak-anak muda di kotanya menjadi korban karena menikmati prostitusi di lokalisasi. Lagi-lagi dia menegaskan, "Saya rela mati demi ini." (Hera Khaerani)
"Di kita lokalisasi ada lima, saya sudah tutup tiga," katanya seusai menjadi pembicara Series Seminar bertajuk Indonesia Menjawab Tantangan: Kepemimpinan Menjadi Bangsa Pemenang yang digagas Dewan Guru Besar Universitas Indonesia, di Salemba, Jakarta, Jumat (29/11).
Di penghujung tahun nanti, menurutnya satu lokalisasi lainnya akan ditutup. Lalu terakhir, pihaknya menargetkan pertengahan 2014 nanti lokalisasi terbesar di Surabaya yakni Dolly, sudah ditutup pula.
Meski diakui bahwa banyak demo dan desakan dari berbagai pihak, bahkan dari Jakarta, agar mengurungkan niat penutupan lokalisasi, perempuan yang akrab dipanggil Risma itu menegaskan takkan gentar. "Saya rela mati demi ini," tandasnya yakin.
Keteguhan itu tidak terlepas dari alasan awal keinginannya menutup lokalisasi. Risma bercerita bahwa dulu saat banyak kalangan, terutama kiai, yang memintanya menutup kawasan prostitusi, dialah yang justru tidak yakin mampu. "Kalau saya tutup saat itu, saya belum bisa kasih makan," kisahnya.
Bila demikian, dia meyakini penutupan justru akan menimbulkan masalah baru karena para pekerja seks komersial boleh jadi justru membuka kawasan prostitusi di mana-mana.
Alasan lainnya kenapa dulu ia tidak begitu berkeras untuk menutup lokalisasi, adalah terkait tanggung jawab. "Saya nggak pernah buka kok saya harus nutup," katanya jenaka.
Namun kemudian pandangan itu berangsur berubah sejak dia menyadari bahwa banyak korban perdagangan manusia (human trafficking) banyak terjerumus ke lokalisasi. Keberadaan para korban itu di sana, tentu saja bukan karena kehendak mereka sendiri.
Tetapi kalau berbicara puncak munculnya keyakinan memberangus lokalisasi prostitusi, Risma mengungkap itu tidak terlepas dari perkenalannya dengan seorang pekerja seks komersial yang masih menjajakan tubuhnya walaupun sudah berusia 62 tahun. Suatu kali saat berkeliling ke lokalisasi dan menemui perempuan itu, Risma mengaku heran mengapa nenek itu masih menjadi PSK.
Dia lantas bertanya, "Memang siapa yang sih yang mau (menggunakan jasanya yang sudah tua)?" Jawaban perempuan itu kemudian membuatnya tercengang. "Anak SMP/SMA yang cuma punya seribu dua ribu juga saya layani," katanya mengulangi kalimat PSK tersebut.
Bagi Risma, hal itu persoalan besar. Dia tidak rela membiarkan lebih banyak ada anak-anak muda di kotanya menjadi korban karena menikmati prostitusi di lokalisasi. Lagi-lagi dia menegaskan, "Saya rela mati demi ini." (Hera Khaerani)
sumber :
Kendal
Surabaya



0
1.4K
Kutip
7
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan