- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
The Polaris, Shining On The Sky


TS
MovieAndMotiva
The Polaris, Shining On The Sky
Quote:
Dengan segala kerendahan hati, setelah beberapa lama sebagai SR di forum SFTH.. dan membaca kisah kisah romantic, horor, comedy, sampai kisah-kisah terlarang yang penuh adegan diatas atap rumah 
ijinkan ane menulis satu kisah diantara seribu satu kisah yang pernah ane alami, jika ada kesamaan nama, tempat, dan lain lain, silahkan hubungi kantor polisi terdekat
enjoy your seat 




Quote:
Quote:
THE POLARIS

Quote:
Quote:
~*Untuk kaka, mentor, dan seniorku yg tercinta,
Soni Simatupang, The Polaris, who will be Shining On The Sky..
this is for you from heart with love*~
Soni Simatupang, The Polaris, who will be Shining On The Sky..
this is for you from heart with love*~
Quote:
Quote:
*Gagal menjadi garam dan terang*
Hari itu malam, aku lupa jamnya dan memang aku tidak ingin ingat, namun aku ingat tanggalnya, yah 1 januari, hari kelabu itu…
kujejakkan kakiku dari mobil berwarna putih cerah, aku tak ingat namanya dan memang lagi aku tak ingin ingat
kuhabiskan tahun yang baru di perjalanan ini, melihat kaca dimana seolah aku melihat lembaran-lembaran kelam diriku, sisi gelapku, dan hujan pun tak mampu menhapusnya..
yang kuketahui, aku telah gagal menjadi garam dan terang…
mataku menerawang jauh sekeliling, mataku tak asing lagi dengan tempat ini,
5 tahun aku pergi menyelami selat, mengecap pahit dan manis getirnya hidup, kuhirup dalam udara malam ini hingga terasa di sanubari, dan ku berbisik ke hati kecil yg daritadi diam, aku dirumah

hujan kecil melengkapi malam yg sunyi, kuangkat wajahku menengadah ke langit, lalu kupejamkan mata, dan kurasakan Tuhan menyentuh wajahku lembut, sangat lembut dan Dia seolah berbisik, “Kusejukkan hatimu”
efeknya jelas, mataku mengeluarkan gelembung-gelembung air, tanpa sadar semakin deras, aku berterimakasih kepada hujan, karena mereka yang ada di sekeliling, tidak tau bahwa hatiku kelu.
kupakai lagi ransel yg kubawa dari pulau yang mengalahkanku, meremukkanku, sengaja aku tinggalkan sebagian dari diriku, yang mereka bilang masa lalu, untuk kembali lagi nanti, memperbaiki apa yang seharusnya aku perbaiki, singkat cerita aku sampai dirumah!!
Hari itu malam, aku lupa jamnya dan memang aku tidak ingin ingat, namun aku ingat tanggalnya, yah 1 januari, hari kelabu itu…
kujejakkan kakiku dari mobil berwarna putih cerah, aku tak ingat namanya dan memang lagi aku tak ingin ingat
kuhabiskan tahun yang baru di perjalanan ini, melihat kaca dimana seolah aku melihat lembaran-lembaran kelam diriku, sisi gelapku, dan hujan pun tak mampu menhapusnya..
yang kuketahui, aku telah gagal menjadi garam dan terang…
mataku menerawang jauh sekeliling, mataku tak asing lagi dengan tempat ini,
5 tahun aku pergi menyelami selat, mengecap pahit dan manis getirnya hidup, kuhirup dalam udara malam ini hingga terasa di sanubari, dan ku berbisik ke hati kecil yg daritadi diam, aku dirumah

hujan kecil melengkapi malam yg sunyi, kuangkat wajahku menengadah ke langit, lalu kupejamkan mata, dan kurasakan Tuhan menyentuh wajahku lembut, sangat lembut dan Dia seolah berbisik, “Kusejukkan hatimu”
efeknya jelas, mataku mengeluarkan gelembung-gelembung air, tanpa sadar semakin deras, aku berterimakasih kepada hujan, karena mereka yang ada di sekeliling, tidak tau bahwa hatiku kelu.
kupakai lagi ransel yg kubawa dari pulau yang mengalahkanku, meremukkanku, sengaja aku tinggalkan sebagian dari diriku, yang mereka bilang masa lalu, untuk kembali lagi nanti, memperbaiki apa yang seharusnya aku perbaiki, singkat cerita aku sampai dirumah!!
Quote:
Quote:
*pertemuan pertama, untuk pertemuan selanjutnya*
setelah melalui masa masa yang membuatku sedikit tak selera menyapa hari, mentari, hujan, dan mendung, kuputuskan untuk memberanikan diri, menatap sang mendung sore itu.
aku masih tak mengerti kenapa sang mentari enggan menunjukkan wajahnya, “ah mungkin dia tak ingin” gumamku.
Seiring dengan mendung itu, ponselku berdering,..
“Selamat sore bro” suara seorang pria, kuyakinkan lagi diriku, kulihat nama kontak nomor yg barusan meneleponku, ternyata dia yang bergaris keturunan darah denganku dari garis ibuku,
Martin, suaranya yang khas meyakinkanku.. sepupu yang hanya berjarak satu digit umur denganku.
“Bro ada waktu senggang ga?” ejeknya..
harusnya dia pasti sudah tahu, bahwa semua waktuku senggang, sialan.
“Ada apa bro?, tumben” tanyaku
”Jogging yuk, cuci mata sekalian”, benakku berkata, jogging sih ok, tapi kalau pakai embel-embel dibelakangnya, aku masih ragu, aku takut mataku menjadi katarak dan buta dengan sendirinya, aku jelas tak mau.
Tapi aku bingung, aku menemui diriku mengangguk, dan mulutku berkata
” Ok, jam berapa?, dengan siapa?” aku berharap jawaban dari pertanyaan kedua adalah “Kita berdua saja”.
Binggo, sesuai dengan harapanku, “Sore ini jam 5, kita ketemu dilapangan tengah kota itu, dan kita berdua saja” aku bersiap dan bergegas.
selang beberapa waktu kami bertemu dan berkeliling sambil berjalan pelan, serta berbincang kecil, dan mulai masuk kearah yg tak ingin aku bincangkan.
Akhirnya kami bertukar cerita di sore itu, karena kami memang sama-sama merasakan hal yang sama, sakit itu, remuk itu, kelu itu, bahkan luka batin itu, bedanya hanya cara kami di remuk dan pulang ke rumah.
Setelah nikmat meraskan peluh yang sudah keluar dari sekujur tubuh, dan berbincang atas bincangan yang sebenarnya tak ingin dibincangkan, Martin mengajakku ke sebuah tempat, tempat yang sangat menakutkan padaku, lebih dari sekedar tempat horror sekalipun, takut kali ini, berbeda.
“Bro, kita ke gerejaku yuk” gumamnya.
“ppffttt, air mineral yg barusan kutenggak berhamburan keluar”
untung saja jantungku dan organ-organ lainya tak ikut berhambur!
Jantungku berdetak kencang, kepalaku serasa dipenuhi air mineral, disertai suara ‘gerejaaaaaaaaaaaaaaaaa’ berdengung kencang.
Tak perlu kuceritakan kenapa aku beradegan konyol setelah mendengar kata gereja, biarlah hanya aku dan Tuhan yang tahu, namun lagi-lagi aku tak kuasa menolak.
setelah melalui masa masa yang membuatku sedikit tak selera menyapa hari, mentari, hujan, dan mendung, kuputuskan untuk memberanikan diri, menatap sang mendung sore itu.
aku masih tak mengerti kenapa sang mentari enggan menunjukkan wajahnya, “ah mungkin dia tak ingin” gumamku.
Seiring dengan mendung itu, ponselku berdering,..
“Selamat sore bro” suara seorang pria, kuyakinkan lagi diriku, kulihat nama kontak nomor yg barusan meneleponku, ternyata dia yang bergaris keturunan darah denganku dari garis ibuku,
Martin, suaranya yang khas meyakinkanku.. sepupu yang hanya berjarak satu digit umur denganku.
“Bro ada waktu senggang ga?” ejeknya..
harusnya dia pasti sudah tahu, bahwa semua waktuku senggang, sialan.
“Ada apa bro?, tumben” tanyaku
”Jogging yuk, cuci mata sekalian”, benakku berkata, jogging sih ok, tapi kalau pakai embel-embel dibelakangnya, aku masih ragu, aku takut mataku menjadi katarak dan buta dengan sendirinya, aku jelas tak mau.
Tapi aku bingung, aku menemui diriku mengangguk, dan mulutku berkata
” Ok, jam berapa?, dengan siapa?” aku berharap jawaban dari pertanyaan kedua adalah “Kita berdua saja”.
Binggo, sesuai dengan harapanku, “Sore ini jam 5, kita ketemu dilapangan tengah kota itu, dan kita berdua saja” aku bersiap dan bergegas.
selang beberapa waktu kami bertemu dan berkeliling sambil berjalan pelan, serta berbincang kecil, dan mulai masuk kearah yg tak ingin aku bincangkan.
Akhirnya kami bertukar cerita di sore itu, karena kami memang sama-sama merasakan hal yang sama, sakit itu, remuk itu, kelu itu, bahkan luka batin itu, bedanya hanya cara kami di remuk dan pulang ke rumah.
Setelah nikmat meraskan peluh yang sudah keluar dari sekujur tubuh, dan berbincang atas bincangan yang sebenarnya tak ingin dibincangkan, Martin mengajakku ke sebuah tempat, tempat yang sangat menakutkan padaku, lebih dari sekedar tempat horror sekalipun, takut kali ini, berbeda.
“Bro, kita ke gerejaku yuk” gumamnya.
“ppffttt, air mineral yg barusan kutenggak berhamburan keluar”
untung saja jantungku dan organ-organ lainya tak ikut berhambur!
Jantungku berdetak kencang, kepalaku serasa dipenuhi air mineral, disertai suara ‘gerejaaaaaaaaaaaaaaaaa’ berdengung kencang.
Tak perlu kuceritakan kenapa aku beradegan konyol setelah mendengar kata gereja, biarlah hanya aku dan Tuhan yang tahu, namun lagi-lagi aku tak kuasa menolak.
Quote:
Quote:
*Gereja*
Hari hampir gelap, dan kami tiba beberapa menit ditempat yang seharusnya diriku tak ingin singgah, apalagi meminum kopi atau teh dan bercanda gurau dengan orang-orang yang hidup di dalamnya membicarakan Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes … Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, serta berbagi cerita tentang hidup atau merk pakaian dalam yang aku kenakan, bagiku ini bunuh diri.
“Halo..” di sertai tawa hangat dan senyum lebar ala malaikat, sayangnya mereka tidak punya sayap dan lingkaran mahkota di kepala seperti tontonan kartun sore hari yang biasa aku tonton waktu kecil, paling tidak sedikit mirip.
“Andre..” kukenalkan nama keren itu, setidaknya ibuku berkata begitu. Efeknya jelas, beberapa gadis yang duduk disergap oleh kuatnya pesonaku, tak berhenti tersenyum, hingga aku berpikir mungkin mereka gila.
*Sore Misterius*
di gereja sore itu, sore yang misterius, kala sang gelap seolah hampir hinggap di bumi, aku bertemu dengan seorang perempuan, aku tak tau persis siapa dia, dan aku memang tak tertarik mengetahui siapa dia, yang ada di benakku adalah, dia salah seorang dari sekian banyak pelayan di gereja ini.
“Halo, dek” sapanya sambil menyalam tanganku erat.
“Halo juga ka” jawabku disertai senyum melingkar 65 derajat
yah, hanya itu percakapan yang terjadi, lebih pantas dikatakan basa-basi seharusnya.
Tampilannya yang memang sederhana membuatku enggan mengenalnya lebih dalam, maklum dia bukan tipe wanita yang kudambakan, sedikitpun tidak.
Hanya saja, sikap dan tutur kata menunjukkan bahwa dia dibesarkan oleh alam yang anggun. Bukan seperti kebanyakan perempuan yang beraliran darah Batak, yang biasa dibesarkan oleh alam yang keras, dan itu menciptakan daya tarik tersendiri yang memaksaku untuk setuju dengan kalimat yang entah siapa penulisnya, bahwa setiap anak manusia diciptakan berbeda dan memiliki kelebihannya tersendiri
.Hari hampir gelap, dan kami tiba beberapa menit ditempat yang seharusnya diriku tak ingin singgah, apalagi meminum kopi atau teh dan bercanda gurau dengan orang-orang yang hidup di dalamnya membicarakan Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes … Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes, serta berbagi cerita tentang hidup atau merk pakaian dalam yang aku kenakan, bagiku ini bunuh diri.
“Halo..” di sertai tawa hangat dan senyum lebar ala malaikat, sayangnya mereka tidak punya sayap dan lingkaran mahkota di kepala seperti tontonan kartun sore hari yang biasa aku tonton waktu kecil, paling tidak sedikit mirip.
“Andre..” kukenalkan nama keren itu, setidaknya ibuku berkata begitu. Efeknya jelas, beberapa gadis yang duduk disergap oleh kuatnya pesonaku, tak berhenti tersenyum, hingga aku berpikir mungkin mereka gila.
*Sore Misterius*
di gereja sore itu, sore yang misterius, kala sang gelap seolah hampir hinggap di bumi, aku bertemu dengan seorang perempuan, aku tak tau persis siapa dia, dan aku memang tak tertarik mengetahui siapa dia, yang ada di benakku adalah, dia salah seorang dari sekian banyak pelayan di gereja ini.
“Halo, dek” sapanya sambil menyalam tanganku erat.
“Halo juga ka” jawabku disertai senyum melingkar 65 derajat
yah, hanya itu percakapan yang terjadi, lebih pantas dikatakan basa-basi seharusnya.
Tampilannya yang memang sederhana membuatku enggan mengenalnya lebih dalam, maklum dia bukan tipe wanita yang kudambakan, sedikitpun tidak.
Hanya saja, sikap dan tutur kata menunjukkan bahwa dia dibesarkan oleh alam yang anggun. Bukan seperti kebanyakan perempuan yang beraliran darah Batak, yang biasa dibesarkan oleh alam yang keras, dan itu menciptakan daya tarik tersendiri yang memaksaku untuk setuju dengan kalimat yang entah siapa penulisnya, bahwa setiap anak manusia diciptakan berbeda dan memiliki kelebihannya tersendiri
Diubah oleh MovieAndMotiva 26-01-2014 09:58


anasabila memberi reputasi
1
1K
Kutip
1
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan