- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
HOT! Presiden SBY Tolak Menjadi Jenderal Bintang Lima


TS
priadia
HOT! Presiden SBY Tolak Menjadi Jenderal Bintang Lima
Gan, TNI ingin memberikan penghargaan Jenderal Besar (Bintang Lima) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasannya karena ia dinilai berjasa besar terhadap TNI. Nah, meski presiden telah menolaknya, masih terdapat pro-kontra, menuai perdebatan, kenapa SBY menolaknya?
Ini gan berita dari Tempo soal itu:
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak pemberian pangkat jenderal besar dari Tentara Nasional Indonesia. Ia menilai semua yang dilakukannya sebagai kepala negara kepada TNI adalah tugas dan kewajiban yang dikerjakan secara tulus tanpa mengharapkan penghargaan.
"Terus terang beliau menolak, tapi mengapresiasi apa yang disampaikan Panglima TNI," kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi di kawasan Istana Negara, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2014. Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan TNI akan memberikan gelar itu saat bicara dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri tentang persiapan pengamanan Pemilihan Umum 2014. (Baca: Alasan TNI Memberikan Pangkat Jenderal Besar)
Sudi sendiri menyatakan SBY memang telah melakukan banyak kebijakan untuk mengembangkan dan memodernkan TNI. Selama dua periode pemerintahan SBY, menurut dia, telah dilakukan peningkatan kekuatan pertahanan dan modernisasi peralatan utama sistem persenjataan.
Ia menyatakan SBY telah membaca perkembangan situasi keamanan yang akan semakin berat dalam tahun-tahun mendatang. Atas alasan ini, SBY diklaim memang mempersiapkan TNI agar bersama presiden berikutnya dapat menjaga keutuhan Indonesia.
"Presiden mengatakan tidak diperlukan penghargaan seperti itu. Cukup lama TNI kita tak terbangun dan tak termodernisasi alutsistanya, sudah usang. Sekaranglah waktunya, ketika ekonomi kita memungkinkan."
Moeldoko dalam sambutan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian memang mengungkapkan adanya rencana memberikan gelar jenderal bintang lima kepada SBY. Gelar jenderal besar sendiri hingga saat ini baru diberikan pada tiga orang, yaitu mantan Presiden Soeharto, A.H. Nasution, dan Sudirman.(SUMBER)
ALASAN SEBENARNYA IA MENOLAK KENAPA?
Saya sendiri bertanya-tanya juga gan, apakah alasan penolakan SBY itu benar seperti dijelaskan Mensesneg. Maka saya mencoba tuliskan, kira-kira kenapa? Artikel ini juga saya publish DI SINI:
Satu di antara berita paling menarik memasuki pekan kedua Januari 2014 adalah: TNI berencana memberikan gelar “Jenderal Besar” kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Wacana tersebut disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kamis (9/1). Ada apa di balik rencana itu? Bagaimana dengan kelayakan penganugerahan gelar tersebut kepada sang presiden? menjadi pertanyaan yang mungkin akan terbetik di kepala banyak orang. Itu juga yang pertanyaan yang berkelebat di pikiran saya.
Menyimak alasan yang disampaikan oleh Jenderal Moeldoko, alasan TNI berkeinginan memberikan bintang lima kepada SBY adalah semangatnya yang dinilai kuat untuk membangun TNI yang andal. Sebuah alasan yang jika ingin dibenarkan, memang akan terlihat benar. Terlebih karena itu memang kapasitas mereka untuk melakukan itu.
Rencana itu tidak begitu saja diterima oleh sang presiden. Melalui Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, SBY menyampaikan penolakan terhadap penobatan dirinya sebagai salah satu Jenderal Besar di Indonesia. SBY pun punya alasan bahwa semua yang ia lakukan sebagai kepala negara kepada TNI sudah menjadi tugas dan kewajibannya. Ditegaskannya, itu semua dikerjakan secara tulus, tanpa sama sekali mengharapkan penghargaan.
Jauh sebelum wacana ini berembus, negeri ini memang telah memiliki tiga sosok berlatar belakang militer yang mendapatkan gelar “Jenderal Besar”: Jenderal Sudirman, Abdul Haris Nasution, dan Soeharto pada Oktober 1997. Gelar yang di satu sisi kurang mengenakkan bagi Soeharto, pasalnya di tahun setelah itu ia justru harus lengser, tak bisa lagi menikmati empuknya kursi dan mewahnya istana kepresidenan.
Maka itu, penolakan SBY pun tidak begitu saja membuat tanda tanya lantas berhenti. Dengan setengah bercanda, akan ada saja yang mengatakan, jangan-jangan presiden menolak karena tak ingin mengalami seperti Soeharto: pernah punya pengaruh kuat, tapi cacat setelah melepaskan kekuasaannya. Tapi ini jelas hanya canda saja, karena sama sekali tidak terdapat korelasi logis antara gelar yang didapatkan dengan nasib di akhir kekuasaan.
Penolakan itu memang di satu sisi sangat mengesankan betapa rendah hatinya presiden negeri ini. Tapi pada saat yang sama tangan kanan presiden, Sudi Silalahi memamerkan andil SBY terhadap TNI. Menurutnya, dalam dua periode pemerintahannya, Presiden SBY telah melakukan peningkatan kekuatan pertahanan. Selain juga memodernisasi peralatan utama sistem persenjataan. Pernyataan yang, semoga saya salah, lebih terdengar sebagai pujian sang presiden kepada dirinya sendiri.
Di sisi lain, penolakan itu bisa jadi karena sang presiden mengetahui persis pantas tidaknya untuk ia menerima anugerah tersebut. Terlebih gelar Bintang Besar bukan sekadar soal kebanggaan karena telah memberi andil besar dalam dunia militer, tapi sederhananya juga terdapat banyak hal lain yang akan mengikuti di belakang itu. Ada beban moral juga yang menjadi konsekuensi andai Presiden SBY menerima penghargaan itu.Apalagi belakangan, ia menjadi bulan-bulanan di tengah arus berita yang mengait-ngaitkan lingkarannya dengan berbagai kasus korupsi.
Jika mengumpamakan sebagai bagian langkah catur, maka tentu keputusan penolakan tersebut sudah dipertimbangkan secara matang. Masalah suatu penghargaan tidak murni berdiri sendiri dan takkan dikait-kaitkan dengan hal lain, melainkan tetap akan ada efek tersendiri andai ia menerimanya dan kemudian hari mencuat sesuatu yang menodai namanya sebagai peraih gelar ini. Jika kemungkinan ini terjadi, maka TNI terkena imbas dan SBY sendiri setidaknya akan sangat merasa bersalah
Atau, boleh jadi penolakan ini karena SBY gerah. Bagaimana tidak, karena gelar Doktor Kehormatan (DR.HC) saja yang ia terima dari berbagai kampus, menuai banyak komentar yang sebagian besar justru di luar ekspektasinya. Pasalnya publik nyaris selalu menghadapkan penghargaan kepadanya dengan sudut pandang pantas atau tidak. Tak ingin kembali berkeringat karena sudut pandang seperti itu, maka menolak gelar Jenderal Besar akan dirasa lebih aman. Setidaknya ia bisa berpikir tenang bagaimana mengakhiri kekuasaannya ibarat terjun payung dengan mulus dan lalu mendapatkan tepuk tangan meriah setelah mendarat di tanah.
Ya, itu adalah beberapa kemungkinan di balik penolakan sang presiden atas anugerah itu. Kenapa harus melihat dari banyak sudut, toh menterinya telah menjelaskan alasan penolakan itu? Masalahnya, berapa banyak rakyat yang akan menelan begitu saja setiap penjelasan dari pejabat negeri ini.
Masih terkait hal itu, saya kira soal gelar Jenderal Besar pun bisa disandingkan dengan tradisi serupa di luar negeri. Sebab, gelar ini juga ada di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Korea Utara, Korea Selatan, dan beberapa negara lainnya, hanya dengan nama yang berbeda.
Berkaca pada Amerika, di negara ini salah satu yang pernah mendapatkan General of the Army (gelar untuk jenderal bintang lima) adalah Ulysses S. Grant. Dia adalah presiden ke-18 yang pernah memerintah “Negeri Paman Sam” itu. Ulysses berkuasa dari 4 Maret 1869 sampai 4 Maret 1877. Sepanjang kekuasaannya, presiden ini melakukan banyak hal yang diabadikan dalam sejarah Amerika Serikat.
Dia menjadi presiden yang memberikan hak yang sama kepada warga Afrika-Amerika untuk bisa memilih dan dipilih, sesuatu yang sebelum itu belum pernah terjadi. Dengan andilnya masyarakat kulit hitam Amerika bisa ambil bagian di Kongres.Di samping ia juga mengeluarkan banyak kebijakan yang mampu bertahan dalam jangka waktu lama. Tak terkecuali, Ulysses juga dinilai sebagai “Simbol Identitas Nasional” bagi masyarakat Amerika. Bagaimana dengan Presiden SBY?
Nah, bagaimana agan-agan sendiri melihat itu?
Ini gan berita dari Tempo soal itu:
Spoiler for Tolak Bintang Lima:
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak pemberian pangkat jenderal besar dari Tentara Nasional Indonesia. Ia menilai semua yang dilakukannya sebagai kepala negara kepada TNI adalah tugas dan kewajiban yang dikerjakan secara tulus tanpa mengharapkan penghargaan.
"Terus terang beliau menolak, tapi mengapresiasi apa yang disampaikan Panglima TNI," kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi di kawasan Istana Negara, Jakarta, Kamis, 9 Januari 2014. Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyatakan TNI akan memberikan gelar itu saat bicara dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri tentang persiapan pengamanan Pemilihan Umum 2014. (Baca: Alasan TNI Memberikan Pangkat Jenderal Besar)
Sudi sendiri menyatakan SBY memang telah melakukan banyak kebijakan untuk mengembangkan dan memodernkan TNI. Selama dua periode pemerintahan SBY, menurut dia, telah dilakukan peningkatan kekuatan pertahanan dan modernisasi peralatan utama sistem persenjataan.
Ia menyatakan SBY telah membaca perkembangan situasi keamanan yang akan semakin berat dalam tahun-tahun mendatang. Atas alasan ini, SBY diklaim memang mempersiapkan TNI agar bersama presiden berikutnya dapat menjaga keutuhan Indonesia.
"Presiden mengatakan tidak diperlukan penghargaan seperti itu. Cukup lama TNI kita tak terbangun dan tak termodernisasi alutsistanya, sudah usang. Sekaranglah waktunya, ketika ekonomi kita memungkinkan."
Moeldoko dalam sambutan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian memang mengungkapkan adanya rencana memberikan gelar jenderal bintang lima kepada SBY. Gelar jenderal besar sendiri hingga saat ini baru diberikan pada tiga orang, yaitu mantan Presiden Soeharto, A.H. Nasution, dan Sudirman.(SUMBER)
ALASAN SEBENARNYA IA MENOLAK KENAPA?
Spoiler for Alasan Penolakan:
Saya sendiri bertanya-tanya juga gan, apakah alasan penolakan SBY itu benar seperti dijelaskan Mensesneg. Maka saya mencoba tuliskan, kira-kira kenapa? Artikel ini juga saya publish DI SINI:
Satu di antara berita paling menarik memasuki pekan kedua Januari 2014 adalah: TNI berencana memberikan gelar “Jenderal Besar” kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Wacana tersebut disampaikan oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kamis (9/1). Ada apa di balik rencana itu? Bagaimana dengan kelayakan penganugerahan gelar tersebut kepada sang presiden? menjadi pertanyaan yang mungkin akan terbetik di kepala banyak orang. Itu juga yang pertanyaan yang berkelebat di pikiran saya.
Menyimak alasan yang disampaikan oleh Jenderal Moeldoko, alasan TNI berkeinginan memberikan bintang lima kepada SBY adalah semangatnya yang dinilai kuat untuk membangun TNI yang andal. Sebuah alasan yang jika ingin dibenarkan, memang akan terlihat benar. Terlebih karena itu memang kapasitas mereka untuk melakukan itu.
Rencana itu tidak begitu saja diterima oleh sang presiden. Melalui Menteri Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, SBY menyampaikan penolakan terhadap penobatan dirinya sebagai salah satu Jenderal Besar di Indonesia. SBY pun punya alasan bahwa semua yang ia lakukan sebagai kepala negara kepada TNI sudah menjadi tugas dan kewajibannya. Ditegaskannya, itu semua dikerjakan secara tulus, tanpa sama sekali mengharapkan penghargaan.
Jauh sebelum wacana ini berembus, negeri ini memang telah memiliki tiga sosok berlatar belakang militer yang mendapatkan gelar “Jenderal Besar”: Jenderal Sudirman, Abdul Haris Nasution, dan Soeharto pada Oktober 1997. Gelar yang di satu sisi kurang mengenakkan bagi Soeharto, pasalnya di tahun setelah itu ia justru harus lengser, tak bisa lagi menikmati empuknya kursi dan mewahnya istana kepresidenan.
Maka itu, penolakan SBY pun tidak begitu saja membuat tanda tanya lantas berhenti. Dengan setengah bercanda, akan ada saja yang mengatakan, jangan-jangan presiden menolak karena tak ingin mengalami seperti Soeharto: pernah punya pengaruh kuat, tapi cacat setelah melepaskan kekuasaannya. Tapi ini jelas hanya canda saja, karena sama sekali tidak terdapat korelasi logis antara gelar yang didapatkan dengan nasib di akhir kekuasaan.
Penolakan itu memang di satu sisi sangat mengesankan betapa rendah hatinya presiden negeri ini. Tapi pada saat yang sama tangan kanan presiden, Sudi Silalahi memamerkan andil SBY terhadap TNI. Menurutnya, dalam dua periode pemerintahannya, Presiden SBY telah melakukan peningkatan kekuatan pertahanan. Selain juga memodernisasi peralatan utama sistem persenjataan. Pernyataan yang, semoga saya salah, lebih terdengar sebagai pujian sang presiden kepada dirinya sendiri.
Di sisi lain, penolakan itu bisa jadi karena sang presiden mengetahui persis pantas tidaknya untuk ia menerima anugerah tersebut. Terlebih gelar Bintang Besar bukan sekadar soal kebanggaan karena telah memberi andil besar dalam dunia militer, tapi sederhananya juga terdapat banyak hal lain yang akan mengikuti di belakang itu. Ada beban moral juga yang menjadi konsekuensi andai Presiden SBY menerima penghargaan itu.Apalagi belakangan, ia menjadi bulan-bulanan di tengah arus berita yang mengait-ngaitkan lingkarannya dengan berbagai kasus korupsi.
Jika mengumpamakan sebagai bagian langkah catur, maka tentu keputusan penolakan tersebut sudah dipertimbangkan secara matang. Masalah suatu penghargaan tidak murni berdiri sendiri dan takkan dikait-kaitkan dengan hal lain, melainkan tetap akan ada efek tersendiri andai ia menerimanya dan kemudian hari mencuat sesuatu yang menodai namanya sebagai peraih gelar ini. Jika kemungkinan ini terjadi, maka TNI terkena imbas dan SBY sendiri setidaknya akan sangat merasa bersalah
Atau, boleh jadi penolakan ini karena SBY gerah. Bagaimana tidak, karena gelar Doktor Kehormatan (DR.HC) saja yang ia terima dari berbagai kampus, menuai banyak komentar yang sebagian besar justru di luar ekspektasinya. Pasalnya publik nyaris selalu menghadapkan penghargaan kepadanya dengan sudut pandang pantas atau tidak. Tak ingin kembali berkeringat karena sudut pandang seperti itu, maka menolak gelar Jenderal Besar akan dirasa lebih aman. Setidaknya ia bisa berpikir tenang bagaimana mengakhiri kekuasaannya ibarat terjun payung dengan mulus dan lalu mendapatkan tepuk tangan meriah setelah mendarat di tanah.
Ya, itu adalah beberapa kemungkinan di balik penolakan sang presiden atas anugerah itu. Kenapa harus melihat dari banyak sudut, toh menterinya telah menjelaskan alasan penolakan itu? Masalahnya, berapa banyak rakyat yang akan menelan begitu saja setiap penjelasan dari pejabat negeri ini.
Masih terkait hal itu, saya kira soal gelar Jenderal Besar pun bisa disandingkan dengan tradisi serupa di luar negeri. Sebab, gelar ini juga ada di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Korea Utara, Korea Selatan, dan beberapa negara lainnya, hanya dengan nama yang berbeda.
Berkaca pada Amerika, di negara ini salah satu yang pernah mendapatkan General of the Army (gelar untuk jenderal bintang lima) adalah Ulysses S. Grant. Dia adalah presiden ke-18 yang pernah memerintah “Negeri Paman Sam” itu. Ulysses berkuasa dari 4 Maret 1869 sampai 4 Maret 1877. Sepanjang kekuasaannya, presiden ini melakukan banyak hal yang diabadikan dalam sejarah Amerika Serikat.
Dia menjadi presiden yang memberikan hak yang sama kepada warga Afrika-Amerika untuk bisa memilih dan dipilih, sesuatu yang sebelum itu belum pernah terjadi. Dengan andilnya masyarakat kulit hitam Amerika bisa ambil bagian di Kongres.Di samping ia juga mengeluarkan banyak kebijakan yang mampu bertahan dalam jangka waktu lama. Tak terkecuali, Ulysses juga dinilai sebagai “Simbol Identitas Nasional” bagi masyarakat Amerika. Bagaimana dengan Presiden SBY?
Nah, bagaimana agan-agan sendiri melihat itu?
Diubah oleh priadia 10-01-2014 05:12
0
2.7K
Kutip
22
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan