Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tazbhyAvatar border
TS
tazbhy
Bahaya Dibalik Keindahan Kembang Api, Perayaan Tahun Baru
Pada beberapa perayaan di dunia ini, manusia dapat mewujudkan kegembiraannya dengan bermacam cara. Salah satunya adalah pesta kembang api yang tentu meriah dan heboh. Hal ini dengan nyata dapat disaksikan pada acara-acara seperti menyambut Tahun Baru, pembukaan Sea Games, perayaan hari kemerdekaan bahkan pada peresmian hotel atau gedung baru. Keindahan warna-warni kembang api yang memenuhi langit dengan aneka bentuk yang mempesona dapat menjadi hiburan tersendiri dalam sebuah perayaan.

Namun dalam proses pewujudan kegembiaraan dalam suatu perayaan, manusia seringkali tidak memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap orang lain ataupun lingkungan. Misalnya pada acara pesta Kembang Api yang selalu diawali oleh dentuman-dentuman dan bunyi desisan yang keras, kerap kali membuat orang lain takut atau terganggu bahkan sakit. Bukan hanya manusia, kadang hewanpun lari ketakutan. Kembang api bila jatuh pada benda yang mudah terbakar dapat mengakibatkan kebakaran. Kembang api pun mempunyai kontribusi bagi gangguan kesehatan, polusi udara dan perubahan iklim.
Spoiler for image:

Spoiler for image:


Spoiler for Kandungan Kembang api:

Percikan api yang keluar lebih cepat dibandingkan suara ledakannya. Saat menyulut kembang api kecepatan cahayanya lebih cepat 1 juta kali dibandingkan dengan kecepatan suara. Artinya, diperlukan 3 detik untuk mendengar suara ledakannya setelah melihat percikan cahayanya dalam jarak tembak 1 kilometer dari permukaan tanah.


Adapun yang memberi warna pada cahaya kembang api adalah atom. Beberapa jenis atom (dalam bentuk senyawa kimia masing-masing) yang digunakan untuk membuat warna-warna dalam kembang api, merah didapat dari stronsium (paling sering dipakai) untuk membuat cahaya berwarna crimson (merah tua keunguan), kalsium untuk membuat warna merah kekuningan, lithium untuk membuat warna kuning hijau terang. Hijau didapat dari barium (paling sering dipakai) untuk membuat warna hijau kekuningan, tembaga untuk membuat warna hijau zamrud, telurium untuk membuat warna hijau rumput, thalium untuk membuat warna hijau kebiruan, seng untuk membuat hijau keputihan. Biru didapat dari tembaga (paling sering dipakai) untuk membuat warna azure (biru langit cerah), arsenikum untuk membuat warna biru muda, timbal untuk membuat warna biru muda, selium juga digunakan untuk membuat warna biru muda. Ungu didapat dari cesium untuk membuat warna ungu kebiruan, kalium untuk membuat warna ungu kemerahan, dan rubidium untuk membuat warna ungu.


Melihat berbagai bahan kimia yang menjadi campuran dalam pembuatan kembang api, tentu menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan. Asap dan debu kembang api mengandung sisa-sisa logam berat dan senyawa-senyawa kimia yang beracun dan membahayakan kesehatan . Senyawa-senyawa tembaga yang dipakai untuk menghasilkan warna biru dapat menghasilkan dioxin dapat menyebabkan kanker. Tingkat toksisitas residu kembang api juga ditentukan oleh banyaknya bubuk mesiu yang digunakan, jenis oxidizer, warna yang dihasilkan dan metode peluncuran kembang api. Kembang api juga mengandung senyawa perklorat yang sangat mudah larut dalam air. Bahkan dalam konsentrasi yang sangat rendah disuplai air minum, perklorat dapat menghambat pengambilan iodine oleh kelenjar tiroid. Penggunaan kembang api juga dapat meninggalkan sampah padat dari sisa-sisa penyalaan kembang api, baik yang mudah maupun yang sukar terurai. Sampah padat ini akan mengotori perairan maupun tanah/daratan tempat serpihan- serpihan tersebut jatuh. Kembang api juga berkontribusi terhadap terjadinya hujan asam.





Alison Tomlin dan rekan-rekannya di Universitas Leeds pernah mengukur partikel-partikel yang dihasilkan dari perayaan api unggun dan kembang api. Dengan memasukkan data yang mereka peroleh ke sebuah model sederhana mereka menemukan bahwa pada puncak perayaan tersebut, udara berjelaga yang dihasilkan mengandung sekitar 10 kilio lebih banyak partikel dibanding keadaan normal di siang hari. Tomlin menunjukkan bahwa pembakaran tidak sempurna akibat api unggun dan kembang api yang terbuka bisa mengarah pada peningkatan jumlah partikel berjelaga diatas konsentrasi sehari-hari di perkotaan. Imbas partikel-partikel ini terhadap kesehatan manusia dan lingkungan tergantung pada ukuran dan kandungan kimianya.


Partikel-partikel dalam penelitian ini cenderung lebih besar dibanding yang berasal dari emisi kendaraan tetapi lebih kecil untuk menyebabkan masalah kesehatan seperti penyakit pernafasan dan kardiovaskuler. Disamping itu partikel-partikel ini memiliki imbas yang lebih besar terhadap iklim karena masa tinggalnya di atmosfir lebih lama.


William Menhaut, seorang spesialis dibidang efek pembakaran biomassa terhadap lingkungan dari Universitas Ghent di Belgia, mengatakan bahwa temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa Tomlin dan kawan-kawan mampu memodelkan partikel-partikel selama pertunjukan kembang api dan api unggun dengan menggunakan sebuah model pemrosesan aerosol sederhana. Selanjutnya Tomlin berencana untuk menyelidiki lebih jauh emisi-emisi dari sumber biomassa dan membandingkannya dengan sumber-sumber lain seperti kendaraan.


“Tantangan sesungguhnya adalah menentukan dampak dari efek-efek atmosferik seperti kondensasi dan koagulasi terhadap keadaan dan distribusi ukuran partikel-partikel pada sebuah daerah yang lebih luas. ini akan membantu menentukan dampaknya yang potensial terhadap iklim.”


Dengan mahalnya biaya kesehatan dan dalam isu dunia tentang perubahan iklim serta Pemanasan Global, apakah kita masih enggan melepaskan kebiasaan-kebiasaan lama dengan membakar kembang api?
Baca selengkapnya disini
Polling
0 suara
Bagaimana memnurut anda
0
2.1K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan