Perang Warna Partai Politik
Sumber :
Disini
Quote:
Polri minta parpol tidak perang warna di Pemilu 2014
Merdeka.com - Polri menyelenggarakan acara seminar dan forum diskusi bersama para perwakilan partai politik pagi ini. Seminar ini bertujuan untuk meminta kepada semua partisipan pemilu untuk bisa menjaga keamanan dan ketertiban saat Pemilu 2014.
Acara yang seharusnya dipandu oleh Kapolri Jenderal Pol Sutarman ini akhirnya diserahkan kepada keynote speaker yang diwakilkan oleh Kepala Lembaga Pendidikan Polri, Komjen Pol Budi Gunawan.
Menurut Budi, pada pelaksanaan pemilu sebelum-sebelumnya selalu ada perang warna antara partai politik yang bersaing. Hal tersebut bisa memicu konflik antar-parpol.
"Dari pengalaman pemilu 2004-2009, suasana jadi semakin panas. Tahun 2013 dikatakan sebagai tahun politik, diwarnai perang warna, dibeberapa daerah jadi korban pewarnaan ini," kata Budi saat menyampaikan sambutan pidatonya di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Kamis (5/12).
"Suatu kali terjadi ada pewarnaan kuning, besoknya jadi putih, merah, putih. Peran warna sebentar enggak akan nampak di mana-mana. Hal tersebut kalau enggak diatur baik akan timbulkan keresahan atau konflik. Perlu pengusutan dan pengalaman selama ini," ujarnya.
Budi berharap, melalui forum ini Polri dan para penyelenggara pemilu berharap ada komitmen bersama dalam rangka pengamanan di tahapan pemilu mendatang. Menurut Budi, Polri sudah mempunyai empat langkah strategis untuk membantu dan mendukung penyelenggaraan pemilu.
"Langkah-langkah yang sudah dilakukan Polri adalah identifikasi gangguan potensi pemilu. Yang kedua adalah mencanangkan komitmen kepada setiap anggota Polri agar netral. Ketiga melakukan koordinasi kepada pihak terkait, KPU, Bawaslu kemudian DKPP parpol dan lain-lain diseluruh wilayah Indonesia. Keempat, melakukan operasi pengamanan operasi kepolisian dalam rangka menjelang datangnya Pemilu 2014," papar jenderal polisi bintang tiga ini.
Pantauan merdeka.com di lokasi, acara yang sedianya direncanakan mulai pukul 08.00 WIB baru dibuka pada pukul 09.00 WIB. Dari perwakilan partai politik yang hadir antara lain PDIP, PAN, PPP, PKS, Golkar, PKPI. Selain itu perwakilan dari Bawaslu, KPU dan DKPP juga hadir di seminar ini.
[dan]
Bahkan Setiap Periode ada Warnanya
- Periode Kuning
Periode Kuning cukup lama memerintah negeri, yakni jamannya Orde Baru.
- Periode Hijau
Periode Hijau hanya sebentar memerintah negeri, yakni jamannya Reformasi. Kurang dari 1 periode.
- Periode Biru
Elektabilitasnya hanya 2 periode. Berikutnya degradasi. Tapi hal ini belum pasti juga.
- Periode Merah
Walaupun paling lama bercokol dalam dunia politik agaknya warna merah ini sukar muncul menjadi pemenang dari jaman orde baru sampai sekarang. Baru sekarang sekarang ini warna merah sedikit diperhatikan.
Warna dalam perpolitikan mungkin hanya di Indonesia yang terlalu banyak.
Kita mengenal warna putih seperti yang dipakai PKS, mengenal warna biru seperti yang dipakai demokrat, PAN, warna kuning yang dipakai Golkar, warna merah yang dipakai PDIP, PDI, PKP Warna Hijau seperti PPP, PKB, PBB dll.
Arti dan filosofi warna partai politik juga berbeda beda
Filosofi putih mendakan sesuatu gerakan suci, bersih dan tujuan mulia. Biru menunjukkan warna langit yakni berangan angan yang tinggi, filosofi yang luhur. Warna Hijau yang adem seperti layaknya tumbuh-tumbuhan yang cenderung mengayomi. Warna Kuning berarti menunjukkan kematangan (biasanya buah buahan atau tanaman bila sudah menguning maka siap untuk disantap, padi menguning dll). Nah warna merah ini cenderung berapi api atau mengobarkan semangat juang yang tinggi. Warna merah bisa bagus juga bisa jelek konotasinya. Seperti raport merah maka raport yang kebakaran, jelek konotasinya. Tapi bila warna merah diidentikan dengan semangat juang maka dia jawaranya.
Sebenarnya bukan warnanya yang penting, tapi orang orang yang berpenghuni dan menjalankan visi mirsi partai yang penting, sehingga sesuai dengan warna platform yang dibawakannya.
Yang kebingungan adalah percetakan. Maka semua tinta harus diisi penuh dengan berbagai macam warna. Warna jingga ada, warna kuning ada, putih ada, hijau ada, merah ada, hitam ada, biru ada, ungu juga ada.
Warna apa yang agan pilih ???
Quote:
Politik Warna, Bahasa Warna
Lampung Post, 31 Mar 2010. Oyos Saroso H.N: Jurnalis dan pencinta bahasa Indonesia.
“Warna hijau dan kuning sebenarnya cocok. Hutan menghijau. Tapi kalau tananam mau berhasil harus menguning,” kata Jusuf Kala, saat menghadiri acara menanam pohon dalam rangka Bulan Menanam Pohon di sebuah bukit kritis Desa Ciuyah, Sajira, Lebak, Provinsi Banten, akhir Desember 2008 lalu. Kalla ketika itu masih menjabat sebagai Wakil Presiden dan Ketua Umum Partai Golkar.
“Kalau padi mau dipanen itu menguning, akan cocok kalau langit biru. Kalau merah biasanya bahaya. Merah kan kebakaran hutan. Hahaha…” ujar Kalla, diakhiri dengan tawa lepas dan tepuk tangan ribuan undangan.
Jusuf Kalla sebenarnya tidak sekadar berkelakar. Pada saat itu sebenarnya ia juga sedang memainkan “politik warna”. Warna, dalam konteks kelakar ala Kalla di atas, juga memiliki muatan politis. Kuning identik dengan Partai Golkar, merah diidentikkan dengan PDI Perjuangan, hijau dianggap menggambarkan partai-partai bernapaskan Islam, sementara biru lekat dengan gambaran partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono.
“Politik warna” di Indonesia bisa dirunut, setidaknya, sejak peristiwa Gerakan 30 September 1965/PKI. Ketika Orde Lama tumbang dan digantikan Orde Baru, warna seolah menjadi tidak netral lagi. Bendera Republik Indonesia memang masih berwarna merah dan putih yang berarti berani dan suci. Namun, warna merah kemudian mengalami distorsi begitu rupa sepanjang rezim Orde Baru berkuasa. Warna merah pun seolah menjadi warna yang harus dijauhi, terutama jika bersinggungan dengan soal politik atau gerakan massa.
Ya, entah kebetulan atau tidak tragedi perebutan kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI), parpol dengan dominan warna merah di Jalan Pangeran Diponegoro Jakarta pada 27 Juli 1996 dilakukan dengan berdarah. Darah yang berwarna merah. Darah yang sama warnanya dengan darah para jenderal korban G-30-S/PKI seperti yang kita tonton dalam film garapan maestro film Arifin C. Noer.
Selama ini kita mengenal tiga warna dasar: merah, kuning, biru, dan putih. Dalam seni rupa, putih mungkin tidak masuk warna. Namun, khusus untuk membicarakan “politik warna”, bolehlah putih kita masukkan. Di antara warna itu, putih adalah warna yang tetap beruntung, ia netral sepanjang masa. Putih maknanya bersih atau suci. Titik. Tidak ada yang membantahnya sampai sekarang. Kain kafan untuk membungkus mayat berwarna putih, jubah Pangeran Diponegoro berwarna putih, tembok rumah sakit juga banyak dicat warna putih.
Sebenarnya sah-sah saja “politik warna” berkembang dan dikembangkan oleh para politisi. Yang berbahaya adalah jika “politik warna” itu kemudian memengaruhi sendi-sendiri asasi kehidupan manusia. Misalnya, memaksakan agar warna tertentu yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari warga negara. Selain melanggar hak asasi manusia, pemaksaan serupa itu lambat laun akan memberikan pembelajaran yang kurang baik, terutama bagi anak-anak karena warna maknanya menjadi tidak netral.
Dalam sejarah politik di Indonesia, politik warna pernah menjadi serupa teror bagi masyarakat. Itu terjadi pada 1995-—1997 lalu ketika Gubernur Jawa Tengah Soewardi melakukan kuningisasi di wilayahnya. Menjelang Pemilu 1997 seluruh penduduk di Jawa Tengah yang rumahnya di tepi jalan raya harus mengecat pagarnya dengan warna kuning. Pot pot bunga, fasilitas umum, markah jalan, warung, becak, pagar makam, dan apa saja yang berada di tepi jalan raya dicat kuning. Bahkan, patung Pangeran Diponegoro yang berjubah putih pun dicat dengan warna kuning!
Soewardi,yang memang pendukung Golkar, beralasan warna kuning merupakan warna khas Jawa Tengah yang diumpakan sebagai burung kepodang. Semua itu terjadi karena Gubernur Soewardi adalah pendukung Golkar.
Kita paham bahwa warna juga bisa berarti lambang atau bahasa simbolik. Kuning emas, misalnya, biasanya sangat erat dengan kerajaan sebab hal itu menandakan kejayaan. Beberapa upacara adat di Indonesia warna kuning emas juga acap mendominasi. Warna lain, seperti hijau, merah, biru, pink, oranye, ungu, putih, abu-abu, dan cokelat juga memiliki makna tertentu. Sepanjang makna itu komunikatif dan tidak ada unsur pemaksaaan, maka biarkanlah berkembang. Sebab, warna wujud ekspresi bahasa juga.
Bagi remaja atau anak gaul, merah bisa berarti sensualitas dan kehangatan; biru berarti setia dan jujur; sementara warna pink berarti kelembutan. Bagi masyarakat umum, hitam berarti lambang duka. Makanya, saat ada orang meninggal, para pelayat banyak yang memakai baju atau kerudung warna hitam. Boleh-boleh saja tafsir warna semacam itu berkembang karena melambangkan kreativitas. Yang dihindari adalah jika tafsir bahasa warna direcoki urusan politik dan dipaksakan pemakaiannya.