achiroAvatar border
TS
achiro
PEKAN KONDOM GRATIS
Free Condom : We’re No Longer East Country



Tulisan ini mungkin sudah tidak sesuai dengan trend berita yang ada, tapi saya tetap tergugah untuk menulisnya. Berita mengenai pekan kondom oleh Kemenkes mungkin sudah lewat, tapi pagi ini setelah saya menonton opini Hillary Clinton mengenai aborsi dan kontrasepsi, saya merasa harus menyampaikan apa yang telah saya amati selama bertahun-tahun.
Ketika berita mengenai pekan kondom ini mencuat, sebagian diri saya menyetujui aksi ibu Nafsiah Mboi, sebagian lagi tidak setuju. Bagi sebagian diri saya, kebijakan pekan kondom ini bagai approval untuk hadirnya sex bebas di kalangan remaja. Namun demikian, setelah saya melihat opini Hillary Clinton dan saya melihat sekeliling saya, perlahan saya mulai memahami apa yang sedang terjadi di Indonesia.

Indonesia is an east country.

Masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun mengamini dirinya sebagai bagian dari negara timur. Adat ketimurannya sangat kental. Sopan santun, toleransi, menghargai, pergaulan antara lelaki dan perempuan terbatas, jarang ada minuman alkohol. Namun seiring dengan berjalannya waktu, hadirlah asimilasi budaya barat. Pola hidup dan tingkah laku masyarakat Indonesia, terutama di kota besar, semakin menyerupai negara-negara di belahan dunia barat. Pola yang semakin terlihat saat ini adalah sex become easier to get, alcohol is everywhere.Pola itu hanya secuplik dari sekian banyak permasalahan dan pertentangan budaya yang hadir di Indonesia.

Saya masih ingat, bagaimana teman sepermainan saya menikah saat dia masih berada di kelas 6 SD. Dia menikah bukan karena tuntutan ekonomi ataupun tuntutan keluarga yang masih kolot. Pernikahan itu terjadi karena teman saya terlanjur hamil di luar nikah. Pernikahan-pernikahan dini kemudian susul menyusul terjadi. Jujur saya yang ketika itu masih berada di bangku sekolah dasar masih belum memahami mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Apa yang teman-teman saya alami betul-betul diluar jangkauan saya. Mereka mengasuh anak mereka ketika seharusnya mereka belajar dan bermain. Masa depan mereka terenggut begitu saja. Banyak yang menuding kesalahan itu adalah kesalahan dari dua anak muda yang tidak dapat mengontrol diri mereka sendiri. Saya pun, sebagai siswa sekolah dasar menyalahkan mereka. Namun saya yang lebih dewasa ini menganggap bahwa kesalahan itu bukanlah kesalahan mereka, melainkan kesalahan orang tua dan lingkungan.


Kisah teman sepermainan saya itu belum seberapa. Di luar sana, banyak sekali remaja-remaja putri yang melakukan aborsi ilegal. Frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan – kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di Rumah Sakit. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu (www.aborsi.org). Bahkan menurut Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, dr Titik Kuntari MPH. Menuturkan kepada inilah..com (30/06/2009). Angka kejadian aborsi di Indonesia berkisar 2-2,6 juta kasus pertahun, atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan. Fakta ini berasal dari “Sekitar 30% di antara kasus aborsi itu dilakukan oleh penduduk usia 15-24,” katanya di Yogyakarta. (Group Facebook “Say No To Drug & Free Sex)

Perkiraan yang sama ternyata tidak berbeda dengan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SKDI) 2004 tentang aborsi atau pengguguran kandungan, tingkat aborsi di Indonesia sekitar 2 sampai 2,6 juta kasus pertahun, 30% dari aborsi tersebut dilakukan oleh mereka di usia 15-24 tahun. (Yulia,Majalah KARTINI,edisi April 2006) (Group Facebook “Say No To Drug & Free Sex).

Aborsi itu bukan tanpa resiko. Selain dapat mengakibatkan luka secara psikologis, aborsi juga memiliki dampak yang hebat terhadap fungsi tubuh. Kesalahan pada aborsi dapat menimbulkan perdarahan fatal yang bisa berakibat pada kematian. Besar sekali resiko yang dipertaruhkan oleh seorang perempuan ketika melakukan aborsi.

Tingginya tingkat aborsi dan pernikahan dini di Indonesia terjadi akibat kekurangpahaman remaja-remaja di Indonesia mengenai seks. Minimnya pendidikan sex dan kurangnya bimbingan baik secara spiritual maupun moral dapat berujung pada terjadinya seks bebas. Sayangnya, pembahasan mengenai sex menjadi hal yang tabu di Indonesia. Padahal secara natural, anak-anak dan remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar. Akses pertama mereka terhadap informasi sex justru diperoleh dari majalah porno, bacaan porno, video porno dan hal-hal porno lainnya. Dimanakah ibu dan ayah? Dimanakah ibu dan bapak guru?

Kehidupan di Indonesia saat ini sudah terlanjur bobrok. Hampir setiap hari kita membaca berita mengenai tindak mesum siswa dan siswi sekolah. Sepatutnya kita tidak lagi menutup mata atas fenomena yang terjadi. Sepatutnya kita mulai keluar dari zona nyaman kita. Kita terjebak pada stigma adat ketimuran sehingga kita menjadi ignorant atas hal-hal yang terjadi di sekitar kita.

Apa yang ibu Nafsiah Mboi lakukan sebetulnya merupakan solusi yang terbaik dalam jangka pendek. Kondom sejatinya ada untuk mengurangi transmisi penyakit menular seksual sekaligus alat kontrasepsi. Dengan demikian, solusi pekan kondom memang benar merupakan sebagai satu-satunya solusi jangka pendek yang bisa ditawarkan oleh seorang Menteri Kesehatan. Pertanyaan mengenai moral , agama dan lain sebagainya itulah pertanyaan bagi solusi jangka panjang yang merupakan tanggung jawab kita semua sebagai individu-individu. Tanggung jawab setiap bapak dan ibu sebagai pilar-pilar agama bagi anak-anaknya. Tanggung jawab setiap bapak dan ibu guru sebagai pilar pendidikan di Indonesia.

Brace yourself, We’re no longer East Country!
0
1.1K
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan