Tiba di Blitong langsung nyebrang ke Pulau Lengkuas, 17/12/2013. Ombak agak besar siang itu. Di pantai anak-anak asyik berenang. Air kelapa muda khas banget rasanya. Segar. Instalasi batu-batu garit raksasa dari tengah laut sampai daratan menjadi penanda kedatangannya dari masa silam.
Kemunculan batu granit raksasa yang tersingkap di sepanjang pantai di Pulau Blitung ini mempunyai sejarah yang amat panjang. Antara 350 – 200 juta tahun yang lalu, kawasan yang kini terdapat Pulau Blitung ini masih berupa laut. Pulau Blitung muncul ke permukaan antara 200 – 135 juta tahun yang lalu, kemudian intrusi granit menerobos batuan sedimen antara 200 – 180 juta tahun yang lalu. Bersamaan dengan itu, terjadi proses yang menghasilkan kasiterit, bijih timah penting, yang mengisi rekahan-rekahan pada granit, yang dikenal dengan sebutan sabuk timah. Pulau-pulau yang berada dalam sabuk timah ini, diinterpretasikan sebagai bagian dari gunungapi yang muncul pada masa terbentuknya Paparan Sunda. Batu granit raksasa yang mencuat di Pulau Blitung saat ini, merupakan batuan yang bertahan dari erosi intensif yang terjadi sejak 70 juta tahun yang lalu. Batuan penutup luarnya terkelupas, sehingga batu granitnya yang muncul di permukaan.Foto: 3 remaja yang sedang bermain di atas batu granit di Pantai Tanjungtinggi.
Anak-anak memancing di atas Batu gajahberiring, Pantai Tanjungtinggi, Bilitong.
Spoiler for Govs:
Di Blitung, tidak ada kainrentang yang mengabarkan "Jalan mulus, ekonomi lancar!" Tapi di sini, di Blitung, semua jalan sampai di pelosok desa sudah hitam dan licin.
Apalagi menuju objek-objek wisata. Tak ada jalan seperti jalan yang menuju objek wisata Gunung Galunggung, Gunung Papandayan, Talaga Bodas, Curug Malela, dll
Ini terjadi di bandara di Pulau Blitung. Ada petugas dari Dinas Budaya dan Pariwisata yang bertugas membagikan peta wisata, baik cetak maupun digital (dalam cd). Mereka aktif memperkenalkan destinasi wisata di sana, budaya, dan kulinernya, agar semuanya dikunjungi, menginap lebih lama dan belanja oleh-oleh, sehingga menambah waktu kunjungannya. Keren, ya. Kata kepala dinasnya, dari kabupaten-kabupaten di Jawa Barat, banyak sekali rombongan-rombongan yang studi banding dan mencapkan sppd di kantornya. Tapi, belum ada yang meniru gaya promosinya, di bandara Husein, misalnya, kan ga ada, tuh, yag membagikan peta wisata Bandung. "Ah, tidak perlu promosi, tidak dipromosikan juga sudah pada datang ke Bandung!" Oh.
Spoiler for Granit Stones:
Bukit Baginda, Blitung. Granit-granit raksasa itu bukan hanya tersingkap di pantai, tapi juga tersebar di daratannya. Pohon kelapa nampak pendek dibandingkan dengan batu granit yang mencuat ini.
Belajar pada batu granit dan pohon di Blitung. Saling memberi kesempatan. Saling menguatkan.
Karena panas matahari dan pengaruh cuaca, batu-batu granit raksasa itu pecah-pecah membelah diri. Jadi, sesungguhnya batu-batu granit di Blitung itu semakin lama semakin mengecil.
Spoiler for potensi:
Yang belum tersentuh pembenahan untuk kegiatan wisata, bekas tambang timah di Kikarak, Bilitong. Tidak perlu dibangun aneh-aneh, tinggal diberi pengaman yang melingkar spiral dengan baik, wisatawan dapat langsung berjalan turun melinkar sampai di air danau. Kalau mengambil contoh Sawahlunto, Sumbar, sudah membuktikan bahwa eks tambang dapat menjadi daya tarik wisata. Tinggal diberi narasi. Jadi.
Waktu mau liat bekas tambang di Kikarak, Kelapakampit, Bilitong, saat naik di lerengnya untuk mengambil foto dari tempat yang lebih tinggi, agar danau eks tambang itu terlihat utuh, wow... kejutan banget, ternyata, dinding eks tambang itu penuh dengan kantungsemar..
Spoiler for society:
Ada empat jenis teripang yang dijajakan menggunakan seperda motor di Pantai Tanjungtinggi, Blitung ini. Salah satunya, tripang taikucing kering, per kantong plastiknya, mungkin isi seperempat kilo, harganya Rp.400.000,00. Kalau sudah jadi sup, hanya beberapa potong tripang, harganya bisa mencapaiRp.1.200.000,00 katanya. Wow...
Di Museum Kata milik Andrea Hirata, Jl. Laskar Pelangi, Bilitong, di bagian paling belakang dari museum yang semula rumah dinas kuasa tambang di sana, dipertahankan sebagai dapur yang menjadi kedai kopi. Bu Eti, akan menyajikan kopi, dan juga teh, sambil bercerita tentang asal-usul rumah ini, dan program museum ke depan, yang akan mengadakan pemutaran film setiap akhir pekan di rungan baru di samping bangunan induk yang hampir rampung. Camilannya ada jajanan khas masyarakat di sana.
Batu satam
Tanjungpandan, Bilitong. Ukurannya, yang ini sebesar muncang/kemiri. Ukuran segini termasuk besar. Saking terkenalnya akan batu yang terjadi karena impek dari benda yang datang dari angkasa luar terhadap bumi Blitung. Di tengah kota terdapat patung batu satam segede gaban. Kata penjualnya, batu ini ditemukan saat penduduk melembang timah
Sekolah laskar Pelangi
"Laskar Pelangi", buku yang telah mengubah Blitong. SD replika ini perlu diperbaiki kembali, karena sudah banyak seng, papan dinding, meja-kursi yang rusak. Ke tempat ini sudah datang puluhan ribu orang. Pastilah para wisatawan itu akan makan kalo lapar, akan menginap kalo kemalaman, dan membeli oleh-oleh khas Blitung sebagai buahtangan. Dari tiga hal itu, negara menerima pajak. Jadi, sebaiknya negara menempatkan petugas, yang menjaga kebersihan dan keutuhan bangunan dan tempat ini.