Tulisan ini saya buat sebagai aksi protes saya terhadap sikap provokatif dan tidak objektif nya media2 komunikasi saat ini. Bukan sekali-dua kali tapi sudah terjadi berulang-ulang kali. Hal ini sangat meresahkan bagi saya dan mungkin teman2 semua yang pernah mengalami dampak negatif dari pemberitaan tersebut. Karena media komunikasi publik tersebut dapat menggiring pemikiran awam ke suatu simpulan yang salah. Memang sejatinya media publik memiliki fungsi sebagai kontrol sosial,, namun yg saya sesalkan mengapa fungsi tersebut tidak dilaksanakan dengan pemberitaan yang objektif dan valid,, bukan hanya sekedar “fitnah” untuk mengejar “rating” semata...
Karena kebetulan saya berlatarbelakang dari bidang kedokteran, maka kritik saya juga menyangkut pemberitaan dalam bidang kedokteran yang sering salah disampaikan oleh pihak pers akhir-akhir ini. Berikut beberapa hal yang sering disalahsampaikan :
Quote:
1. Mengatakan “Dokter menolak pasien karena tidak ada uang”
Penjelasan : Pernyataan diatas merupakan salah satu pernyataan yang sering salah disampaikan pihak pers. Mengapa saya bilang salah??? Karena kenyataannya setiap pasien yang berobat ke Rumah Sakit akan melakukan pendaftaran terlebih dahulu sebelum berobat. Nah,, jika ada berita pasien ditolak dokter karena tidak punya uang apakah dapat kita benarkan?? Jelas tidak. Karena dalam mengobati pasien, tentu dokter juga harus mengikuti sistem dari tempat dia bekerja. Pasien yang diobati tentu yang sudah terdaftar atau memiliki rekam medis (medical record). Nah jika ada pasien yang gagal mendaftar karena tidak ada biaya,, tentu penolakan terjadi pada bagian administrasi alias loket pendaftaran.
Lalu untuk kasus gawat darurat apakah pasien harus mendaftar terlebih dulu baru ditangani??? Tentu hal yang sebelumnya saya sampaikan tidak berlaku pada keadaan emergensi, yang mana, dari pengalaman saya, untuk keadaan emergensi pasien akan langsung ditangani oleh tim dokter, kemudian sambil ditangani, baru dimintakan kepada pihak keluarga segera mendaftarkan diri pasien. Lalu bagaimana jika setelah ditangani ternyata pasien tidak ada uang untuk membayar pengobatan??? Maka hal seperti ini akan dikembalikan lagi ke bagian pendaftaran, biasanya ada yang disuruh memberikan jaminan dlsb, tergantung negoisasi pihak pasien dengan bagian pendaftaran.
Intinya hal seperti di atas merupakan urusan Pasien dengan Pihak Pendaftaran alias Administrasi, bukan Dokter !!!.
Quote:
2. Membuat kesan “Pasien hanya di tangani oleh dokter”
Penjelasan : Dalam menangani pasien tentunya dokter tidak bekerja sendiri, melainkan bekerja dalam sebuah tim yang saling bersinergi, minimal ada seorang perawat dan petugas farmasi. Pada rumah sakit dengan fasilitas lengkap bisa lebih kompleks lagi, ada petugas laboratorium, petugas rontgen, ahli gizi, dll.
Dimana masing-masing profesi tersebut memiliki TUGAS dan TANGGUNG JAWAB masing-masing. Untuk Dokter khususnya memiliki tugas untuk memberikan tatalaksana terhadap pasien, baik berupa tindakan medis, pemberian obat-obatan, serta edukasi.
Nah seperti contoh pernyataan dalam berita di atas,, “Dokter tidak mengetahui kapan pergantian infus pasien” apakah dapat kita salahkan kepada dokter??? Jelas tidak. Karena untuk hal2 prosedural perawatan seperti mengganti infus dlsb, bukan tanggung jawab dokter. Melainkan tanggung jawab dari Perawat.
Jadi disini yang mau saya sampaikan jangan selalu mengganggap hanya dokter yang berperan dalam menangani pasien, namun ada beberapa profesi lainnya yang saling bersinergi.
Quote:
3. Menyimpulkan “Semua akibat buruk yang dialami pasien adalah MALPRAKTEK”
Penjelasan : Dalam bekerja dokter hanya dapat menjanjikan upaya yang maksimal (bahasa kerennya inspanning verbintennis), bukan hasil yang maksimal (kalo ini istilahnya resultante verbintennis). Mengapa upaya ?? bukan hasil ?? karena dokter hanyalah manusia biasa, dokter hanya perantara, dan dokter bukan Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi pada pasien tidak dapat dipastikan 100% apa yang akan terjadi. Yang dapat diberikan dokter hanyalah upaya pengobatan terbaik sesuai keilmuan yang dimilikinya.
Sehingga jika terjadi hal2 buruk pada pasien apakah langsung dikatakan sang dokter melakukan malpraktek??? Jawabannya adalah TIDAK,, karena terlebih dahulu harus dikaji bagaimana upaya yang telah dilakukan sang dokter,, jika memang dari dokter MELAKSANAKAN PENGOBATAN YG TIDAK SEHARUSNYA DIKERJAKAN atau TIDAK MELAKSANAKAN PENGOBATAN YANG SEHARUSNYA DI KERJAKAN barulah itu dikatakan malpraktek,, namun jika ternyata dokter telah mengobati pasien sesuai prosedur dan teori,, kemudian pada pasien tetap didapatkan efek yang buruk, maka tidaklah pantas dikatakan sang dokter melakukan malpraktek. Karena apa yang terjadi pada pasien tersebut merupakan suatu risiko medis alias Efek Samping ataupun Komplikasi, yang merupakan suatu akibat yang tidak diharapkan dan sulit diprediksi kejadiannya, karena DOKTER BUKANLAH TUHAN yang dapat memastikan.
Khusus utk kasus dr. ayu :
Quote:
Original Posted By YourMommy►arguing just to argue... pathetic...
sejawat, CMIIW dan please ditambahkan, mengenai kasus dokter Ayu ini versi sederhananya:
dokter tidak mengurusi masalah administrasi seperti biaya2.
masalah administrasi seperti biaya2 adalah urusan RS.
dokter umum yg melanjutkan studi untuk menjadi dokter spesialis itu menjalani program residensi.
program tersebut dilaksanakan di RS pendidikan.
dokter tsb memang jelas tidak memiliki SIP dokter spesialis krn memang blm menjadi dokter spesialis.
dokter tsb mempunyai SIP khusus dari RS untuk program residensi.
dokter melaksanakan tindakan sesuai dgn SOP yg telah ditentukan oleh pihak RS.
dokter tidak bisa menjanjikan hasil, dokter hanya dapat melakukan yg terbaik sesuai dgn kemampuannya.
jika dokter telah melakukan tindakan sesuai dgn SOP tsb maka dokter tidak dapat disalahkan.
jika ada kekurangan pada SOP maka pihak yg seharusnya disalahkan adalah RS, bukan dokternya.
jadi dr.ayu tidak melakukan malpraktek, dan tidak sepantasnya di tahan.
"Never argue with an idiot. They will only bring you down to their level and beat you with experience." - George Carlin
Quote:
4. Menyampaikan “perselisihan antara dokter dengan pasien hanya dari pihak pasien”
Penjelasan : khusus untuk hal ini yang sesalkan adalah mengapa seringkali media memberitakan kejadian buruk hubungan dokter dan pasien hanya berasal dari cerita pihak pasien. Karena fakta dalam suatu berita harusnya berasal dari kedua pihak yang terlibat, yaitu dari pasien dan dokter, sehingga jika terjadi kejadian yang tidak mengenakkan dapat dipahami secara objektif apa yang terjadi. Sebagai contoh baru-baru ini beredar berita “dokter yang disirami kopi oleh keluarga pasien”,, dalam berita awalnya dijelaskan kejadian tersebut terjadi akibat sang dokter bekerja tidak profesional yaitu sambil bbm-an saat menangani pasien. Dimana pernyataan itu bersumber dari cerita keluarga pasien yang mengalami. Spontan saja masyarakat yang membaca,, banyak menghujat sang dokter. Namun apa yg terjadi beberapa hari selanjutnya setelah mendapat keterangan dari pihak dokter??? Ternyata apa yang diberitakan pada awalnya itu tidaklah benar,, kejadian yang sebenarnya adalah si bapak (keluarga pasien) takut status hubungan gelapnya terbongkar saat dokter bertanya tentang status si Bapak dengan pasien. Kemudian karena mulai berkata kasar, sang dokter mengeluarkan Hp untuk merekam tindakan oknum keluarga pasien.
Nah dari sini jelaslah apa yang disampaikan di berita pada awalnya hanyalah fitnah. Seharusnya media tidak terburu-buru menyampaikan suatu hal yang kontroversi, alangkah baiknya jika mengumpulkan informasi dari semua sumber terlebih dahulu baru mempublikasikan berita tersebut. Sehingga berita yang disajikan pun menjadi akurat dan objektif.
Quote:
5. Menganggap "negara menggaji tinggi dokter"
Penjelasan : Tahun depan negara kita akan melaksanakan sistem jaminan kesehatan yang baru melalui BPJS (Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial) Kesehatan. Dalam pemberitaan yang sempat beredar dikatakan para dokter akan mendapat penghasilan hampir 1 M. Apakah pernyataan itu benar?? Jelas tidak !!! karena hitungan 1 M yang didapat oleh wartawan adalah hasil biaya premi 19ribuan * peserta BPJS sekitar 4000an/dokter * 1 tahun. Yang mana kenyataannya total dari biaya premi tersebut akan diolah olah pihak BPJS,, baru setelah dipotong pajak dlsb di bayarkan ke pihak dokter. Sehingga kapitasi untuk dokter tinggal sekitar Rp 2000-3000/pasien... Jadi kalau dihitung-hitung pendapatan dokter BPJS adalah sekitar 8-9 juta/bulan dengan catatan pasiennya sehat semua.... Kalau banyak yg berobat bagaimana ??? ya pasti turun dari itu,, karena harus dipotong biaya obat, alat tindakan, dlsb.
Quote:
6. Menanggapi sinis "aksi dokter yang menyuarakan kebenaran"
Penjelasan : Khusus untuk hal yang terakhir ini berkaitan dengan tanggapan beberapa media terkait aksi demo para dokter. Media beramai-ramai menanggapi negatif aksi ini. Padahal kenyataannya aksi demo ini hanya dilakukan 1 hari, itupun DENGAN TIDAK MENUTUP PELAYANAN GAWAT DARURAT. Namun apa yang terjadi?? media beramai-ramai menyalahkan aksi ini. Padahal jika tanggal merah (misal : libur nasional) ataupun hari minggu, pelayanan Poli ataupun Puskesmas juga tidak dibuka dan tidak pernah ada masalah, juga misalnya pada saat Libur Idul Fitri dimana pelayanan Poli/Puskesmas diliburkan sampai 1 minggu juga tidak pernah ada yang memprotes. Sekarang apa bedanya dengan 1 hari yang diliburkan karena para Dokter mau menuntut haknya???
Seperti salah satu berita yang mengatakan "pasien melahirkan di WC karena tidak ada dokter", jika kita mau berpikir rasional untuk melahirkan tidak harus ditolong dokter, ada bidan yang dapat membantu proses persalinan. Ini hanyalah salah satu contoh pemberitaan yang hendak mendiskreditkan dokter dengan mengait-ngaitkan kejadian buruk dengan momentum yang ada.
Demikian beberapa kritik yg mau saya sampaikan. Melalui thread ini saya cuma mau menghimbau para pembaca semua agar kritis terhadap berita-berita yang beredar, jangan mudah terbawa arus. Kepada oknum2 media yang suka membuat kontroversi agar dapat memperbaiki diri, sampaikanlah berita tersebut dengan informasi yang berimbang dan objektif.