- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Siasat Gus Dur mendamaikan konflik politik Palestina–Israel
TS
dragonroar
Siasat Gus Dur mendamaikan konflik politik Palestina–Israel
Quote:

Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P, Asisten Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesi (Foto: Dok. LICOM)
Almarhum KH. Abdurrahman Wahid atau yang biasa disapa Gus Durselama hidupnya dikenal oleh masyarakat umum sebagai seorang ulama,intelektual, politisi, cendekiawan, seniman, sekaligus tokoh publik yang kontroversial, pluralis, humoris, kharismatik, tegas, berani dan sederhana.
Salah satu gagasan kontroversial yang pernah dicetuskan oleh almarhum Gus Durialah ajakan bagi segenap masyarakat Indonesia untuk memikirkan secara matang perlu atau tidaknya pemerintah Republik Indonesia (RI) menjalin hubungan dagang atau bahkan hubungan diplomatik dengan Israel.
Baca juga: Akar konflik Palestina–Israel dan solusi ala Gus Dur dan Langkah perdamaian, Israel bebaskan 26 tahanan Palestina
Gagasan yang sangat tidak lazim itu tentu saja segera mendapatkan berbagai macam kritik, cercaan, kecaman dan penolakan dari mayoritas umat Islam di Indonesia.Apalagi almarhum Gus Dur merupakan satu-satunya orang Indonesia yang mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa (Dr. Hc) di bidang Kemanusiaan dari Israel.
Dalam buku berjudul 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, Muhammad Hanif Dhakiri menulis bahwa pada tahun 2003 Gus Dur mendapatkan gelar Dr. Hcdi bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, salah satu universitas ternama di Israel.
Gelar kehormatan ini tentu saja dipandang oleh sebagian besar umat Islam di Indonesia sebagai sebuah kesalahan besar dan aib yang memalukan akibat kejahatan dan kebiadaban Zionisme Israel di tanah pendudukan Palestina yang sangat dibenci oleh ummat Islam. Namun jika dilihat secara lebih jernih dan arif maka harus diakui bahwa gelar tersebut sesungguhnya merupakan pengakuan, penghargaan dan penghormatan yang luar biasa dari bangsa Israel kepada mantan Presiden RI keempat itu.
Rektor Universitas Kristen Petra Surabaya, Rolly Intan, menyatakan bahwa jumlah masyarakat yang berpendidikan tinggi di Israel hingga jenjang Doktoral cukup besar, yakni sekitar 1,3 % dari 7 juta penduduk sehingga sangat wajar jika Israel mampu mengembangkan 160 perusahaan bioteknologi dengan pendapatan mencapai 800 miliar US$. Meskipun jumlah lulusan Doktor di Indonesia jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan Israel, yakni sekitar 25.000 orang, namun secara rasio jumlah itu jauh lebih kecil karena hanya mencapai 0,01 % dari 230 juta orang penduduk Indonesia (19/03/11).
Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Pengurus Besar Nahdlatul Ulma (PBNU), Dr. H. Hanif Saha Ghofur,dalam sebuah seminar bertajuk “Bonus Demografi, Pemuda, dan Penguatan Pilar Kebangsaan”. Beliau menyatakan bahwa bangsa Indonesia seharusnya jangan hanya dapat mengkritik kejahatan dan kebiadaban kaum zionis Israel terhadap Palestina saja, tetapi hendaknya juga mencontoh nilai-nilai positif negara Israel, khususnya di bidang pendidikan.
Mau tidak mau kita harus mengakui keunggulan dan kecerdasan bangsa Israel dalam ranah pendidikan, saat ini kualitas pendidikan di Israel menempati peringkat nomor satu di dunia dalam berbagai subyek akademis. Hal ini terlihat jelas dari rasio penduduk Israel yang menempuh pendidikan Doktoral atau Strata 3, yaitu 65.000 Doktor per satu juta penduduk, tegasWasekjend PBNU itu.
Kenyataan ini membuktikan bahwa almarhum Gus Dur sangat dihargai dan dihormati serta memiliki pengaruh dan kharisma yang cukup kuat di mata pemerintah dan rakyat Israel, termasuk peran beliau yang tidak kenal lelah untuk menghentikan konflik dan mewujudkan perdamaian abadi antara Israel dan Palestina.
Terkait dengan hal ini Djohan Effendi menceritakan alasan tentang mengapa Gus Dur ingin menjalin hubungan diplomatik dengan Israel ketika mengenang saat-saat penting keduanya berinteraksi. Hasrat Gus Dur itu muncul setelah ada undangan dari Israel pasca perjanjian damai Israel dan Yordania.
Dalam peluncuran buku Jejak Guru Bangsa, Mewarisi Kearifan Gus Dur yang ditulis oleh budayawan Mohamad Sobary, Djohan Effendy menyatakan bahwa pada saat itu Gus Dur dan dirinya diundang ke Israel oleh Perdana Menteri Yitzhak Rabinuntuk menghadiri prosesi penandatanganan perjanjian damai antara Israel dan Yordania.
“Kami mendengar dari pihak Israel bahwa mereka ingin sekali berdamai. Mereka bilang hanya orang yang berperang yang dapat merasakan betapa berartinya suatu perdamaian. Bagi yang tak mengalami pedihnya peperangan, sulit menghayati arti damai,” tutur Djohan Effendy (07/08/10).
Setelah mendengar suara hati dari Israel itulah Gus Dur tergerak untuk ikut membantu terjadinya perdamaian antara Israel dan Palestina. Apalagi pada tahun 1994 Gus Dur juga menjadi salah seorang Presiden World Council for Religion and Peace (WCRP) sehingga beliau diundang oleh Israel dalam kapasitasnya sebagai ketua WCRP.
“Tapi bagaimana bisa kita membantu kalau kita tak punya hubungan diplomatik dengan Israel?,” kata Djohansambil menirukan suara Gus Dur. “Sejak saat inilah mulai timbul keinginan Gus Dur untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel,” ungkapnya lagi (07/08/10).
Kepekaan dan respons positif Gus Dur terhadap suara hati delegasi perdamaian Israel ini jelas membuktikan bahwa Almarhum memiliki niat yang tulus untuk melibatkan dirinya secara aktif guna menjadi seorang juru damai dalam misi perdamaian antara Israel dan Palestina.
Bukankah suara hati nurani yang hakiki itu selalu benar dan merupakan kehendak Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa? Hal inilah yang menjadi salah satu raison deetre (alasan utama) Gus Dur untuk turut membantu misi perdamaian Israel – Palestina.
Dalam artikel berjudul: ‘Gus Dur: Infiltrasi dan Menguasai Simpati; Mangayubagyo Kolom-Kolom Sumanto Al Qurtuby,’ sebagai pengantar untuk buku Semar Dadi Ratu, Mengenang Gus Dur Kala Jadi Presiden, Ahmad Suaedy menulis tentang diskusi serius antara Gus Dur dengan Ismed Fanani pada pertengahan tahun 1980-an di Kantor PBNU.
Diskusi tersebut membahas tentang bagaimana peran Islam Indonesia dalam penyelesaian ketegangan dan perang Israel – Palestina. Adapun kesimpulan diskusi ialah harus ada orang Islam yang bisa menjadi jembatan dan dipercaya oleh Tel Aviv (Israel), tentu juga oleh pihak Arab dan Palestina, dan wujudnya harus datang serta mendiskusikannya dari hati ke hati.
Salah satu persyaratan utama untuk menjadi seorang juru damai diantarapihak-pihak yang berkonflik ialah juru damai tersebut haruslah diakui dan dipercayai kapasitas dan kapabilitasnya oleh pihak-pihak yang sedang berkonflik. Sebaliknya sang juru damai itu pun haruslah mengakui eksistensi pihak-pihak yang berkonflik dan memperlakukan mereka secara adil dan sejajar di meja perundingan.
Adapun pengakuan terhadap eksistensi pihak-pihak yang berkonflik oleh seorang juru damai dapat dilakukan baik secara de jure (misalnya hubungan dagang) maupun secara de facto (misalnya hubungan diplomatik). Almarhum Gus Dur termasuk yang menyetujui dan bersedia memenuhi persyaratan tersebut.
Ahmad Suaedyjuga menyatakan bahwa dirinya pernah mendampingi seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) bidang advokasi Anti-Semitisme untuk kawasan Timur Tengah, yang juga seorang Yahudi, untuk bertemu Gus Dur di kantor PBNU. Diplomat itu lalu bertanya: “Apa sebaiknya yang harus dilakukan untuk mencapai perdamaian Israel – Palestina saat ini?”
Gus Dur pun dengan tegas langsung menjawab: “Tegakkan keadilan dan berikan hak-hak Palestina kepada mereka, baru bicarakan perdamaian !!”. Namun beberapa saat kemudian cerita pengalaman dan joke-joke (humor) nya pun berhamburan keluar.
Dialog singkat tersebut menegaskan bahwategaknya keadilan dan pemenuhan hak-hak rakyat Palestina merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya perdamaian abadi antara Israel dan Palestina yang hendak dicapai dan diperjuangkan oleh KH. Abdurrahman Wahid.
Dengan demikian kesediaan almarhum Gus Dur untuk menerima gelar Dr. Hc tersebut didasarkan atas pertimbangan akademis dan strategi politik yang sangat terencana sebagai modal awal untuk dapat terlibat aktif dalam mengakhiri konflik Palestina – Israel. Dengan tingkat mutu pendidikan nomor satu di dunia maka Israel tentu saja tidak sembarangan dalam memberikan gelar Dr. Hc tersebut, apalagi Indonesia juga tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel dan almarhum Gus Dur perah menjadi Presiden RI keempat.
Oleh: Muhammad Ibrahim Hamdani, S.I.P
Asisten Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI) Universitas Indonesia
[URL=http://www.lensaindonesia..com/2013/11/20/siasat-gus-dur-mendamaikan-konflik-politik-palestina-israel.html]sumber[/URL]
Diubah oleh dragonroar 22-11-2013 21:42
0
4.1K
Kutip
10
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan