faktapajakAvatar border
TS
faktapajak
Memahami Kasus Pajak, Memahami Urutan Fakta
Mencermati Fakta Saksi Kunci
(Resensi Buku, Harian SINDO, 3 November 2013)


Buku yang ditulis sebagai laporan investigasi skandal pajak terbesar di Indonesia (menurut penulisnya) Metta Dharmasaputra, dinyata-kannya sebagai sebuah pertanggung jawaban atas pekerjaan jurnalistik yang dilakukan dengan pelbagai pro dan kontra di dalamnya.

Masalah kontroversial dalam laporan jurnalistik investigasi, merupakan hal yang lumrah. Justru dalam kontroversi tersebut, nilaiberita akan semakin tinggi, sehingga semakin menarik untuk dibaca.

Pada bagian pertama buku tersebut, Metta berkisah tentang awal perkenalannya dengan Vincent, tokoh utama dan narasumber yang menginspirasi Metta untuk menulis Saksi Kunci. Vincentius, nama lengkapnya, adalah Grup Financial Controler perusahaan Asian Agri Group yang dimiliki oleh Sukanto Tanoto. Dalam posisinya sebagai sang pembobol (halaman 36) karena gagal memindahkan dana perusahaan ke rekening pribadinya, Vin-centkemudian beralih posisise-bagai sang peniup peluit (whistle blower).

Ketika Metta menanyakan apa motif di balik pembobolan dana perusahaan yang gagal dilakukan sampai ia ditangkap pihak berwajib, Vincent tidak mampu memberikan jawaban yang meyakinkan. Di satu sisi ia mengakui mempersiapkan upaya pembobolan selama 2 tahun, namun di sisi lain ia mengatakan tidak tahu dan bingung kenapa melakukan hal tersebut.

Secara jujur, Metta mengakui bahwa keterlibatannya membela Vincent bukan sekadar pada “magnitudo” skandal pajak yang disebut terbesar, tetapi juga karena tersentuh oleh pendekatan Vincent yang kerap diwarnai oleh situasi emosional, sikap ketidakberdayaan, kepasrahan dan kepercayaan pada dukungan total Metta.

Naluri jurnalistik Metta sebagai wartawan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan jurnalistik investigasi melalui majalah Tempo tempat ia berkarya sebagai wartawan.

Alur cerita Saksi Kunci me-mangsangatmenarikdanharus diakui mampu menyajikan peristiwa yang dialaminya, layaknya sebuah cerita “suspense”.

Kisah perkenalan dan pertemuan dengan Vincent, persembunyian Vincent, sampai penyerahan dan penangkapan yang bersangkutan mulai dari Singapura sampai Indonesia, dijelaskan secara kronologis dengan bahasa yang sangat menyentuh. Buku ini diawali dengan bab Penyadapan, untuk meyakinkan pembaca bahwa seolah-olah ada konspirasi antara aparat keamanan, pihak Asian Agri dan operator seluler.

Jika dibaca secara cermat, apa yang disebut “penyadapan” oleh Metta, ternyata pengung-kapanprintouf percakapan Vincent ketika ia masih buron dengan semua pihak ketiga. Polisi memintaprmtouttersebutpada pihak Telkomsel dalam rangka proses penyidikan yang memang menjadi wewenang polisi. Sementara penyadapan berarti tindakan proaktif yang dilakukan untuk merekam pembicaraan yang tengah berlangsung.

Memang agak disayangkanjika Metta tidak dapat membedakan antara meminta print out atas percakapan yang telah terjadi dengan tindakan aktif, mendengar dan merekam percakapan yang tengah berlangsung. Melalui pengungkapan printout percakapan antaraVincent dengan pihak ketiga, muncullah nama Metta sendiri dan pengusaha putra pendiri Astra Group, Edwin Soeryadjaya.

Dalam bukunya Metta cukup jujur untuk mengakui bahwa Edwin Soeryadjaya terlibat dalam pendanaan perlawanan Vincent terhadap Asian Agri dengan menyumbang Rp70 juta.

Metta mengakui pula bahwa ia sadar jika Edwin Soeryadjaya tengah beperkara dengan Sukanto Tanoto dalam kasus Adaro, perusahaan tambang batubara terbesar kedua dinegeri ini. Alasan Edwin Soeryadjaya membantu Vincent sangat sederhana, yakni alasan kemanusiaan semata mata. Pertanyaannya adalah, apakah Edwin akan membantu Vincent, seandainya yang bersangkutan berasal dari perusahaan yang tidak memiliki hubungan kepentingan apapun dengan perusahaan milik Edwin Soeryadjaya?

Seandainya print out tidak mengungkapkan keterlibatan Edwin Soeryadjaya, apakah Metta akan cukup jujur mengakui bahwa pengusaha yang tengah bersengketa dengan Sukanto tersebut turut aktif berperan dalam mendukung Vincent? Kesaribahwa ada konflik kepentingan dalam Saksi Kunci jelas akan sangat sulit dihindarkan.

Persoalannya adalah apakah Tempo maupun Metta secara sadar bersedia diperalat oleh Edwin Soeryadjaya demi kepentingannya memenangkan kasus Adaro? Apakah Edwin Soeryadjaya memang cerdik memanfaatkan antusiasme jurnalistik investigasi Tempo, sehingga Metta “terjebak” dalam perangkap Edwin? Di sinilah dilema etika yang dihadapi oleh Metta dan Tempo seperti dikatakan pakar jurnalistik AS, Jannette Steele dalam kata pengantarnya (halaman XXXiX - Xliii).

Buku ini menarik dan layak dibaca karena alur cerita yang memikat, lugas, cerdas dalam mengungkap watak tokoh yang diwawancarai. Namun karena jurnalistik merupakan uraian fakta dan bukan fiksi, pembaca perlu kritis dan mencerna isi buku ini, sehingga dapat melihat realitas yang disampaikan Metta secara lebih proporsional.

(Dr. Emrus Sihombing, Msi)
0
996
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan