Fenomena dukun cilik Ponari muncul dan menjadi perhatian masyarakat luas pada awal Februari 2009. Dengan berbekal ‘batu petir‘ mantra guna-nya, banyak pasien dari berbagai kalangan, daerah, latar pendidikan, berbondong-bondong mengharap kesembuhan dari celupan batu milik bocah 10 tahun asal Jombang-Jawa Timur ini. Fenomena ini perlu menjadi perhatian besar terhadap dunia kesehatan Indonesia khususnya, dan pola sosio-edukasi bangsa ini. Faktor ekonomi dan keterbatasan akses kesehatan medis merupakan salah satu alasan mengapa pengobatan alternatif menjadi tumpuan utama masyarakat miskin yang sedang sakit.

Pada tanggal 27 Maret 2009, Tanggul Situ Gintung – Tangerang jebol. Jebolnya bendungan ini merupakan salah satu tragedi waduk terbesar sepanjang sejarah berdirinya Indonesia sejak 1945. Sekitar 2,1 juta meter kubik air mengalir deras kepemukiman sekitar bandul dengan menewaskan 99 korban jiwa, ratusan luka-luka dan kerusakan sejumlah bangunan dan fasilitas umum.

Tahun 2009 dapat disebut tahun “demokrasi berpesta”. Lebih dari 1/2 periode di tahun 2009, rakyat Indonesia disuguhi pertarungan elit politik mencari kursi kekuasaan. Sebagian rakyat mungkin merasakan pemilu merupakan ajang rakyat berpesta, namun sesungguhnya atas demokrasi sejumlah elitlah yang berpesta. Beragam janji dan ‘tipu-muslihat’ ala politik digembur melalui iklan, debat politik, kampanye terbuka hingga money politics.

Dimulai awal tahun 2009, partai-partai besar sudah mulai gencar mengiring opini publik melalui iklan yang menghabiskan ratusan hingga triliun rupiah. Semua dari 34 partai nasional + 4 partai lokal berlomba merebut kursi demi kursi dalam pemilihan umum untuk anggota DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II. Pertarungan politik berlangsung pada Kamis, 9 April 2009. Dan Demokrat berhasil memenangi pertarungan disusul Golkar, PDIP, PKS, PAN, PPP, PKB, Gerindra dan Hanura.

Meskipun proses pemilu legislatif ini sarat dengan tindakan manipulasi (surat suara, pemilih bayaran, money politic dan DPT), namun satu hal yang pasti adalah berlangsung secara aman, damai dan terkendali. Dan merupakan ajang pesta 5 tahunan di nusantara.

Pada tanggal 4 Mei 2009, Antasari Azhar diberhentikan sementara jabatannya sebagai ketua KPK oleh Presiden SBY. terkait statusnya sebagai tersangka otak pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Pada 12 Oktober 2009, Antasari Azhar resmi diberhentikan sebagai ketua KPK.

Meski sudah lebih 1/2 tahun, namun kasus pembunuhan Nasrudin yang melibatkan tersangka Antasari belum menemukant titik terang. Kasus ini semakin pelit dengan kehadiran Rani Juliani yang penuh kontroversial. Publik pun berspekulasi bahwa Antasari Azhar dijebak oleh sekelompok elit dan penguasa dalam rangka kriminalisasi pimpinan KPK.

Kasus pembunuhan Nasrudin merupakan salah satu kasus kriminalitas hukum paling pelit sepanjang tahun 2009.

Prita Mulyasari merupakan salah satu sosok ibu rumah tangga yang sangat terkenal. Ia terkenal bukan karena menjadi artis atau pejabat yang menyeleweng jabatan, tetapi karena email kekecewaannya pada RS Omni Internasional.

Prita didakwa secara perdata dan pidana atas delik pencemaran nama baik melalui email yang ia tuliskan kepada rekan-rekannya. Disatu sisi Prita menjadi korban ketidakbecusan pelayanan rumah sakit ‘berstandar’ internasional, disisi lain ia harus menerima konsekuensi dari UU ITE.

Kasus Prita mendapat sorotan dan dukungan luas dari masyarakat, bahkan hingga kepada para kandidat capres-cawapres pilpres 2009. Rasa solidaritas masyarakat atas keadilan yang terdistorsi semakin memuncak setelah Prita dituntut membayar Rp 204 juta dalam sidang perdatanya. Gerakan koin untuk Prita mengema dengan total mencapai Rp 615.562.043 (Kompas, 30 Des 2009). Pada akhirnya, pengadilan perdata membeaskan Prita setelah pihak Omni mencabut gugatan perdatanya.

Kasus Prita merupakan salah satu kasus distorsi ketidakadilan perlakuan hukum antara yang berkuasa dan terkuasai. Kasus Prita menjadikan tahun 2009 adalah tahun kebangkitan keadilan dari rakyat di nusantara.

Baik Pemilu Legislatif maupun Presiden merupakan bagian dari hajatan terbesar dalam sistem pemerintahan demokrasi. Dalam ajang Pilpres ini hanya ada 3 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendaftarkan diri ke KPU pada 16 Mei 2009. Mereka berturut-turut adalah Megawati SP – Prabowo (1), SBY-Boediono (2) dan Jusuf Kalla – Wiranto (3).

SBY-BerbudiKampanye Pilpres 2009 dimulai pada 2 Juni dan berakhir 4 Juli 2009. Kampanye yang diselenggarakan berbentuk rapat umum dan debat calon. Debat calon presiden dan wakil presiden menyita perhatian yang cukup besar bagi masyarakat. Debat presiden diselenggarakan sebanyak 3 kali, sedangkan debat calon wakil presiden diselenggarakan sebanyak 2 kali.

Pemungutan suara diselenggarakan pada 8 Juli 2009 yang berlangsung secara tertib dan damai. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

Pada tanggal 17 Juli 2009 tepatnya 07.47 dan 07.57 pagi, di hotel JW Mariott dan Ritz-Carlton kawasan Mega Kuningan, Jakarta terjadi ledakan bom bunuh diri yang menewaskan 9 orang korban dan melukai lebih dari 50 orang lainnya, baik warga Indonesia maupun warga asing. Selain dua bom rakitan berdaya ledak rendah yang meledak tersebut, sebuah bom serupa yang tidak meledak ditemukan di kamar 1808 Hotel JW Marriott yang ditempati sejak dua hari sebelumnya oleh tamu hotel yang diduga sebagai pelaku pengeboman.

Peristiwa ini terjadi 9 hari sesudah Pilpres serta 2 hari sebelum rencana kedatangan tim sepak bola Manchester United di Hotel Ritz-Carlton yang akan melakukan pertandingan dengan tim Indonesian All Star pada 20 Juli 2009 yang akhirnya batal. Setelah melakukan operasi penangkapan pada 7 dan 8 Agustus 2009, Polri mengumumkan identitas kedua pelaku bom bunuh diri yang masih cukup muda, yaitu Dani Dwi Permana asal Bogor dan Nana Ikhwan Maulana asal Pandeglang.

Peristiwan bom Marriot dan Ritz-Carlton merupakan bom bunuh diri terbesar sepanjang 2009 di nusantara.

Setelah 7 tahun diburu di Indonesia, akhirnya pada 17 September 2009, Noordin M Top berhasil ‘dilumpuhkan’ oleh Detasemen Khusus 88 Mabes Polri dalam sebuah penyergapan selama 9 jam di rumah Susilo di Kampung Kepuh Sari RT 3 RW 11, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah. Bersama tiga rekannya, Noordin ditembak dan terkena granat bersama dengan Susilo alias Adib, Bagus Budi Pranoto alias Urwah, dan Ario Sudarso alias Aji.

Noordin M Top adalah orang yang dianggap bertanggung jawab atas serentetan serangan teror di Indonesia. Dia menjadi salah satu gembong teroris pasca reformasi di nusantara yang paling dicari oleh pemerintah Indonesia. Satu bulan sebelumnya, terjadi kesalahan pemberitaan media yang merilis berita kematian Noordin M Top pada 08/08/09, padahal teroris yang tewas dalam penggerebakan di desa Beji, Kedu, Temanggung, Jawa Tengah adalah Ibrohim.

Berselang kurang dari 1 bulan pasca gempa bumi 7.3 SR di Tasikmalaya-Jawa Barat (Nusantaraku), bumi Sumatera Barat diguncang gempa dashyat dengan kekuatan 7.6 SR. Gempa tektonik dengan kekuatan kali lebih kuat dari Tasikmalaya ini terjadi pada pada 30 September 2009 pukul 17.16.09 WIB pada episentrum 0,84 Lintang selatan (LS) dan 99,65 bujur timur (BT), kedalaman 71 kilometer, sekitar 57 km barat laut Pariaman Provinsi Sumbar.

Menurut data Satkorlak PB, sedikitnya 1.117 orang tewas akibat gempa ini yang tersebar di 3 kota & 4 kabupaten di Sumatera Barat, korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, & 78.604 rumah rusak ringan.

Gempa 30 September 2009 Sumatera Barat ini merupakan bencana alam terbesar di nusantara pada tahun 2009 disusul gempa Tasikmalaya pada 2 September 2009.

Pemutaran rekaman percakapan Anggodo Wijaya dengan sejumlah orang (termasuk pejabat hukum) di Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pengungkapan sistem peradilan hukum Indonesia yang dipenuhi oleh mafia. Dari pengusaha, jaksa, lembaga sosial, pengacara hingga kepolisian.

Pemutaran rekaman percakapan Anggodo cs yang disadap oleh KPK merupakan serial dari kasus hukum yang menimpa pada 2 orang Wakil Ketua KPK yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Dua pimpinan KPK ini dijerat dengan pasal kewenangan dalam mencegah dan /atau mencekal Anggoro Widjaja dan Joko S Tjandra. Kasus ini menyita perhatian masyarakat tatkala pihak kepolisian khususnya Bareskrim Polri terkesan memaksa dan mencari-cari kesalahan kedua pimpinan KPK ini. Dari sangkaan suap, pemerasan hingga penyalahgunaan wewenang.

Dukung masyarakat kepada KPK terus mengalir melalui berbagai media baik facebook hingga turun ke jalan. Dukungan ini tidak lepas dari perang kata-kata “Cicak melawan Buaya”. Besarnya dukungan pada kasus Bibit dan Chandra ini, maka tahun 2009 dapat disebut sebagai “tahun Cicak Melawan Buaya“.

Keputusan penalangan bank bobrok Century yang gagal pada November 2008 menjadi kasus kriminalitas perbankan terbesar pasca reformasi. Bank Century yang telah bobrok sejak tahun 2005 dibiarkan hidup dan mencari nasabah, yang kemudian oleh pemilik Bank tersebut mengelapkan dana nasabah. Kesalahan BI yang membiarkan Bank Century berjalan bebas dan tidak ditutup sejak awal merupakan kunci kesalahan utama kasus Bank Century yang saat ini sedang dibahas Pansus di DPR. Kebijakan bail-out yang diambil oleh KSSK (Menkeu Sri Mulyani, Gubernur BI Boediono, Sekretaris KSSK Raden P) kemudian menjadi isu politis pemerintah SBY-Boediono.

Pada saat yang sama, beredar rumor dan berita bahwa SBY dan Demokrat ikut menikmati secara tidak langsung talangan Century atau setidaknya berkepentingan dalam penyelamatan Bank Century. Dan terbitnya buku “Gurita Cikeas”, melengkapi ‘pedasnya’ bumbu Century.

Di penghujung tahun 2009, bangsa Indonesia harus melepaskan kepergian seorang tokoh besar yang begitu kuat nilai kemanusiaannya dan jelas sikapnya dalam menegakkan demokrasi dan pluralisme. Kepergian Presiden Republik Indonesia ke-4, KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur sungguh merupakan kehilangan besar bagi bangsa Indonesia. Sejak tahun 1985, ia tidak pernah berhenti untuk menegakkan demokrasi. Di saat kekuasaan begitu kuatnya, Gus Dur punya cara untuk terus menyuarakan sikap bagi perlunya bangsa ini membangun sistem demokrasi.

Beliaulah Presiden yang melepaskan simpul diskriminasi yang selama ini terbentuk di era pemerintah Orde Baru. Gus Dur membebaskan kaum etnis Tionghoa, pintu perdamaian bagi Aceh, Ambon dan Irian Jaya (Papua) serta jutaan anak-anak PKI dan simpatisan PKI yang tidak menahu dengan G-30-S ikut menjadi sasaran pembersihan pemerintahan Orde Baru.

Meski hanya hanya dua tahun saja menjabat sebagai Presiden RI, namun begitu banyak karya Gus Dur yang akan dikenang oleh bangsa ini.