Haji (Bahasa Arab: حج; transliterasi: Hajj) adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, salat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Zulhijah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Zulhijah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhijah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Zulhijah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.
Dalam Ibadah Haji ada beberapa rahasia yang tersingkap, rahasia yang ada dibalik Ibadah Haji ini adalah:
Ibadah Haji Merupakan Realisasi Tauhid
Spoiler for Realisasi Tauhid:
Ibadah haji bukanlah bertujuan untuk mencari prestise dan gelar pribadi yang dapat dibanggakan di hadapan manusia. Ingatlah akan firman Alloh swt:
“Sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umroh karena Allah Subhanahuwata’ala.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 196)
Ibadah haji hanyalah bertujuan untuk membuktikan dan merealisasikan akidah yang tertanam dalam jiwa seseorang. Dengan menjalankan ibadah haji berarti ia telah merealisasikan tauhid, bersaksi bahwa tidak ada sekutu bagi Alloh Subhanahuwata’ala, bersaksi bahwa segala puji, kenikmatan, kerajaan adalah kepunyaan Alloh Subhanahuwata’ala. Sebagaimana kalimat talbiyah yang diperintahkan untuk diucapkan dalam pelaksanaan ibadah haji,
لَبيْكَ اللهُم لَبيْكَ، لَبيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَبيْكَ، إِن الْحَمْدَ وَالنعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ. “Aku penuhi panggilan-Mu ya Alloh, aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu ya Alloh, tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan hanyalah kepunyaan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”
Ucapan ini bukanlah isapan jempol semata. Setiap orang yang mengumandangkan kalimat-kalimat talbiyah ini wajib menghayati makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga ucapannya selaras dengan perbuatannya, ia benar-benar berpegang pada ajaran tauhid dan menjaga hak-hak tauhid serta menjauhi segala hal yang dapat membatalkan tauhid dari perbuatan-perbuatan syirik.
Ibadah Haji Termasuk Penyelisihan Terhadap Kaum Musyrikin
Spoiler for Menghindari Musyrikin:
Rosululloh Sholallohu’alaihi wa sallam sengaja banyak menyalahi kaum musyrikin dalam syi’ar haji dan hukum-hukumnya. Karena Islam dan kemusyrikan adalah dua perkara yang bertolak belakang. Keduanya mustahil dapat dikompromikan apalagi dipersatukan. Dengan terang-terangan beliau pernah menyatakan di hadapan kaum Muslimin:
“Kita melakukan penyembelihan yang berbeda dengan penyembelihan (hadyu) mereka”(HR. Baihaqi)
Pada saat kaum musyirkin mengucapkan di dalam talbiyahnya:
اِلا شَرِيْكاً هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ “Kecuali sekutu yang menjadi sekutu-Mu, Engkau menguasainya sedang ia tidak menguasai-Mu.”
Justru Nabi Sholallohu’alaihi wa sallam mentauhidkan Robb-nya dalam talbiyah, mengenyahkan kemusyrikan dan berlepas diri darinya, serta mengesakan Alloh Subhanahuwata’ala dengan peribadahan. Pada saat kaum musyrikin Quraisy wukuf di Muzdalifah, maka Nabi Sholallohu’alaihi wa sallam mengajarkan wukuf di Arafah. Di saat orang-orang musyrikin Quraisy melarang seorangpun dari kalangan non Quraisy untuk thowaf di Baitulloh kecuali dengan memakai pakaian salah seorang dari kalangan Quraisy, jika ia tidak mendapatinya, maka ia thowaf dengan keadaan telanjang, maka Rosululloh Sholallohu’alaihi wa sallam bersabada dalam hal ini:
“Tidak boleh berthowaf dengan telanjang.” (HR. Bukhori)
Dan masih banyak lagi penyelisihan beliau terhadap kaum musyrikin, yang semuanya dilakukan dengan sengaja untuk menyalahi kaum musyrikin dan menampakkan syi’ar-syi’ar Islam di tempat-tempat di mana mereka menampakkan kesyirikan dan permusuhan kepada Alloh dan rosul-Nya. Karena itu Ibnu Al-Qoyyim Rahimahulloh mengatakan, “Syariat telah ditetapkan (terutama mengenai manasik) dengan tujuan untuk menyelisihi kaum musyrikin.
Ibadah Haji Sebagai Pengangungan Syi’ar Alloh Subhanahuwata’ala
Spoiler for Pengagungan Pada Allah:
Ibadah haji, juga bukanlah sekedar plesiran atau tamasya. Akan tetapi ibadah haji adalah termasuk bentuk pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar Alloh, sebagaimana Alloh Subhanahuwata’ala memerintahkan dengan firman-Nya:
“Demikianlah (perintah Alloh). dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Alloh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.”(QS. Al-Hajj [22]: 32)
Seluruh perintah dan larangan yang terdapat dalam tata cara haji seperti yang telah dicontohkan oleh Rosululloh shalallohu’alaihi wa sallam adalah termasuk syi’ar-syi’ar Alloh Subhanahuwata’ala yang agung dan wajib diagungkan oleh setiap hamba-Nya serta tidak layak untuk dianggap remeh sedikitpun.
Ibnu al-Qoyyim Rahimahulloh berkata, “Barangsiapa yang menganggap remeh urusan Alloh, maka ia bermaksiat kepada-Nya. Siapa yang meremehkan larangan-Nya, maka ia bermaksiat kepada-Nya; siapa yang menganggap remeh hak-Nya, maka ia telah menyia-nyiakan-Nya; siapa yang menganggap remeh peringatan-Nya, maka ia mengabaikan-Nya dan hatinya melupakan-Nya. Hawa nafsunya lebih ia utamakan daripada mencari ridho-nya, dan menaati makhluk baginya lebih penting daripada menaati Alloh Subhanahuwata’ala. Sungguh Alloh dinomorduakan oleh hatinya, ilmunya, perkataannya, amalnya dan hartanya, sementara selain-Nya didahulukan dalam semua itu, karena itulah yang terpenting baginya.”
Sebelum Anda menunaikan ibadah haji yang agung ini, hendaklah kita mempelajari terlebih dahulu hukum-hukum serta adab-adabnya, terlebih perkara-perkara akidah tauhid yang menjadi pilar untuk semua peribadahan.
Itulah berbagai rahasia dibalik Ibadah Haji
“Haji mabrur, tidak ada balasannya kecuali surga.”