Buat agan2 yg udah bekerja, kata ‘PHK’ boleh jadi adalah kata yang harus dihindari. Salah satu cara menghindari PHK adalah dengan bekerja secara maksimal. Atau berusaha sebaik mungkin menaati peraturan perusahaan supaya tidak dijatuhi sanksi.
Namun apa jadinya bila perusahaan memecat alias mem-PHK karyawan bukan karena alasan kinerja atau telah melanggar peraturan perusahaan, tapi hanya karena ybs dipandang tak cantik?Apakah pemecatan itu dapat dibenarkan secara hukum?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita salah satunya dapat mengacu ke artikel hukumonline.com yang pernah memuat artikel dengan pertanyaan serupa di atas.
Quote:
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Pernah saya menemui seorang wanita yang diberhentikan oleh bos perusahaan karena wajahnya kurang ideal. Padahal wanita itu telah beberapa bulan bekerja di perusahaan tersebut, namun suatu ketika bos perusahaan tersebut melihat wanita itu bekerja dan kemudian karena melihat wajah wanita itu kurang cantik, dengan tegasnya bos tersebut memberhentikan wanita itu. Apakah boleh perbuatan bos tersebut menurut UUK dan bagaimana tindakan hukum yang akan diajukan oleh wanita tersebut?
Quote:
Jawaban:
UU Ketenagakerjaanpada prinsipnya menganut prinsip nondiskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Hal ini terlihat dari Pasal 5 dan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan:
Spoiler for Pasal 5 UU Ketenagakerjaan::
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Spoiler for Pasal 6 UU Ketenagakerjaan::
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Dalam Penjelasan Pasal 5 UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.
Sedangkan, dalam Penjelasan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.
Jika perusahaan melakukan tindakan diskriminatif kepada pekerjanya, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif (Pasal 190 ayat [1] UU Ketenagakerjaan). Sanksi adminisitratif tersebut berupa (Pasal 190 ayat [2] UU Ketenagakerjaan):
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
Mengenai pemberhentian wanita tersebut karena dirinya kurang cantik, pada dasarnya dalam Pasal 153 ayat (1) huruf i UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkimpoian;
Pemutusan hubungan kerja karena alasan-alasan di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 153 ayat [2] UU Ketenagakerjaan).
Jadi, perbuatan bos/pengusaha tersebut tidak dapat dibenarkan melihat pada ketentuan-ketentuan UU Ketenagakerjaan di atas.
Jika pekerja wanita yang bersangkutan tidak dapat menerima keputusan perusahaan terkait PHK tersebut, ini berarti terdapat perselisihan PHK.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Dalam hal terjadi perselisihan PHK, wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat (Pasal 3 ayat [1] UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial atau UU PPHI).
Jika perundingan bipartit tidak berhasil, maka salah satu atau kedua pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat (Pasal 4 ayat [1] UU PPHI). Nanti pihak instansi akan menawarkan untuk menyelesaikan perselisihan PHK ini lewat mediasi atau konsiliasi.
Dalam hal penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (Pasal 5 UU PPHI).
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Dari artikel di atas dapat kita ketahui bahwa UU Ketenagakerjaan tidak membolehkan pengusaha untuk memecat pekerjanya dgn salah satu alasan adalah kondisi fisik si pekerjanya.
Gimana menurut agan2? Punya pandangan atau cerita pengalaman lain? silakan dishare di sini gan.
Spoiler for Disclaimer:
Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.