Kaskus

Hobby

pakzziiAvatar border
TS
pakzzii 
ஜ★ [SHARE] rahasia dan pemahaman HAKIKAT TAWAKAL ★ஜ
Pada dasarnya, tawakal berasal dari akar kata “wakalah” yang berarti memilih wakil. Dan kita mengetahui bahwa kredibilitas seorang wakil yang baik bisa dilihat —paling tidak— dari empat sifat, yaitu pengetahuan yang cukup, terpercaya, mempunyai kemampuan, dan penuh perhatian.

Jelas bahwa memilih seorang wakil untuk sebuah pekerjaan dilakukan ketika seseorang tidak mempunyai kemampuan lagi untuk bertahan sendirian. Pada saat inilah ia bisa mengunakan kekuatan orang lain untuk membantunya dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya.

Oleh karena itu, tawakal kepada Alah swt. tidak mempunyai arti lain kecuali bahwa manusia menjadikan Allah sebagai wakilnya dalam menghadapi persoalan, musibah-musibah kehidupan, musuh, para penentang, dan masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Dan ketika seseorang —biasanya— telah sampai pada jalan buntu dalam upaya mencapai tujuan dan tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menyelesaikan dan memecahkan persoalannya, ia akan menyandarkan diri kepada-Nya dengan tanpa menghentikan upayanya. Bahkan, tatkala ia sendiri mempuyai kemampuan untuk melakukan pekerjaannya, ia tetap menganggap bahwa faktor utama semua itu hanyalah Allah swt., karena menurut pandangan seorang mukmin, sumber segenap kekuatan adalah Allah swt.

Kebalikan dari tawakal kepada Allah adalah menyandarkan diri kepada selain-Nya. Yaitu, hidup secara bergantung (seperti sebuah parasit); menggantungkan diri pada orang lain, dan tidak mempunyai kemandirian. Para ulama akhlak berkata, “Tawakal merupakan sikap yang dihasilan secar langsung dari tauhid Fi’liyah Allah swt., karena —sebagaimana yang telah kami jelaskan— dilihat dari visi seorang mukmin, setiap gerak, usaha dan fenomena yang ada di dunia ini —pada akhirnya— mempunyai keterkaitan dengan penyebab pertama dunia ini, yaitu Allah. Oleh karena itu, manusia mukmin akan menganggap bahwa seluruh kekuatan yang ada berasal dari-Nya.



Falsafah Tawakal

Dengan memperhatikan apa yang telah kami sebutkan di atas, maka kita akan bisa mengetahui bahwa:

Pertama, tawakal kepada Allah, yaitu berserah diri kepada sebuah sumber kekuatan yang abdi, dapat meningkatkan ketahanan manusia dalam menghadapi persoalan dan kesulitan hidup. Dengan dalil ini, ketika muslimin yang tengah mengalami pukulan berat di medan perang Uhud, lalu mendengar berita bahwa para musuh yang telah meninggalkan medan perang akan kembali ke medan untuk melakukan pukulan akhir terhadap pasukan muslim, Al-Qur’an mengatakan bahwa orang-orang beriman pada saat-saat yang sangat genting dan berbahaya ini di mana bagian penting kekuatan juang mereka telah hilang, bukannya tidak hanya merasa takut, melainkan rasa tawakal kepada Allah swt. dan bersandar kepada kekuatan iman telah membuat pertahanan mereka bertambah sehingga para musuh yang hampir menang itu -begitu mendengar berita adanya persiapan ini- segera mengundurkan diri dari siasat tersebut.

[Yaitu] orang-orang [yang menaati Allah dan Rasul] yang masyarakat [sekitar] berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang Kamu. Oleh karena itu, takutlah pada mereka.” Maka, perkataan itu menambah keimanan mereka, dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 173)

Contoh dari ketangguhan di bawah naungan tawakal kepada-Nya banyak terdapat di dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Salah satunya adalah sebuah ayat dalam surat Ali ‘Imran yang berfirman, “Ketika dua golongan dari Kamu ingin [mengundurkan diri] karena takut, padahal Allah adalah Penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 122)

Dalam salah satu ayat surat Ibrahim disebutkan, “Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah padahal Ia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang Kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang bertawakal akan berserah diri.” (QS. Ibrahim [14]: 12)

Dan dalam salah satu ayat surat Ali ‘Imran yang lain disebutkan, “... kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159)

Bahkan, Al-Qur’an mengatakan ketika berhadapan dengan godaan setan, orang-orang yang akan mampu bertahan dan bisa keluar dari godaan setan ini hanyalah orang-orang yang beriman dan bertawakal. Ia berfirman, “Sesungguhnya setan itu tidak memiliki kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya.” (QS. an-Nahl [16]: 99)

Dari kumpulan ayat-ayat ini bisa diketahui bahwa maksud dari tawakal adalah hendaklah seseorang tidak merasa lemah dalam menghadapi beratnya persoalan kehidupan. Bahkan, dengan bersandar dan menggantungkan diri kepada kekuatan Allah yang tak terbatas, ia menyatakan dirinya selalu menang. Dengan demikian, tawakal merupakan sumber harapan yang akan memberikan kekuatan dan menjadi dasar ketahanan dan kekokohan seseorang.

Apabila arti tawakal diinterpretasikan dengan berdiam diri di sudut kamar dengan menengadahkan tangan, ini justru menghilangkan arti segala perjuangan dan jerih payah yang dilakukan oleh manusia.

Dan apabila terdapat sebagian kelompok yang mengatakan bahwa peduli terhadap alam materi dan faktor-faktor alam tidak ada relevansinya dengan tawakal, sebenarnya mereka berada dalam kesalahan yang sangat besar, karena memisahkan faktor-aktor alam dari kehendak Allah merupakan sebuah kesyirikan. Bukankah komponen-komponen alam apa pun berasal dari-Nya dan seluruhnya berada di bawah kehendak dan perintah-Nya?

Ya! Apabila kita menganggap faktor-faktor ini sebagai sebuah sistem yang independen dari kehendak dan iradah-Nya, jelas hal ini tidak sejalan dengan substansi tawakal. (Perhatikan baik-baik!).

Bagaimana mungkin interpretasi semacam ini dinisbahkan kepada tawakal, sedangkan Rasulullah saw. sendiri sebagai seorang figur yang berada di atas kaum mutawakilin, ketika ingin mencapai tujuannya, beliau tidak pernah lalai dari rencana dan siasat yang jitu, taktik yang cermat dan berbagai peralatan dan sarana perlengkapan eksternal. Semua ini membuktikan bahwa tawakal tidak mempunyai arti negatif sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.

Kedua, bertawakal kepada Allah swt. dapat menyelamatkan manusia dari segala bentuk ketergantungan yang merupakan sumber kehinaan dan keterkungkungan, serta memberikan kebebasan dan kepercayaan diri kepadanya.

Tawakal dan qanâ’ah (mencukupkan diri dengan apa yang ada) keduanya mempunyai satu akar yang sama. Pada prinsipnya, filsafat dari keduanya mempunyai kemiripan apabila dilihat dari satu sisi. Dan pada saat yang sama, terdapat pula perbedaan di antara keduanya. Di sini, beberapa riwayat tentang masalah tawakal akan kami utarakan sebagai sebuah refleksi dari arti aslinya:

Imam Ash-Shadiq a.s. berkata, “Sesungguhnya qanâ’ah dan kehormatan diri selalu bergerak. Ketika ia menemukan tempat tawakal, maka di sanalah ia akan menetap.”

Dalam hadis ini, tempat tinggal asli qana’ah dan kehormatan diri adalah tawakal.

Rasulullah saw. pernah bertanya kepada Malaikat Jibril, penyampai wahyu Allah, “Apakah tawakal itu?” Ia menjawab, “Tawakal adalah yakin pada realita bahwa makhluk bukanlah pembawa keuntungan, bukan pula pembawa kerugian, tidak memberi, tidak pula menghalangi, dan tidak menggantungkan harapan kepada makhluk apapun. Ketika seorang hamba telah yakin demikian, ia tidak melakukan pekerjaan kecuali untuk Allah, dan tidak mempunyai harapan kecuali dari-Nya. Inilah hakikat dari tawakal.”

Seseorang bertanya kepada Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s., “Sebatas manakah tawakal itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya engkau tidak takut kepada siapapun dengan bersandar kepada Allah swt.”

emoticon-rosesekian dulu nanti saya dan pasangan saya akan meneruskan emoticon-rose



Quote:
Diubah oleh pakzzii 24-09-2013 03:09
nona212Avatar border
nona212 memberi reputasi
1
4.2K
14
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan